BacaJogja – Istilah ‘ngelaju’ tentu tidak asing bagi masyarakat asli Jogja. Ngelaju biasanya merujuk pada pekerja atau mahasiswa yang harus menempuh jarak cukup jauh untuk mencapai tujuan, namun masih dalam jangkauan perjalanan sehari-hari. Waktu tempuh yang lama sering kali menjadi kendala, memaksa mereka berangkat pagi-pagi untuk menghindari kemacetan dan pulang saat hari sudah sore, atau bahkan malam.
Di Jogja, mayoritas mahasiswa adalah penduduk asli. Namun, banyak dari mereka yang memilih tinggal di kos meski berasal dari Jogja. Meski begitu, tidak sedikit yang memutuskan untuk ngelaju dengan berbagai alasan. Ngelaju memang melelahkan, menguras waktu dan energi hanya untuk mencapai tempat tujuan.
Baca Juga: Pendukung Titip Aspirasi ke PKS DIY agar DPP Tetap Usung Anies Baswedan di Pilgub Jakarta
Yasmin (23), seorang mahasiswa semester akhir di UMY asal Sanden, Bantul, adalah salah satu di antaranya. Selama lebih dari 3 tahun, ia menjalani rutinitas pulang-pergi dari rumahnya ke kampus UMY. Setiap hari, Yasmin melintasi jalan Ringroad, menghadapi panas terik dan polusi kemacetan, serta terkadang harus terburu-buru agar tidak terlambat.
Yasmin memilih untuk ngelaju karena jarak dari rumah ke kampus masih terjangkau, dan ia aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi di kampus. Biasanya, kuliah dimulai pagi hingga sore, tergantung jadwal. Setelah itu, Yasmin melanjutkan dengan kegiatan organisasi. Meski perjalanan panjang dan melelahkan, Yasmin tetap menikmatinya. “Sudah jadi kebiasaan, jadi nggak terlalu capek lagi,” ujarnya pada Rabu, 15 Agustus 2024.
Baca Juga: Ngopi Santai di Pinggir Jalan, Kisah Dafa Roihan dan Street Coffee ‘Streetman.yk’
Menurut Yasmin, pandangan sebagian orang tentang ngelaju di Jogja cukup berlebihan. Area Jogja tidak terlalu luas dan masih dapat dijangkau dengan mudah, sehingga banyak orang Jogja memilih untuk ngelaju. Jarak rumah Yasmin ke kampus sekitar 40 menit, belum termasuk persiapan dan macetnya perjalanan. Tapi, karena sudah terbiasa, perjalanan terasa lebih nyaman dan singkat.
“Kalau berangkat pagi, biasanya ada anak-anak yang pergi ke sekolah atau bertemu orang yang berangkat kerja di jalan,” tambahnya. Motivasi Yasmin untuk menikmati perjalanan didorong oleh keinginan untuk tetap dekat dengan keluarganya. Jika memilih tinggal di kos, ia belum tentu bisa bertemu keluarga setiap hari.
Baca Juga: Jelajahi Yogyakarta dengan Trans Jogja: Rute, Tarif, dan Fasilitas yang Memanjakan Penumpang
“Setelah pulang dari kampus atau kegiatan organisasi, rasanya recharge, walaupun capek, setelah ketemu keluarga energi jadi nambah lagi,” ungkap Yasmin mengenai suka duka menjadi penglaju.
Perjalanan yang panjang sering kali membutuhkan persiapan ekstra. Tak jarang Yasmin mengalami momen ‘lupa barang’, bahkan ketika sudah setengah jalan. “Kalau barangnya penting, pasti balik, tapi kalau nggak, ya dibiarkan saja,” ucapnya. Aktivitas padat sepanjang hari, ditambah keharusan melanjutkan kegiatan esok hari, memang menguras energi dan kadang merugikan diri sendiri.
Baca Juga: 209 Lulusan SMA Muhi Yogyakarta Tembus PTN, 72 di Antaranya Kuliah di UGM
“Kalau bangun kesiangan terus sampai kampus telat, itu susah juga, apalagi kalau dosennya nggak kasih izin masuk,” ujar Yasmin tentang pengalaman bangun kesiangan.
Meski perjalanan ngelaju penuh suka duka, Yasmin tetap menikmatinya. Pandangan bahwa ngelaju di Jogja itu ekstrem belum tentu benar. Semua kembali ke perspektif dan cara masing-masing dalam menikmati perjalanan. Kadang Yasmin merasa iri melihat teman-temannya yang bisa langsung istirahat setelah kuliah, sementara ia masih harus menempuh perjalanan pulang.
Artikel kiriman Muhammad Surya Kukuh
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY