BacaJogja – Sektor pariwisata terus menjadi motor penggerak utama ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kontribusinya bahkan mencapai sekitar 34 persen dari total output ekonomi regional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, di balik capaian positif tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai perlunya transformasi besar agar pariwisata DIY mampu menghadapi tantangan masa depan.
“Sektor pariwisata tidak hanya menyumbang pendapatan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, menggerakkan UMKM, dan memperkuat identitas budaya kita. Untuk itu, DIY membutuhkan transformasi pariwisata yang lebih adaptif, inklusif, dan berkelanjutan,” ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X saat membuka Rapat Koordinasi Pengendalian (Rakordal) Pembangunan Daerah Triwulan III Tahun 2025 di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (30/10).
Menurut Sri Sultan, transformasi pariwisata tidak cukup dilakukan dengan menambah destinasi baru. Yang lebih penting adalah membangun sistem kepariwisataan yang tangguh terhadap krisis, ramah lingkungan, inklusif bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, serta berbasis budaya dan kearifan lokal.
Baca Juga: Lawang Sewu Cosplay Carnival 2025: Sentuhan Pop Culture di Tengah Keanggunan Heritage Semarang
“Ke depan, kita harus mengembangkan pariwisata yang terintegrasi dengan ekonomi kreatif, memanfaatkan teknologi digital di semua lini, serta mendorong pariwisata hijau untuk menjaga lingkungan. Jika transformasi ini berjalan baik, DIY akan tampil sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia yang unggul dalam budaya, pendidikan, dan inovasi,” tutur Sri Sultan.
Pariwisata DIY Tumbuh Positif, Tapi Perlu Arah Baru
Rakordal yang mengangkat tema “Transformasi Pariwisata DIY untuk Mendukung Perekonomian Daerah” ini menegaskan bahwa sektor pariwisata DIY masih menjadi tulang punggung ekonomi. Berdasarkan data, selama Januari–Desember 2024 tercatat 38 juta kunjungan wisatawan, sementara pada Januari–Agustus 2025 meningkat 8,17 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sri Sultan menilai, keunggulan pariwisata DIY terletak pada wisata berbasis budaya dan kearifan lokal. Namun, ia menekankan bahwa transformasi hanya bisa diwujudkan melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, dan masyarakat.
Baca Juga: Yogyakarta Raih Penghargaan Adibahasa 2025, Bukti Konsistensi Memartabatkan Bahasa Indonesia
“Rakordal bukan hanya forum evaluasi, tetapi juga ruang konsolidasi. Langkah bersama ini diharapkan memastikan pariwisata benar-benar menjadi penopang utama perekonomian daerah yang berkualitas, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Ekonomi DIY Tumbuh Stabil, Tantangan Inflasi Perlu Diwaspadai
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi makro DIY mencapai 5,3 persen, lebih tinggi dibanding semester pertama tahun 2024. Meski demikian, ia mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap tren inflasi yang mulai meningkat pada pertengahan tahun.
“Tren kenaikan inflasi harus diwaspadai agar tidak mengganggu kestabilan ekonomi dan daya beli masyarakat,” kata Made.
Dari sisi pariwisata, Made menjelaskan bahwa hingga Agustus 2025, jumlah wisatawan mancanegara meningkat dengan dominasi asal Malaysia, Italia, dan Singapura. Namun jika dibandingkan periode Januari–Agustus 2024, jumlah kunjungan masih turun 7,36 persen.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan: 2.500 Kasus Kecelakaan Kerja per Hari, Fokus Bangun Budaya K3 Nasional
Arah Baru Menuju 2045: Pariwisata DIY yang Berkelanjutan dan Inklusif
Lebih lanjut, Made menjelaskan arah transformasi pariwisata DIY ke depan, yaitu menuju pariwisata berkualitas, berdaya saing internasional, inklusif, dan berkelanjutan. Arah tersebut selaras dengan visi pembangunan jangka panjang DIY hingga 2045 — Maju, Sejahtera, dan Berkelanjutan, Dijiwai Kebudayaan dan Keistimewaan.
“Upaya ini mencakup pembangunan destinasi budaya berkelanjutan, penguatan industri dan kelembagaan pariwisata, serta pengembangan SDM dan pemasaran inovatif. Semua dilakukan melalui empat tahap pembangunan sejak 2026 hingga 2045, dengan fokus pada optimalisasi tujuh kawasan strategis pariwisata daerah,” jelasnya.
Ketujuh kawasan strategis tersebut meliputi:
- Kawasan Gunung Merapi
- Kawasan Prambanan–Shiva Plateau
- Kawasan Sumbu Filosofi
- Kawasan Poros Mataram
- Geopark Gunung Sewu
- Kawasan Pantai Selatan
- Kawasan Perbukitan Menoreh
Rakordal turut menghadirkan dua narasumber, yakni Sigit Pramono Suroyo, pegiat seni dan budaya, serta Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D., akademisi bidang arsitektur dan pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM), yang memberikan pandangan mengenai strategi penguatan budaya dan tata ruang berkelanjutan dalam pembangunan pariwisata DIY.
Dengan semangat kolaborasi dan arah transformasi yang jelas, DIY menatap masa depan pariwisata yang tangguh, hijau, dan berkelas dunia — tanpa meninggalkan akar budaya dan keistimewaannya. []
 
									
 
													




