BacaJogja – Bagi mahasiswa yang berasal dari luar Yogyakarta, cuma punya dua pilihan untuk tempat tinggal, ngekos atau ngontrak. Terkhusus mahasiswa yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pastinya tidak asing dengan wilayah sekitar UMY. Mulai dari Jalan Ringroad, gang sekitar, hingga warmindo. Terkecuali bagi mahasiswa baru yang masih mencari tempat tinggal. Biasanya yang dicari adalah kos sebagai tempat tinggal pertama.
Ketika perkuliahan dimulai, mahasiswa baru biasanya akan berkenalan dengan rekan kelas dan jurusannya. Di sini, perjalanan baru dimulai. Semester awal dihiasi dengan keceriaan dan teman yang banyak, lama kelamaan menjadi solid. Mulai dari sekedar mengunjungi kos teman yang kemudian menjadi kebiasaan.
Singkatnya adalah mereka berkenalan, menjalin pertemanan, dan menjadi teman setongkrongan. Ini adalah kisah mahasiswa yang berasal dari luar Jogja, dari ngekos hingga ngontrak bareng teman-temannya.
Baca Juga: Ngopi Santai di Pinggir Jalan, Kisah Dafa Roihan dan Street Coffee ‘Streetman.yk’
Memasuki semester 4 Gusma (22) seorang mahasiswa asal pulau Kalimantan di salah satu fakultas di UMY memilih untuk ngontrak dengan teman-temannya. Kebetulan mereka adalah rekan sekelas sejak semester 1. Pilihan untuk ngontrak memang menjadi opsi utama kala itu. Awalnya mereka sering berkumpul di satu kos, namun saking asiknya, takut membuat tetangga risih.
Gusma dan teman-temannya memutuskan untuk mencari kontrakan. “Dari semester sebelumnya karena sering main bareng, ke mana-mana bareng jadinya kita ngerasa solid, akhirnya coba-coba untuk mencari kontrakan sekitar UMY,” tutur Gusma, pada Senin, 12 Agustus 2024.
Dahulu mereka pernah ngontrak di daerah Wirobrajan. Kurang lebih selama 1 tahun, kemudian mereka memutuskan untuk mencari kontrakan yang lebih dekat dengan kampus. Saat ini mereka tinggal di sebuah kontrakan di daerah Gamping, tepatnya utara UMY.
Baca Juga: Rektor UWM Yogyakarta: Kolaborasi Global Kunci Sukses Siswa dan Guru di Era Modern
Sebuah kompleks perumahan elite yang dijaga 24 jam oleh petugas security setempat. Tempatnya pun cukup strategis, 1 pintu utama langsung ke ringroad, dan satunya lagi pintu belakang menuju area kampus.
Kompleks tersebut dihuni banyak keluarga, ada juga yang ditempati ketika balik kampung. Selain itu, tak jarang rumah kosong lainnya disewakan. Salah satu targetnya adalah mahasiswa yang mau ngontrak. Beberapa rumah ada yang masih kosong, ada pula yang sudah diisi mahasiswa. Dengan pengamanan yang cukup ketat, mereka tidak perlu takut atau khawatir. “Justru merasa lebih aman,” kelakarnya.
Motif bisnis menjadi salah satu alasan mengapa banyak rumah di kompleks tersebut disewakan. Harga sewanya pun beragam, mulai dari 30 juta hingga 50 juta per tahunnya. Tergantung dari jumlah kamar dan fasilitas yang ditawarkan. Jika menyewa rumah di kompleks tersebut, harga tinggal dibagi ke jumlah orang yang ikut ngontrak.
Baca Juga: Sejumlah Pejabat Penting di Polres Kulon Progo Diganti, Ini Daftarnya
Kehidupan selama ngontrak bisa dikatakan lebih solid. Rasa solidaritas itu bisa tergambarkan ketika pergi makan bareng, jalan-jalan bareng, sampe sambat bareng. Nikmatnya lagi ketika ngontrak, barang-barang bisa dipakai secara bersamaan. Iuran untuk membeli peralatan masak, sayur, dan beras menjadi kebutuhan yang bisa digunakan secara bersama-sama juga.
“Enaknya ngontrak juga kalo ada kerja kelompok bisa dikerjain di sini, nggak perlu di kafe atau bingung mau kerjain di mana,” tutur Gusma mengenai suka dan duka kehidupan ngontrak. Ngontrak justru malah membuat mereka bekerja jauh lebih ringan, apa-apa bisa dikerjakan secara bersama. Dukanya malah hampir tidak terasa saking mereka menikmati kehidupan ngontrak bersama teman-teman lainnya. []
Artikel Kiriman Muhammad Surya Kukuh
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UMY