Yogyakarta – Museum Sonobudoyo diresmikan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII yang ditandai dengan Sengkala Candrasengkala yang berbunyi “Kayu Winayang Ing Brahmana Budha”. Dalam cendrasengkala tersebut memiliki arti pada tahun Jawa yakni 9 Ruwah 1866 atau bertepatan dengan tanggal 6 November 1935.
Bertepatan dengan hal itu, Hari Jadi Museum Sonobudoyo diperingati setiap 6 November. Pada tahun ini 2021, Museum Sonobudoyo genap berusia 86 tahun. Museum Sonobudoyo, kembali menggelar pameran temporer sebagai ruang eksplorasi koleksi. Sekaligus dalam mengemban misi dimana sebagai museum yang unggul dan kompetitif yang menjaga sumber daya budaya dan pelestari warisan budaya.
Baca Juga: Tugu Golong-Gilig, Karya Mangkubumi Pendiri Keraton Yogyakarta yang Tak Lagi Sama
Sekaligus sebagai peringatan hari jadi Museum Sonobudoyo yang ke 86 tahun. Gelaran pameran ini bertempat di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo Jl. Pangurakan No. 4 Yogyakarta atau sebelah Utara Alun-alun Yogyakarta.
AMEX (Annual Museum Exhibition) merupakan agenda tahunan sebagai penanda peringatan hari jadi Museum Sonobudoyo. Pameran yang digelar kali ini bertajuk “Upaboga: Ketika Makanan Bercerita”. Pameran kali ini mengusung tema besar tentang makanan. Gelaran pameran yang mengusung tema makanan kali ini, digelar sejak 6 November hingga 30 Desember 2021. Mulai buka pukul 09.00 – 21.00 WIB, dan pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk alias gratis.
Melansir dari social media Instagram @sonobudoyo, Dalam kacamata antropologi, makanan merupakan bagian dari kebudayaan sekaligus salah satu produk kebudayaan paling tua dalam sejarah peradaban manusia. Terdapat ide atau gagasan, aktivitas, dan wujud benda dalam setiap hal yang berkaitan dengan makanan, mulai dari proses produksi termasuk di dalamnya proses budidaya bahan pangan pengolahan, hingga konsumsi.
Baca Juga: Sejarah Singkat Bakpia, Oleh-oleh Khas Yogyakarta
Secara keseluruhan, pameran ini berusaha mendudukkan makanan dalam konstruksi sosio-kultural. Segala sesuatu yang terkait dengan makanan memiliki banyak sisi atau aspek untuk diceritakan. Mulai dari aspek historis; proses dan teknologi; mitos, tradisi dan kepercayaan; simbol, makna dan filosofi; nilai sosial; nilai ekonomi; etika dan estetika; hingga identitas.
“Dengan adanya pameran yang diadakan Museum Sonobudoyo, kita jadi tahu sejarah tentang makanan, alat makan, dan hal-hal berkaitan dengan makanan khas Yogyakarta. Jadi tahu makanan khas yang disukai atau sering dimakan oleh Sultan Hamengkubuwono. Apalagi kansaya bukan asli orang kelahiran Jogja, dengan begitu jadi tahu sejarah Jogja. Namun yang disayangkan, pameran kali ini sepi peminat padahal bagus untuk pengetahuan apalagi bagi pelajar dan mahasiswa,” Ucap Ria salah satu pengunjung Pameran yang digelar Museum Sonobudoyo.
Saat memasuki Gedung, mata kita langsung disuguhi tulisan cerita Upaboga : Ketika makanan bercerita dan semacam poster pameran. Diruang selanjutnya, akan disuguhi pemandangan aneka ragam arca dan cerita sejarahnya. Serta ada buku yang berisi tulisan sansekerta.
Di ruang selanjutnya, akan diperlihatkan berbagai macam bumbu masakan yang diletakan di atas cobek serta dipajang di dinding. Ada juga berbagai macam rempah yang diletakan di toples bening serta dipajang di dinding. Selain itu juga ada gambar beraneka ragam kuliner khas Yogyakarta, yang ditempel didinding.
Baca Juga: Mengenal Ragam Tumpeng dalam Masyarakat Jawa, Sejarah dan Filosofinya
Di ruang berikutnya, terdapat berbagai macam patung arca, seperti Arca Sri yang terbuat dari bahan perunggu serta sejak abad 9-10 Masehi. Ada juga Loro Blonyo, yang merupakan wujud penggambaran figur Sri dan Sadana. Merupakan wujud oposisi biner berupa figure pengantin laki-laki dan perempuan.
Dalam kultur Jawa, merupakan simbol kesuburan dan kemakmuran. Serta ada buku sansekerta yang dipajang dalam sebuah Akuarium kaca. Memasuki ruang berikutnya, kita akan melihat penampilkan wujud tanaman padi yang ditanam secara langsung di tanah. Dan uniknya lagi, tanaman padi tersebut di dalam ruangan.
Selain itu, ada alat produksi yang berkaitan dengan pengolahan padi. Seperti lumbung, cepon, tempat padi yang sudah diarit, tungku perapian, ada juga miniature kerbau pembajak sawah, serta lukisan-lukisan indah disana.
Lanjut diruang berikutnya, ada berbagai macam pameran bentuk tumpeng. Dengan bentuk yang unik serta dengan makna yang berbeda-beda. Ada tumpeng Gundhul, Tumpeng Duplak, Tumpeng Robyong Gundhul dan berbagai macam tumpeng lainnya. Dan di ruang sebelahnya lagi menampilkan berbagai macam makanan ringan atau jajan khas Yogyakarta. Seperti Adrem, Songgobuwono, Madumongso, Jadah Manten dan makanan khas lainnya.
Baca Juga: Pasar Opo Sanden, Destinasi Wisata Kuliner Tradisional Khas Bantul Yogyakarta
Tidak hanya itu, ada pameran berupa peralatan makanan yang terbuat dari kuningan, perak dan tanah liat. Unik lagi, ada pertunjukan sebuah lukisan indah yang dimana kita bisa melihat lewat tampilan cahaya LCD yang diarahkan ke lukisan tersebut. Karena ruang pertunjukan didesain gelap, jadi tanpa cahaya LCD pengunjung tidak akan bisa melihat hasil lukisan tersebut.
Pameran kali ini digelar secara unik dan rapi, di depan Gedung Museum juga menampilkan patung yang menunjukkan berbagai macam makanan jadi satu. Diharapkan dengan pameran kali ini, bisa menambah pengetahuan dan sejarah bagi para pengunjung. Apalagi untuk pelajar dan mahasiswa, sangat penting bagi mereka untuk menambah wawasan dan pengetahuan. []
Syarifatun, Mahasiswi program studi Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta