BacaJogja – Dikutip dari situs Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa.
G20 merupakan representasi lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Baca Juga: Dosen Prihatin Musisi Konser Orkestra di ISI Yogyakarta Sedikit
G20 pada awalnya bernama G7, dibentuk secara resmi pada tanggal 26 September 1999 untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait isu global khususnya dibidang ekonomi. Namun hal tersebut dinilai tidak berhasil sehingga organisasi ini berubah nama menjadi G20 agar dapat mencakup lebih banyak negara–negara yang masih berpendapatan menengah hingga negara – negara yang sudah berpendapatan tinggi.
Sama halnya seperti pada saat pembentukan perdana G7, G20 juga membentuk sebuah wadah kebudayaan internasional perdananya pada tanggal 12 September 2022 yang bernama G20 Orchestra.
Hal tersebut merupakan suatu kebanggaan dan langkah awal yang baik bagi Indonesia untuk mengangkat citra berbagai bangsa melalui unsur kebudayaan. G20 Orchestra dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim. Beliau mempercayakan seluruh kegiatan kebudayaan ini agar selanjutnya dapat dipimpin oleh salah satu musisi, komposer dan pianist ternama Indonesia, Ananda Sukarlan.
Baca Juga: Jangan Lupa, Nanti Malam Konser Kamardikan Yogyakarta Royal Orchestra
G20 Orchestra membawakan bermacam macam karya musik, diantaranya The Voyage To Marege yang merupakan sebuah karya musik ciptaan Ananda Sukarlan atas permintaan Duta Besar Australia untuk Indonesia sebagai hadiah Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke–72.
Karya ini adalah bentuk interpretasi Ananda Sukarlan dari hubungan baik antara orang Indonesia khususnya orang Makasar dengan orang Australia yang diceritakan dalam karya sastra tulis berjudul Voyage to Marege’: Macassan Trepangers in Northern Australia, ditulis oleh C. C. Macknight. Selanjutnya adalah Arrival Of Islam yang mengumandangkan melodi adzan dengan berbagai instrumen yang saling bersuara satu sama lain hingga kumandang adzan diakhiri oleh keseluruhan orchestra lalu kembali ke The Voyage To Marege.
G20 Orchestra membawakan karya kedua berjudul A Child Of Our Time yang merupakan oratorio sekuler ciptaan Sir Michael Tippett, komposer asal Britania Raya. Karya ini adalah hasil dari perenungan Tippett mengenai kemunduran ekonomi & pengangguran meluas di daerah Inggris Utara pada tahun 1930-an.
Selain itu, Tippett menyadari akan lahirnya nazisme di daerah Eropa Tengah dan stalinisme di daerah Rusia menciptakan konsekuensi yang sangat mengerikan bagi masyarakat. Seperti contoh peristiwa pembunuhan Diplomat Jerman oleh pemuda Yahudi Polandia akibat dari penganiayaan kaum Yahudi oleh
Nazi.
Baca Juga: Harapan Sri Sultan HB X setelah Keraton Yogyakarta Meluncurkan Jogja Royal Orchestra
Terdapat 30 bagian dalam oratorio sekuler tersebut dan dipilih 4 bagian yang merepresentasikan identitas dari G20 yaitu bagian II. “Man Has Measured The Heavens”, IV “I Have No Money For My Bread”, VII. “How Can I Cherish My Man In Such Days ?”, VIII. “Steal Away”. Karya ini dibawakan oleh Vocalist Mariska Setiawan pada bagian ke II, Nick Lukas pada bagian ke IV, Pepita Salim pada bagian ke VII, & Pepita Salim, Mariska
Setiawan, Nick Lukas, serta Kadek Ari Ananda pada bagian ke VIII.
G20 Orchestra membawakan karya ketiga berjudul Piano Concerto No. 4 in B Flat Major “For The Left Hand”, Op 53 yang merupakan karya musik piano concerto ciptaan Sergei Prokofiev, komposer asal Rusia. Karya ini diciptakan oleh Sergei Prokofiev atas permintaan dari seorang pianist Austria bernama Paul Wittgenstein yang telah kehilangan tangan kanannya akibat perang antara Austria dengan Rusia.
Baca Juga: Keraton Yogyakarta Konser Hari Pahlawan Nasional 2022, Tiket Cuma Rp8.000
Pemerintah Austria memutuskan agar seluruh masyarakat mengabdi dalam perang melawan Rusia sehingga Paul Wittgenstein pun harus ikut serta dalam perang tersebut meskipun baginya, rakyat Rusia bukanlah musuhnya. Setelah perang berakhir, Paul Wittgenstein kehilangan tangan kanannya namun Ia tetap ingin dilihat sebagai seorang pianist.
Hal tersebut yang membuatnya mengajukan pembuatan karya piano concerto untuk tangan kiri kepada salah satu komposer besar Rusia, Sergei Prokofiev. Itulah alasan mengapa karya ini dijuluki sebagai Piano Concerto For The Left Hand. Karya ini dibawakan oleh pianist Calvin Abdiel Tambunan.
Baca Juga: Daftar Event Karnaval, Pameran, Konser Musik Akhir Pekan di Yogyakarta
Karya keempat hingga kedelapan merupakan Aria dari berbagai negara seperti Gioachino Rossini (Italy) : Cat Duet yang dinyanyikan oleh Mariska Setiawan, Pepita Salim, serta Ananda Sukarlan sebagai pianist. Carlos Gardel (Argentina) : Tango “Por Una Cabeza” yang dinyanyikan oleh Kadek Ari Ananda. Jacques Offenbach (France) : Barcarolle (From The Tales of Hoffmann) yang dinyanyikan oleh Mariska Setiawan, Pepita Salim. Leonard Bernstein (USA) : Make Our Garden Grow (From Candide) yang dinyanyikan oleh Pepita Salim, Mariska Setiawan, Nick Lukas, serta Kadek Ari Ananda.
Sebagian besar karya yang diperdengarkan pada acara G20 Orchestra ini dipilih secara langsung oleh Pak Ananda Sukarlan yang mempunyai misi untuk menyebarkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika, gender keberagaman, gerakan anti kekerasan, dukungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas, dan persatuan negara-negara G20 dalam semangat “Recover Together, Recover Stronger.” Selanjutnya, event G20 Orchestra akan dilanjutkan tahun depan pada saat G20 Presidency of India. []
Artikel ditulis oleh Radu Ginting, Mahasiswa Program Studi Seni Musik Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta sekaligus sebagai Committee Crew G20 Orchestra