BacaJogja – Gelombang aksi massa menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terjadi di Yogyakarta dalam dua hari terakhir. Aliansi Jogja Memanggil yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa menolak kebijakan yang akan diberlakukan pada 2025 ini.
Aksi ini digelar di dua lokasi berbeda, yaitu di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Pada Senin (30/12), massa memulai aksinya dari Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali, Kota Yogyakarta, dengan titik kumpul pada pukul 12.00 WIB. Sementara itu, pada Selasa (31/12), aksi akan berlanjut di halaman Kantor Pajak DIY di Ringroad Utara, Sleman, sejak pukul 09.00 WIB.
Baca Juga: Destinasi Terbaik Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru di Yogyakarta 2025
Dalam selebaran yang tersebar di media sosial, aliansi ini menyerukan perlawanan melalui slogan, “Batalkan Kenaikan PPN 12%, Laksanakan PPN 5%, Kepung Kantor Pajak Daerahmu!”
Kenaikan PPN sebesar 12 persen merupakan bagian dari kebijakan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kebijakan ini menuai kritik tajam karena dianggap membebani masyarakat.
Koordinator Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI), Dani Eko Wiyono, yang turut hadir dalam aksi, menegaskan bahwa kenaikan PPN akan semakin memperburuk kondisi ekonomi rakyat.
Baca Juga: Aksi Dramatis di Kulon Progo: Petani Nekat Panjat Tower SUTET
“Dengan kenaikan PPN 12% ini, harga sembako, BBM, layanan kesehatan, hingga biaya pendidikan akan melonjak. Pemerintah seharusnya berpihak kepada rakyat, bukan membebani mereka,” tegas Dani dalam orasinya di halaman Kantor Pajak DIY.
Selain unjuk rasa, penolakan terhadap kenaikan PPN ini juga tercermin dari petisi daring yang telah mendapatkan hampir 200 ribu tanda tangan hingga Sabtu (27/12) lalu.
Baca Juga: Rangkaian dan Rundown Acara Merti Dusun Krebet Bantul 25-29 Desember 2024
Dalam orasi mereka, massa menyerukan agar pemerintah mengembalikan PPN ke tarif 5 persen. Kenaikan tarif ini dianggap sebagai kebijakan yang tidak tepat, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih sepenuhnya.
Aksi unjuk rasa yang diwarnai dengan spanduk dan orasi ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap kebijakan yang dinilai memberatkan. “Kenaikan PPN adalah bentuk ketidakadilan ekonomi. Kami akan terus berjuang hingga pemerintah mendengar suara rakyat,” pungkas Dani. []