Menyelamatkan Warisan Budaya: Sawah dan Tradisi Wiwitan dalam Kepungan Modernitas Kota Jogja

  • Whatsapp
tradisi wiwitan kota jogja
Jajaran Kelurahan Wirogunan dan Kemantren Mergangsan panen padi dalam upacara tradisi wiwitan di Kota Yogyakarta (Foto: Pemkot Jogja)

BacaJogja – Di tengah hiruk-pikuk Kota Yogyakarta yang terus berkembang, ada sebuah keajaiban yang terjaga dengan baik—sawah di tengah kota yang menghidupi tradisi wiwitan.

Pada Selasa, 6 Agustus 2024, masyarakat Wirogunan, bersama Kelurahan Wirogunan dan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, menggelar upacara panen padi yang sarat makna.

Read More

Umroh akhir tahun

Kegiatan ini bukan hanya merupakan bentuk syukur atas hasil bumi, tetapi juga upaya melestarikan tradisi wiwitan yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat.

Baca Juga: Kisah Mbah Sarno Gunungkidul, Pejuang Sukarela Menerima Sentuhan Kemanusiaan di Usia Senja

Upacara wiwitan dimulai dengan doa bersama, diikuti dengan potong tumpeng nasi, atau sego wiwit, yang terdiri dari nasi putih, sayur gudangan, daging ayam ingkung, dan telur.

Prosesi ini dilanjutkan dengan panen padi secara simbolis oleh Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, bersama jajaran Kemantren Mergangsan dan Kelurahan Wirogunan.

tradisi wiwitan jogja
Lurah Wirogunan Siti Mahmudah menerima tumpeng nasi wiwit dari Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sugeng Purwanto (Foto: Pemkot Jogja)

Sugeng Purwanto menjelaskan, “Tradisi wiwitan adalah bentuk penghormatan kita kepada alam dan Tuhan atas segala rejeki yang diberikan. Ini adalah ungkapan rasa terima kasih kita melalui hasil panen yang melimpah.”

Baca Juga: Festival Tari Konservasi Ramayana 2024: Perayaan Seni yang Menawan di Yogyakarta

Di tengah kota yang semakin padat, lahan sawah seluas 3,8 hektare di Wirogunan ini menjadi oasis yang mempesona. Dikelola oleh kelompok Tani Rahayu dan milik Sis Prianto Widodo, sawah ini tidak hanya menyuplai kebutuhan pangan lokal tetapi juga menjadi simbol keberhasilan pelestarian lahan pertanian di area urban.

Sugeng Purwanto juga menambahkan bahwa pelestarian sawah ini bisa menjadi aset agrowisata yang potensial, dan memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat, terutama UMKM dan kelompok wanita tani.

Baca Juga:

“Lahan sawah ini adalah bagian penting dari identitas kota. Jika dikelola dengan baik, bisa menjadi daya tarik wisata dan meningkatkan ekonomi lokal,” ujarnya.

Lurah Wirogunan, Siti Mahmudah Setyaningsih, menyatakan bahwa ini adalah kali kedua tradisi wiwitan diadakan dan tahun ini mendapat dukungan dana dari Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Tema tahun ini adalah “Manunggaling Cipta, Rasa, dan Karsa,” yang menggambarkan perpaduan antara kreativitas, perasaan, dan usaha dalam melestarikan budaya Jawa.

wiwitan jogja
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sugeng Purwanto mengawali panen padi dalam upacara tradisi wiwitan di wilayah Kelurahan Wirogunan (Foto: Pemkot Jogja)

Sudarno, Wakil Ketua Kelompok Tani Wirogunan, menambahkan bahwa pengelolaan sawah di perkotaan tidak tanpa tantangan. Kendala seperti burung yang memakan padi dan kesulitan mencari tenaga kerja sering menjadi masalah.

Meski demikian, tradisi wiwitan ini tetap disambut hangat sebagai cara untuk menjaga budaya sekaligus menghasilkan beras berkualitas yang disukai masyarakat.

Baca Juga: SSB Bangunharjo Bantul Menembus Batas, Siap Unjuk Taji di Turnamen Sepak Bola Semarang

“Setahun tiga kali kami melakukan panen. Irigasi yang lancar dan tanah yang subur memungkinkan kami untuk terus menanam padi. Hasil panen kami jual ke masyarakat, dan mereka senang karena beras yang mereka konsumsi adalah hasil panen sendiri,” kata Sudarno.

Dengan keberadaan sawah di tengah kota dan pelaksanaan tradisi wiwitan yang terus dilestarikan, Wirogunan menunjukkan bahwa di tengah kemajuan urbanisasi, ada ruang untuk menghargai dan merawat warisan budaya serta lingkungan.

Ini adalah contoh bagaimana tradisi dan modernitas dapat berjalan seiring, memberikan manfaat bagi masyarakat dan kota secara keseluruhan. []

Related posts