Bacajogja – Para santri di berbagai pondok pesantren memang punya kebiasaan unik, pergi ke pantai atau ke pegunungan dan bahkan naik gunung sebagai bentuk tadabbur alam. Kebiasaan ini hampir sering dilakukan saat liburan atau ketika memanfaatkan waktu senggang.
Begitu pun dengan Awang Bagus Ratmoyo anak pertama dari empat bersaudara pasangan Sutris dan Lilis, warga Bintara Wetan Sri Mulyo Piyungan Bantul.
Dengan mata masih berkaca kaca Sutris bercerita bahwa anaknya Awang baru beberapa minggu masuk ke SMK Negeri 3 Yogyakarta. Sebelumnya Awang bersekolah di SD IT Al Muti’in dan melanjutkan ke Pondok Nurul Umah Kotagede.
Baca Juga: Giliran PKB Bantul Laporkan Lukman Edy ke Polisi soal Dugaan Ujaran Kebencian
“Sebetulnya mas awang pengin melanjutkan mondok, tapi entah kenapa tiba tiba pengin sekolah di SMK mengikuti beberapa temannya,” kata Sutris sembari bercerita kebangaanya sewaktu di SD, Awang telah hafal Alquran juz 30 kemudian tambah beberapa juz saat mondok.
Ketika masih mondok dulu, Awang memang suka banget bertadabur alam, kalau nggak ke pantai atau pegunungan. Bahkan, lanjut Sutris, Jumat, 9 Agustus 2024 Awang bersih bersih rumah, mencuci bajunya, membersihkan secara khusus kamarnya dan menyiram halaman rumah.
“Kemudian setelah selesai bersih bersih, dia bercerita jikalau mau menikmati liburan ke pantai bersama teman, tetapi tidak tahunya mengubah tujuan ke Dieng ingin menikmati sunrise dan cuaca di sana,” Kenang Pak Sutris.
Baca Juga: Teras Pitulasan, Event Seru Perayaan HUT RI ke-79 di Teras Malioboro 1 Yogyakarta
“Mereka berangkat naik nomor Sabtu dini hari dan subuh masih bercerita indahnya susana Dieng dan bahkan jam 10 pagi hari Sabtu masih meng-upload status di sosmed, tiba tiba siang harinya dikhabarkan terjadi kecelakaan tunggal motor yang dikendarai temannya menabrak pohon di sekitar Tempel Sleman,” cerita Sutris.
Dalam kecelakaan tersebut Awang posisinya diboncengkan. Sahabat Awang diduga mengantuk dan sepertinya meninggal. Awang meninggal di perjalanan ketika dilakukan pertolongan darurat atau di rumah sakit sebab masih ada tanda tanda bekas dipasangi pemacu jantung dan pelipis dijahit.
Sutris mengaku ikhlas dengan meninggalnya ada mbarepnya, terlebih dia telah memaksimalkan pendidikan bagi Awang anaknya sampai mondok selama 3 tahun dan semestinya berlanjut. Bahkan beberapa minggu ini, dia antar anaknya ke sekolah di sekitaran Jetis Yogyakarta.
Baca Juga: Sejumlah Pejabat Penting di Polres Kulon Progo Diganti, Ini Daftarnya
Setiap pagi dia antar sembari berbincang banyak hal kenangan saat mondok dan tentang cita cita mulianya yang ingin menjadi ahli teknik tetapi santri syukur menjadi kyai.
Takdir berkata lain, saat ini Awang telah tiada. Saat musibah kecelakaan tunggal kemarin nyawanya terenggut, bahkan HP dan dompetnya juga belum ditemukan, kemungkinan diambil orang.
Pihak Satlantas Polres Sleman yang menginfokan awal sebelumnya kesulitan mencari identitas korban tetapi berkat STNK yang ada di motor akhirnya terlacak tentang identitas korban.
Baca Juga: Malam Penuh Berkah, Ershi Community Rayakan 23 Tahun dengan Shalawatan dan Istighasah di Kulon Progo
Supriyadi, seorang pelayat di rumah duka mengatakan, santri memang memiliki kebiasaan bertadabur alam, pergi ke pantai dan pegunungan sejuk bahkan manjat gunung berapi. “Santri memang unik, dan sangat biasa menikmati alam dalam rangka mendekatkan kepada illahirobbi,” katanya.
Tapi siapa pun santri harus menjaga diri, jangan berenang melawan arus jikalau tidak jago renang dan berhentilah berkendara jikalau mata tak lagi kuat menjaga kantuk saat berkendara.
Selamat jalan Awang, semoga mondokmu berlanjut di alam kubur dalam kesejukan. []