Catur Sagatra 2025: Empat Istana Mataram Islam Satukan Wellness, Budaya, dan Keteladanan

  • Whatsapp
catur sagatra
Catur Sagatra 2025 mempertemukan empat istana Mataram Islam dalam sebuah perhelatan budaya yang mengangkat tema Wellness Kalyana, Hamemayu Hayuning Bawana. (Ist)

BacaJogja – Gema gamelan mengalun wibawa memenuhi Bangsal Kepatihan pada Jumat malam (28/11/2025), membuka perhelatan agung Catur Sagatra 2025. Di pendapa bersejarah itu, empat pilar dinasti Mataram Islam—Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualaman, dan Kadipaten Mangkunegaran—bersatu dalam suasana teduh dan penuh harmoni.

Dalam semangat Catur Sagatra, “empat yang menjadi satu”, batas-batas administratif seolah melebur. Layaknya empat mata air yang mengalir ke sungai yang sama, keempat istana hadir membawa misi menjaga kejernihan peradaban dan warisan luhur yang telah dijaga lintas generasi.

Read More

Tahun ini, Catur Sagatra mengusung tema mendalam: “Wellness Kalyana, Hamemayu Hayuning Bawana”, sebuah penegasan bahwa penyembuhan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual dan emosional.

Maharsi Budaya dan Keseimbangan Lintang Gumantung

Sekretaris Daerah DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, hadir mewakili Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam sambutan yang disampaikannya, ia menegaskan bahwa Catur Sagatra bukan sekadar seremoni, melainkan maharsi budaya—cermin yang memantulkan cahaya persaudaraan empat trah Mataram Islam.

Baca Juga: Sri Sultan Minta Rekayasa Lalu Lintas Baru untuk Atasi Kemacetan Libur Nataru 2025/2026

Made membacakan pesan Gubernur yang menekankan bahwa wellness dalam pandangan Jawa adalah laku pangrakiting manah, perjalanan mengasah kebeningan batin agar hidup selaras dengan alam.

“Kesejahteraan bukan hanya perkara jasmani, tetapi keseimbangan lintang gumantung—harmoni antara raga, rasa, dan jiwa,” ujarnya.

Pandangan ini menjadi jangkar seluruh rangkaian acara, mengingatkan masyarakat bahwa kesehatan sejati lahir dari keselarasan manusia dengan dirinya sendiri, lingkungannya, dan Sang Pencipta.

Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menegaskan bahwa Catur Sagatra adalah “pendapa ilmu”, ruang untuk mempelajari kembali petuah leluhur. Beragam kegiatan pendukung seperti seminar, dialog budaya, hingga workshop macapat menjadi fondasi untuk memahami makna keseimbangan ala Jawa.

Menurut Dian, seni tradisi yang dihadirkan bukan semata hiburan, tetapi tuntunan.

“Tarian klasik adalah paduan presisi antara langkah, napas, dan rasa,” ujarnya.

Ia optimis tradisi akan terus menemukan kehidupan baru selama ada generasi yang bersedia merawatnya. Komitmen empat istana menjadi bukti pelestarian budaya Mataram Islam yang membanggakan.

Baca Juga: Pemda DIY Serahkan Bantuan Keuangan untuk Korban Banjir Sumatra, Sri Sultan: Jogja Pasti Membantu

Empat Penjuru, Satu Jiwa: Pergelaran Puncak Catur Sagatra 2025

Ketika malam mencapai puncak, Bangsal Kepatihan berubah menjadi ruang olah rasa dan olah jiwa. Masing-masing istana menghadirkan karya tari agung yang merepresentasikan filosofi wellness ala Jawa.

1. Kasunanan Surakarta – Beksan Wirya Naranata

Tarian ini memvisualisasikan kepemimpinan Sri Susuhunan Pakubuwana VI. Gerakannya menghadirkan sosok pemimpin yang tegar dan berbudi. Pesan utamanya jelas: kekuatan sejati bukan terletak pada senjata, tetapi pada kejernihan batin dan dharma suci dalam menghadapi badai kehidupan.

Baca Juga: Yogyakarta Dukung Penuh Fitur e-Audit Katalog Versi 6 untuk Cegah Korupsi Pengadaan Barang/Jasa

2. Kasultanan Yogyakarta – Beksan Lampah Jantra

Sebagai tuan rumah, Kasultanan Yogyakarta menyuguhkan karya kontemplatif. Beksan Lampah Jantra menggambarkan siklus hidup manusia—terang dan bayang, hening dan hiruk. Gerakannya menyerupai meditasi visual yang mengajak penonton kembali ke pusat kesadaran diri.

3. Kadipaten Mangkunegaran – Bedhaya Krama Jiwa

Bedhaya Krama Jiwa, yang juga dikenal sebagai Bedhaya Kumudadjiwa, melambangkan kesucian dan ketenangan teratai putih. Tarian ini mengajarkan pengendalian diri yang paripurna, laku manembah, dan pelarutan ego menjadi cinta kasih yang luhur.

4. Kadipaten Pakualaman – Beksan Pitutur Jati

Sebagai penutup, Pakualaman menghadirkan Beksan Pitutur Jati—tontonan sarat pesan moral tentang kesehatan holistik. Tarian ini menekankan kerendahan hati, ketulusan, dan kepekaan karakter sebagai fondasi kesejahteraan manusia.

Epilog: Titik Embun Peradaban

Catur Sagatra 2025 berakhir, namun resonansinya menetap. Keempat istana Mataram Islam—yang pernah melalui dinamika sejarah panjang—kini berdiri berdampingan di panggung budaya. Perbedaan gaya bukan pemisah, melainkan mozaik yang memperkaya peradaban Jawa.

Dalam harapan yang disampaikan Ni Made Dwipanti Indrayanti, perhelatan ini menjadi “titik embun yang menyegarkan”, memulihkan dahaga spiritual masyarakat modern yang merindukan keseimbangan raga, rasa, dan jiwa.

Lampu mungkin meredup dan gamelan terhenti, tetapi pesan wellness budaya Jawa akan terus bergetar, menjadi bekal kehidupan di tengah dunia yang bergerak cepat. []

Related posts