Yogyakarta – Indonesia termasuk warga yang paling mendermakan hartanya, termasuk melalui kotak infak. Faktanya hal itu banyak digunakan untuk kegiatan penggalangan dana ekstrimisme dan terorisme. Warga diminta waspada denga kotak infak yang bertebaran di mana-mana, termasuk yang ditaruh toko, warung maupun tempat lain.
Hal itu diungkapkan Direktur Pusat Studi Islam Asia Tenggara (ISAIs) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Anfasul Marom dalam pelatihan bertajuk ‘Penguatan Islam Washatiyah dan Filantropi Islam’ sebagai respons atas aksi terorisme di Tanah Air yang digelar di Yogyakarta, Minggu, 13 Maret 2022.
Baca Juga: Setelah Ditangkap, Densus 88 Geledah Rumah Penjual Roti Bakar di Bantul
Menurut dia, kotak infak digunakan sebagai penggalangan dana banyak terjadi di Indonesia. Pada Juli 2021, kurang lebih 1.550 kotak amal terkait dengan pendanaan terorisme ditemukan oleh Densus 88. “Pada tahun sebelumnya Polri juga mengungkap sebanyak 20.068 kotak amal yang diduga digunakan pendanaan jaringan JI di sebanyak 12 daerah,” katanya.
Salah satu kasusnya yakni seorang dokter, Sunardi, terduga anggota Jaringan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI) ditembak mati oleh Tim Detasemen (Densus) 88 Antiteror Polri di Sukoharjo, Jawa Tengah. Terduga pernah menjabat sebagai penasehat amir JI dan juga penanggung jawab Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI).
Baca Juga: Aksi Damai BEM Nusantara DIY Mengecam Kejahatan Jalanan, Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme
Dia mengatakan, kegiatan HASI menunjukkan adanya penyalahgunaan pemberian amal yang digunakan untuk mendukung tindakan kekerasan dan menyediakan kebutuhan logistik bagi kelompok teroris. “Sama seperti HASI, modus pendanaannya dilakukan dengan mendirikan lembaga amal,” katanya.
Menurut dia, lembaga yang menggalang dana lewat kotak infak ini begitu mudah mendapatkan legalitas dari pemerintah. Jika sudah prosedur pemerintah menerbitkan legalitasnya. “Bukan salah pemerintah ya, karena memang aturannya begitu. Intinya kalau mendermakan cek dulu kotak infak itu, apakah lembaga itu ormas mana,” kata dia.
Baca Juga: Lantik Duta Antiterorisme, BEM Nusantara DIY Komitmen Tangkal Radikalisme dan Kejahatan Jalanan
Di tempat yang sama, mantan narapidana teroris Joko Triharmanto mengakui banyak kotak infak yang disebar di tempat-tempat publik sebagai bagian dari penggalangan dana kegiatan terorisme. “Uniknya, pemilik toko, warung yang dititipi kotak infak ini tidak tahu untuk apa uangnya. Padahal, banyak kotak infak yang disebar itu berafiliasi dengan kegiatan ekstrimisme,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Jack Harun ini mengungkapkan, tidak semua kotak infak yang ditaruh di toko telontong, warung makan dan tempat lain ini mengarah ke sana. “Tapi sebaiknya sebagai pemilik usaha yang dititipi kotak infak ini bertanya uangnya, dari lembaga apa, legalitasnya gimana, setidaknya tanya,” ungkapnya.
Baca Juga: Pesan Anggota DPRD Jateng, Jangan Kucilkan Mantan Napi Teroris
Salah satu pelaku Bom Bali I ini juga berbagi pengalamannya bagaimana dia terlibat dan sistem penggalangan dana selama menjadi anggota JI. “Bom Bali I itu butuh biaya besar, salah satu pendanaannya ya dari kotak infak itu,” katanya.
Dia berharap dengan adanya pelatihan ini bisa membuat kritis masyarakat dalam mengawasi praktek kotak amal dan infak di lingkungan sekitarnya. Jika kotak infak itu berasal dari lembaga yang belum dikenal, sebaiknya tidak mendermakan uang ke sana. []