BacaJogja – Banjarmasin menjadi sorotan dunia seni dengan karya provokatif seniman Rokhyat yang berjudul Tikus dalam Burung Garuda. Lukisan ini tak hanya memancing decak kagum, tetapi juga menuai kontroversi, terutama dari kalangan pejabat. Dipamerkan di Badrigallery Banjarmasin hingga 18 Maret 2025, karya ini menjadi simbol kritik sosial yang tajam terhadap kondisi bangsa.
Makna di Balik Lukisan Kontroversial
Rokhyat, seniman berusia 60 tahun asal Banjarmasin, menyampaikan pesan mendalam melalui perpaduan simbolik Garuda dan tikus. Garuda, yang merupakan lambang kebesaran dan kedaulatan Indonesia, dalam karyanya justru ditempati oleh tikus-tikus yang menggerogoti dari dalam. Tikus dalam konteks ini bukan sekadar hewan pengerat, tetapi metafora bagi koruptor, penguasa serakah, dan berbagai praktik busuk dalam birokrasi.
“Saya ingin menyampaikan bahwa di balik kemegahan simbol negara, ada realitas yang harus kita hadapi. Korupsi masih merajalela, keadilan sering timpang, dan banyak pejabat yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibanding kesejahteraan rakyat,” ungkap Rokhyat.
Baca Juga: Belajar Otomotif Sejak PAUD: Cara Unik Tanamkan Kesadaran Merawat Mobil
Simbol Ketimpangan Sosial dan Politik
Kombinasi Garuda dan tikus dalam satu komposisi visual menciptakan kontras yang menyentuh sisi emosional banyak orang. Garuda yang seharusnya gagah dan melindungi rakyat justru dikendalikan oleh tikus-tikus rakus. Ini menjadi cerminan bagaimana kekuasaan di negeri ini seringkali disalahgunakan oleh mereka yang memiliki jabatan.
“Seorang pejabat negara dengan gaji ratusan juta per bulan seharusnya tak perlu mencuri. Namun kenyataannya, korupsi tetap merajalela. Tikus-tikus birokrasi tak lagi sekadar mencari makan, melainkan terus memperbesar perut mereka dengan rakus,” tambahnya.
Reaksi Pejabat dan Masyarakat
Tak dapat dipungkiri, lukisan ini mendapat reaksi keras dari sejumlah pejabat yang menganggapnya sebagai kritik berlebihan. Beberapa pihak bahkan mengecam karya Rokhyat, menganggapnya sebagai penghinaan terhadap negara. Namun, di sisi lain, banyak masyarakat dan pemerhati seni yang mengapresiasi keberanian sang seniman dalam mengungkap realitas yang terjadi di Indonesia.
“Seni harus memiliki suara. Jika hanya berfungsi sebagai pajangan, maka nilainya akan berkurang. Rokhyat berhasil menghadirkan refleksi sosial yang menggugah, memaksa kita berpikir lebih dalam tentang kondisi negeri ini,” ujar salah satu kurator seni di Badrigallery.
Baca Juga : Spesifikasi Autoclave Raksasa dan Pabrik Hebel Banjarnegara yang Viral
Seni sebagai Media Perlawanan
Karya Tikus dalam Burung Garuda membuktikan bahwa seni bukan sekadar estetika, tetapi juga alat untuk menyuarakan kebenaran. Lewat sapuan kuasnya, Rokhyat menegaskan bahwa masalah yang tersembunyi di balik kemegahan harus diungkap, agar bangsa ini tidak terus-menerus terjebak dalam lingkaran ketidakadilan. []