Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri 2025: Harmoni Manusia, Alam, dan Tradisi di Parangtritis

  • Whatsapp
tradisi parangkusumo
Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri 2025, Harmoni Manusia, Alam, dan Tradisi di Pantai Parangkusumo Parangtritis Bantul (Ist)

BacaJogja – Langit biru membentang di atas Pantai Parangkusumo, menyambut pagi yang sarat makna bagi masyarakat pesisir selatan Yogyakarta. Sejak matahari belum tinggi, ratusan warga berpakaian adat Jawa telah berkumpul, membawa sesaji, harapan, dan rasa syukur dalam upacara sakral tahunan: Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri.

Tradisi ini bukan sekadar perayaan budaya, melainkan bentuk nyata penghormatan masyarakat kepada dua elemen agung yang menopang kehidupan mereka: bumi dan laut. Dalam balutan nilai spiritual dan gotong royong, mereka mempersembahkan hasil bumi kepada sang alam, sebagai wujud terima kasih sekaligus permohonan restu untuk kelestarian dan keberkahan hidup.

Read More

Kirab Budaya yang Menghidupkan Warisan Leluhur

Prosesi dimulai dari Joglo Pariwisata dengan kirab budaya yang meriah namun khidmat. Gunungan berisi hasil bumi, kembang setaman, dan perlambang kesuburan diarak menuju Cepuri Parangkusumo, diiringi tabuhan gamelan dan aroma dupa yang menguar bersama semilir angin laut. Iringan ini bukan hanya parade budaya, tetapi juga perjalanan batin menuju keseimbangan dengan alam semesta.

Baca Juga: Jadwal dan Cara Registrasi Ulang UTBK SNBT 2025: Lengkap dengan Dokumen yang Diperlukan

Sesampainya di Cepuri, para tetua adat dan abdi dalem dari Keraton Yogyakarta memimpin doa bersama. Dalam kesenyapan yang penuh khidmat, lantunan doa dipanjatkan untuk memohon keselamatan, kemakmuran, serta keseimbangan antara manusia dan alam.

Larung Sesaji: Simbol Keterhubungan Spiritual dengan Laut Selatan

Puncak upacara terjadi saat sesaji dilarung ke Samudra Hindia. Ombak laut seolah menerima dengan tenang persembahan yang dihantar penuh harap. Dalam tradisi ini, laut tak sekadar hamparan air asin, melainkan sosok agung yang diyakini memiliki kekuatan menjaga harmoni antara dunia fisik dan spiritual.

Larung sesaji menjadi simbol puncak relasi antara manusia dan alam—pengakuan atas kekuatan yang lebih besar, sekaligus janji untuk menjaga keseimbangan itu dengan bijak.

Pelestarian Budaya dan Edukasi Ekologis

Wakil pemerintah daerah turut hadir dan menegaskan pentingnya pelestarian upacara ini sebagai bagian dari identitas budaya Yogyakarta. Di tengah gempuran modernisasi, Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri menjadi ruang refleksi, bahwa kemajuan tidak boleh menghapus jejak kearifan lokal yang telah mengakar kuat di masyarakat.

Baca Juga: Rip Current Parangtritis Nyaris Telan Tiga Wisatawan Asal Sragen dan Karanganyar

Lebih dari sekadar atraksi budaya, upacara ini juga menjadi media edukasi ekologi: bahwa menjaga laut dan bumi adalah bentuk syukur yang paling nyata. Tak heran jika acara ini kian menarik minat wisatawan yang ingin menyelami kekayaan budaya Jawa secara langsung.

Mengikat Waktu dalam Tradisi

Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri adalah pengingat: bahwa harmoni tidak tercipta dari teknologi semata, melainkan dari hubungan yang tulus antara manusia dan alam. Di Parangtritis, tradisi ini bukan hanya warisan—ia adalah jembatan antara masa lalu, hari ini, dan masa depan yang lestari. []

Related posts