Tradisi Mitoni: Cara Yogyakarta Satukan Budaya dan Edukasi Ibu Hamil untuk Cegah Stunting

  • Whatsapp
tradisi mitoni
Pemkot Yogyakarta mengintegrasikan tradisi Mitoni dengan edukasi kesehatan ibu hamil untuk menekan angka stunting. (Pemkot Jogja)

BacaJogja – Di Grha Pandawa, Kompleks Balai Kota Yogyakarta, suasana Kamis pagi (13/11) itu berbeda. Lantunan doa, wewangian bunga, dan rangkaian prosesi adat menyatu dalam suasana hangat penuh makna. Pemerintah Kota Yogyakarta menggelar Pendampingan dan Fasilitasi bagi Ibu Hamil dan Pasca Salin melalui Kearifan Budaya Lokal Mitoni—sebuah upaya inovatif yang menggabungkan tradisi Jawa dengan edukasi kesehatan untuk mencegah stunting.

Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menjadi salah satu tokoh yang paling antusias menyambut pendekatan humanis ini. Ia memuji cara Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mengemas edukasi kesehatan ke dalam prosesi adat yang akrab bagi masyarakat.

Read More

“Kegiatan seperti ini seharusnya bisa menjadi lebih besar. Selain menjadi sarana edukasi, Mitoni bisa menjadi daya tarik wisata budaya. Tamu undangan, masyarakat, bahkan wisatawan bisa belajar pentingnya penanganan stunting lewat tradisi,” ujar Wawan.

Baca Juga: Pentas Budaya dan Pengajian Akbar Warnai Puncak Hari Santri Nasional 2025 di Bantul

Ubah Mindset, Mulai dari Sebelum Menikah

Wawan menegaskan bahwa persoalan stunting bukan hanya soal gizi. Lebih dalam lagi, ini menyangkut kesiapan dan kesadaran sejak masa pranikah.

“Kalau orang yang akan menikah sudah punya kesadaran mempersiapkan kehidupan dengan baik, saya yakin stunting tidak akan terjadi di Yogyakarta. Pendekatannya harus sedikit berbeda, harus out of the box,” ucapnya.

Wawan juga menyoroti pentingnya kolaborasi seluruh elemen, mulai dari kader, tenaga kesehatan, hingga perangkat daerah. Semua kekuatan yang ada, katanya, perlu “dijahit” menjadi satu energi besar untuk memastikan dampak nyata di masyarakat.

Sebagai bentuk simbolis dukungan, ia ikut memimpin prosesi mitoni. Wawan meracik air dari tujuh sumur lalu menyiramkan air tersebut kepada ibu hamil—ritual yang sarat doa keselamatan bagi ibu dan calon bayi.

Budaya Sebagai Pintu Masuk Edukasi Kesehatan

Setelah prosesi budaya, acara berlanjut dengan talkshow menghadirkan dua narasumber:

  • Dhani Dananjaya, budayawan yang mengulas filosofi Mitoni
  • dr. Fauzan Achmad Maliki, SpOG yang memaparkan edukasi tentang kehamilan sehat

Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, menjelaskan bahwa pendekatan budaya ini terbukti efektif menarik minat masyarakat.

“Edukasi lewat selebaran atau media sosial kadang kurang menarik. Mitoni memiliki korelasi erat dengan perawatan ibu hamil. Budaya ini mengajarkan bagaimana ibu harus dijaga kesehatannya, didampingi keluarga, dan dipersiapkan agar bayi lahir sehat,” jelasnya.

Baca Juga: Viral Aksi Curang Penjual Ikan di Pantai Ngrenehan Gunungkidul, Lurah Kanigoro: Sudah Kami Berhentikan!

Ia juga menyampaikan perkembangan angka stunting di Kota Yogyakarta:

  • 14,8 persen (Survei Kemenkes 2024)
  • 9,7 persen (Data e-PPGBM Dinas Kesehatan per Oktober 2025)

Penurunan ini menjadi optimisme besar, namun Pemkot menargetkan angka yang lebih ambisius: di bawah 5 persen.

“Dengan 495 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang aktif, saya yakin target ini bisa dicapai. Kami juga memperkuat intervensi gizi, termasuk pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK dan balita berisiko stunting,” tambahnya.

Baca Juga: Kerabat Korban Kecelakaan hingga Meninggal di Sleman Cari Penabrak untuk Urus Klaim Jasa Raharja

Mitoni dan Pesan Gizi yang Tersirat

dr. Fauzan menyebut bahwa prosesi mitoni memiliki makna edukatif yang sangat relevan dalam konteks kesehatan ibu hamil.

“Dalam tradisi Mitoni ada tumpeng, rujak, dan dawet. Itu sebenarnya simbol gizi seimbang. Tumpeng berisi sayuran dan protein, rujak berisi buah-buahan. Budaya mengajarkan pentingnya makanan bergizi,” katanya.

Ia juga menegaskan pentingnya:

  • konsumsi makanan seimbang,
  • pemenuhan protein,
  • serta konsumsi tablet tambah darah untuk mencegah anemia, salah satu penyebab risiko stunting.

“Budaya ternyata bisa berkolaborasi erat dengan dunia kesehatan untuk menyiapkan generasi yang sehat,” ujarnya.

Di akhir acara, para pesertapun tampak antusias mengikuti rangkaian sosialisasi dan pendampingan. Budaya yang diwariskan turun-temurun kini mendapat peran baru: menjadi pintu masuk edukasi kesehatan yang lebih ramah dan mudah diterima masyarakat. []

Related posts