BacaJogja – Dua syarat menjadi negara maju yakni pendidikan dan kesadaran masyarakat terjadap konstitusi. Dua hal ini membuat tatanan masyarakat lebih tertata, tertib dan lebih baik.
Anggota MPR RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta Cholid Mahmud mengatakan, negara Indonesia belum lambat menjadi negara maju salah satunya karena warga belum memiliki kesadaran konstitusi. Umumnya masyarakat tidak begitu care dengan konstitusi. Faktornya mungkin mereka tidak paham hak dan kewajibannya.
“Ini menjadi salah satu problem kita sebagai bangsa. Sebagai anggota MPR perlu membangun kesadaran masyarakat berkonstitusi,” katanya dalam Sosialisasi Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI bertema Membangun Masyarakat Sadar Konstitusi di Kantor Perwakilan DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Senin, 31 Juli 2023.
Baca Juga: Anggota MPR dari DIY Cholid Mahmud Soroti Etika Pejabat Negara
Anggota DPD RI dari Dapil DIY ini membandingkan Indonesia dengan Korea Selatan. “Korea Selatan merdeka selisih sehari dengan Indonesia, tetapi Korea Selatan lebih tertata masyarakatnya, lebih tertib dalam banyak hal lebih baik karena dua aspek yakni faktor pendidikan dan kesadaran berkostitusi tinggi,” jelasnya.
Cholid mengungkapkan, kesadaran konstitusi itu akan sangat mempengaruhi kecetakan negara mengatur dirinya. “Negara kita sudah punya tatanan, tetapi kalau masyarakat tidak terlibat dalam proses penataan itu berat bisa berjalan mencapai tahapan capaiannya,” katanya.
Baca Juga: MPR Sebut Etika Demokrasi Pancasila Tergerus Kepentingan Politik
Menurut dia, dalam banyak hal, di Indonesia sering terjadi penyimpangan di berbagai instusi. Ini bukan persoalan masyarakat, tapi di level penyelenggara negara. “Misalnya KPK ribut saat menangkap Kepala Basarnas, oleh ABRI tidak boleh. Ini mestinya ada konstitusi yang mengatur. Kenapa di level puncak juga terjadi hal demikian,” ungkapnya.
Kondisi tersebut membuat masyarakat sibuk dengan hal-hal ketidakjelasan. “Jika itu terus terjadi kapan kita akan segera beres sebagai negara,” imbuhnya.
Untuk itu, kata Cholid, sebagai anggota MPR RI terus mengoptimalkan membangun kesadaran masyarakat berkonstitusi. Setahun 7-8 kali dengan jumlah peserta 150 orang setiap pertemuan.
Baca Juga: Oligarki dalam Parpol dan Ancaman bagi Demokrasi di Indonesia
Peneliti senior Pusat Kajian Konstitusi dan Pemerintahan UMY Iwan Satriawan sepakat untuk terus menerus membangun masyarakat sadar konstitusi.”Kenapa Indonesia lambat membangun dibanding Korea Selatan. Kita lihat jadi model bulu tangkis sekarang kuat dan pelatih bola,” ungkapnya.
Dia mengatakan, diskusi dengan ahli tata negara di Korea Selatan, negara tersebut kuat karena masyarakat terdidik bagus. Di Korea Selatan, demontrasi dijamin konstitusi. “Demo di sana tak banyak polisi, hanya menjaga di sudut. Dengan orasi bisa ubah policy, kadang politisi pakai demonstrasi untuk menekan policy,” ungkapya.
Sebagai dosen, dia pun mendoring mahasiswa sebagai komunitas penting dalam menyampaikan aspirasi. “Saya mengajar kuliah tata negara tidak di kelas. Saya breafing mahasiswa untuk orasi, buat aksi pemilu jurdil di pintu gerbang UMY. Artinya anak muda punya kebebasan di luar ruang kelas,” katanya. []