BacaJogja – Dewan Pers bersama Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menggelar Media Talks dan Workshop bertajuk “Masa Depan Jurnalisme di Era Artificial Intelligence” di Hotel Harper Malioboro, Yogyakarta. Acara ini diikuti 95 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari jurnalis media lokal, homeless media, hingga pers mahasiswa.
Plt Direktur Ekosistem Media Komdigi, Farida Dewi Maharani, dalam sambutannya menegaskan bahwa perkembangan teknologi AI dalam satu dekade terakhir membawa peluang besar sekaligus tantangan etis yang serius bagi dunia jurnalisme.
“Dengan AI, pekerjaan bisa lebih efisien dan cepat. Namun, tantangan terbesar ada pada sisi etika, terutama risiko bias informasi dan ancaman terhadap kredibilitas media,” ujar Dewi.
Baca Juga: Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik PLN di Bantul dan Kota Yogyakarta, Senin 6 Oktober 2025
Menurutnya, integritas dan independensi jurnalis menjadi kunci di tengah derasnya arus teknologi. Komdigi berkomitmen memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) media agar mampu memanfaatkan teknologi secara bijak.
“AI hanyalah tools. Hasilnya bergantung pada siapa yang menggunakannya. Karena itu, peningkatan kapasitas SDM menjadi sangat penting,” lanjut Dewi.
AI, Pisau Bermata Dua bagi Dunia Media
Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga, dan Infrastruktur Dewan Pers, Rosarita Niken Widiastuti, menyebut media saat ini tengah memasuki fase media morfosis, di mana teknologi terus mendorong transformasi tanpa henti.
“Dengan adanya AI, inovasi tak pernah berhenti. Tapi hanya yang bisa beradaptasi yang akan bertahan. AI itu seperti pisau bermata dua—bisa membantu, tapi juga bisa melukai,” kata Niken.
Baca Juga: Dari Kuas untuk Keindahan Kota: Lomba Mural Pelajar Tumbuhkan Rasa Peduli dan Cinta Yogyakarta
Ia menegaskan bahwa AI tidak akan menggantikan peran jurnalis. Sebaliknya, kualitas hasil dari teknologi AI sepenuhnya bergantung pada kebenaran dan validitas data yang dimasukkan oleh jurnalis.
“Semakin banyak informasi valid yang dimasukkan, maka AI akan memproduksi berita yang akurat,” tambahnya.
Pandangan Akademisi: Indonesia Masih Terjebak di AI Hype
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Olivia Lewi Pramesti, menyebut fenomena ini sebagai AI Hype—gelombang euforia terhadap AI tanpa pemahaman mendalam.
Olivia mengutip riset Asia Tenggara yang menunjukkan bahwa meskipun 95 persen jurnalis Indonesia mengenal AI, hanya enam media yang secara resmi mengintegrasikannya ke ruang redaksi.
“Alih-alih memahami dampak dan etika AI, banyak pihak langsung belajar tools-nya. Padahal, yang utama adalah mindset manusia dan nilai kemanusiaan di baliknya,” jelas Olivia.
Menurutnya, pendekatan human-centred mindset menjadi kunci agar teknologi digunakan secara kritis dan bertanggung jawab.
Baca Juga: Detik Menegangkan: Penyelamatan Nyawa dari Putus Cinta di Yogyakarta
Tirto.id: AI Harus Dipahami, Bukan Ditakuti
Wakil Pemimpin Redaksi tirto.id, Agung DH, menjelaskan bahwa AI berdampak besar pada bisnis media, algoritma, dan perilaku pembaca.
“Kini orang tak lagi membuka situs berita, tapi langsung bertanya pada AI. Ini mengubah pola konsumsi informasi dan algoritma Google,” ujar Agung.
Ia menegaskan, AI bukan ancaman bagi media, melainkan peluang untuk memperkuat peran jurnalis sebagai penyaji informasi yang benar dan terverifikasi.
“Justru ini kesempatan bagi kita untuk memberi asupan informasi yang berkualitas,” tutupnya.
Baca Juga: Si Tukang Kunci dan Malam Terakhir di Angkringan Kaliputih Sewon Bantul
Etika Jadi Panduan di Tengah Disrupsi AI
Acara ini juga diisi workshop bersama Rina Nurjannah (Redaktur Utama tirto.id) dan Nanda Saputri (SEO Manager tirto.id), yang membekali peserta tentang praktik jurnalistik dan optimasi konten di era digital.
Dewan Pers sendiri telah menerbitkan Peraturan No. 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik. Aturan ini bertujuan menjaga martabat pers, etika, serta profesionalisme jurnalis di tengah disrupsi AI yang kian cepat.
Kolaborasi antara Dewan Pers dan Komdigi menjadi langkah nyata dalam memperkuat kapasitas jurnalis menghadapi era kecerdasan buatan. Dengan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan industri media, masa depan jurnalisme Indonesia di era AI diharapkan tetap beretika, adaptif, dan berintegritas. []