Yogyakarta – Keraton Yogyakarta memiliki lima gerbang sebagai pintu masuk. Dalam sejarah Keraton Yogyakarta dikenal ada lima buah pintu gerbang di mana bagian atas setiap gerbang berbentuk melengkung sehingga gerbang tersebut juga disebut plengkung.
Salah satunya adalah Plengkung Tarunasura terletak di sebelah timur Alun-alun Utara Yogyakarta. Saat ini lebih dikenal sebagai Plengkung Wijilan karena letaknya di daerah Wijilan, Kalurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta.
Baca Juga: Kereta Kencana Kiai Garuda Yeksa, Hadiah Kerajaan Belanda untuk Sri Sultan HB VI
Bangunan bersejarah ini dinamakan Plengkung Tarunasura karena dulu gerbang ini dijaga oleh para prajurit muda. Plengkung Tarunasura masih asli dan dirawat dengan baik. Plengkung Tarunasura masih untuh bangunannya, walau tembok benteng di kiri dan kanannya sudah hilang dan berubah jadi pemukiman warga.
Plengkung Tarunasura ini menjadi peninggalan yang sangat bersejarah dan menjadi jalur utama lalu-lintas kendaraan. Kini namanya lebih populer dengan sebutan Plengkung Wijilan karena menjadi gerbang masuk ke kawasan wisata kuliner khas Yogyakarta, Gudeg yang legendaris.
Baca Juga: Sejarah dan Nama Ruang di Kompleks Kepatihan, Bangunan Milik Keraton Yogyakarta
Selain Plengkung Tarunasura, ada empat bangunan plengkung lainnya. Keempat plengkung tersebut yakni Plengkung Madyasura yang terletak di sisi timur Keraton Yogyakarta. Plengkung ini ditutup pada 23 Juni 1812, tak heran plengkung ini dikenal sebagai Plengkung Buntet atau tertutup. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII, plengkung tersebut dibongkar dan kemudian diganti dengan gapura gerbang biasa.
Plengkung lainnya yakni Plengkung Nirbaya yang terletak di sebelah selatan Alun-alun Selatan. Nirbaya berasal dari kata “nir” yang artinya tidak ada, dan kata “baya” yang berarti bahaya. Plengkung ini memiliki filosofi tidak adanya bahaya yang mengancam.
Baca Juga: Sejarah Panggung Krapyak, Bangunan Penting dalam Sumbu Imajiner Yogyakarta
Gerbang Nirbaya juga menjadi pintu keluar bagi jenazah sultan dan keluarganya ketika hendak dimakamkan. Saat ini Plengkung Nirbaya lebih dikenal dengan Plengkung Gading karena terletak di daerah Gading.
Selanjutnya, Plengkung Jagabaya. Dalam Bahasa Jawa “jaga” berarti menjaga, dan “baya” berarti bahaya. Plengkung ini terletak di sisi barat tembok benteng Keraton Yogyakarta, di sebelah barat Pasar Ngasem dan Tamansari.
Baca Juga: Tugu Golong-Gilig, Karya Mangkubumi Pendiri Keraton Yogyakarta yang Tak Lagi Sama
Saat ini Plengkung Jagabaya telah berubah menjadi gapura biasa dan biasa disebut sebagai Plengkung Tamansari karena letaknya yang dekat dengan Tamansari.
Terakhir, Plengkung Jagasura terletak di sebelah barat Alun-alun Utara. Jagasura berasal dari kata “jaga” yang berarti menjaga, dan kata “sura” yang berarti pemberani. Plengkung ini dulu dijaga oleh pasukan yang pemberani. []