BacaJogja – Mobilitas yang lancar dan tata kota yang berkelanjutan menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan perkotaan yang nyaman dan efisien. Untuk membahas hal ini, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkolaborasi dengan University of Nottingham, Inggris, dalam sebuah diskusi bertajuk Masyarakat Berkelanjutan Masa Depan: Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Transportasi dan Lingkungan Perkotaan. Acara ini berlangsung di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, pada Kamis (27/02).
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, menegaskan bahwa perencanaan kota ideal bukan sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mobilitas yang ramah lingkungan.
“Perencanaan kota yang berorientasi pada transportasi umum dan pejalan kaki dapat menciptakan ruang yang lebih manusiawi dan berkelanjutan,” ujar Beny.
Baca Juga: Sambut Ramadan 2025: Ini 15 Lokasi Padusan Favorit di Yogyakarta!
Ia menambahkan bahwa kebijakan transportasi harus mengutamakan konektivitas, aksesibilitas, serta kelestarian lingkungan, bukan hanya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Menurutnya, konsep tata ruang berbasis budaya yang diterapkan di Yogyakarta telah mengacu pada filosofi sangkan paraning dumadi, yang menempatkan keseimbangan antara manusia, Tuhan, dan alam.
Kolaborasi Internasional untuk Kota Berkelanjutan
Diskusi ini menghadirkan pakar dari University of Nottingham, di antaranya Dr. Bagus Muljadi, Dr. Christopher Wood, Prof. Kathy Johnson, dan Lucy Rose. Ketertarikan universitas ini terhadap Yogyakarta dipicu oleh konsep The Cosmological Axis of Yogyakarta atau Sumbu Filosofi Yogyakarta, yang menjadi warisan budaya dunia.
Prof. Kathy Johnson menyoroti pentingnya sinergi antara akademisi dan pemerintah dalam menghadapi tantangan urbanisasi global. Menurutnya, teknik rekayasa kota yang berkelanjutan harus mencakup aspek desain ramah lingkungan, efisiensi energi, serta optimalisasi penggunaan sumber daya.
“Tantangan kita bukan hanya menciptakan inovasi teknologi, tetapi bagaimana menerapkannya secara efisien dan berkelanjutan,” kata Johnson.
Baca Juga: Kerugian Negara Rp193 Triliun Kasus Pertamax Oplosan Itu Hanya Setahun, Diduga Berlangsung 5 Tahun!
Sebagai contoh, ia menyebut kebijakan di Inggris yang memberikan insentif bagi pemasangan panel surya di rumah-rumah warga. Langkah ini berhasil mendorong partisipasi masyarakat dalam penggunaan energi terbarukan, sekaligus mempercepat transisi menuju kota yang lebih hijau.
Johnson juga memaparkan beberapa riset unggulan University of Nottingham, termasuk pengembangan teknologi rendah karbon dan desain kota berbasis elektrifikasi serta digitalisasi (smart city). Ia menekankan bahwa kolaborasi antara pemerintah, LSM, dan industri merupakan kunci dalam mendorong perubahan besar di sektor tata kota dan transportasi.
“Untuk menciptakan tata kota yang berkelanjutan, kita perlu pemikiran holistik terkait desain bangunan dan lanskap perkotaan. Rasionalisasi, elektrifikasi, dan digitalisasi adalah tiga mekanisme utama yang harus kita terapkan,” jelasnya.
Baca Juga: Rekomendasi Tempat Buka Puasa di Jogja: Kulineran Seru di Destinasi Wisata Favorit!
Menuju Masa Depan Kota yang Berkelanjutan
Diskusi ini menjadi langkah awal bagi Pemda DIY dan University of Nottingham dalam menjajaki kerjasama strategis yang berfokus pada inovasi dan penelitian berkelanjutan. Harapannya, inisiatif ini dapat menghasilkan solusi konkret bagi pembangunan kota yang lebih hijau, ramah lingkungan, dan inklusif bagi seluruh masyarakat.
“Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Yogyakarta berkomitmen untuk menjadi kota yang berkelanjutan dan ramah bagi semua warganya,” tutup Beny.
Dengan semakin kompleksnya tantangan perkotaan, sinergi antara pemerintah dan akademisi menjadi semakin penting dalam menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik. Yogyakarta diharapkan dapat menjadi model kota berkelanjutan yang mengintegrasikan modernitas dengan kearifan lokal. []