Kuliner Ekstrem Gunungkidul: Puthul Goreng, Si Kumbang Musiman Kaya Protein yang Lagi Viral!

  • Whatsapp
puthul gunungkidul
Puthul, kuliner ekstrem khas Ggunungkidul. (Ist)

BacaJogja – Fenomena kemunculan serangga musiman di awal musim hujan selalu membawa cerita unik, terutama di wilayah Gunungkidul, Yogyakarta. Jika biasanya belalang goreng yang jadi primadona, kini giliran “Puthul” atau yang juga dikenal sebagai Rampal yang tengah viral, ramai diburu dan diperjualbelikan sebagai kuliner ekstrem yang lezat dan gurih.

Di media sosial hingga pesan berantai grup WhatsApp, penawaran Puthul goreng laris manis, menunjukkan betapa penasaran dan sukanya masyarakat, terutama warga lokal, dengan lauk atau camilan unik khas Bumi Handayani ini.

Read More

Lalu, apa sebenarnya Puthul itu, dan mengapa serangga yang dikenal sebagai hama ini justru menjadi “berkah” musiman bagi masyarakat Gunungkidul?

Baca Juga: Sinergi NU dan Muhammadiyah di Yogyakarta Gaungkan Dukungan untuk Palestina Lewat Festival Anak

Mengenal Puthul (Holotrichia sp.): Kumbang Merah Kecil yang Muncul Serentak

Puthul adalah sejenis kumbang kecil dari famili Scarabaeidae (sub famili Melolonthinae) yang memiliki nama ilmiah Holotrichia sp. (terkadang disebut juga Phyllophaga). Serangga ini mudah dikenali dari tubuhnya yang bulat, keras, dan berwarna cokelat kemerahan.

Kemunculannya memiliki waktu yang sangat spesifik dan singkat, yaitu secara serentak di awal musim hujan saat tanah mulai lembap. Inilah yang membuat Puthul menjadi kuliner musiman yang kehadirannya selalu dinanti.

Siklus Hidup Puthul: Dari Uret Menjadi Kumbang Terbang

Puthul memiliki siklus hidup yang menarik dan erat kaitannya dengan kondisi alam:

  1. Fase Larva (Uret/Gayas): Awalnya, Puthul hidup di dalam tanah sebagai larva yang disebut uret (atau gayas). Pada fase ini, uret dikenal sebagai hama yang merugikan petani karena aktif menyerang perakaran tanaman seperti padi, jagung, dan kedelai.
  2. Fase Kepompong: Uret kemudian berubah menjadi kepompong di dalam tanah.
  3. Fase Dewasa (Puthul): Saat kelembapan tanah mencukupi, secara beramai-ramai Puthul dewasa (kumbang) akan keluar dari tanah menuju alam bebas, mencari makan di dedaunan, dan aktif di sore hari menjelang malam, sering kali mengerubungi lampu.

Fenomena kemunculan massal Puthul inilah yang dimanfaatkan warga, terutama di wilayah selatan Gunungkidul, untuk berburu.

Baca Juga: Fenomena Cahaya Terang dan Dentuman Guncang Langit Cirebon, BRIN Pastikan Meteor Jatuh di Laut Jawa

Puthul Goreng: Kelezatan Hama yang Kaya Gizi

Meskipun dalam fase larva ia adalah hama perusak tanaman, di fase dewasanya, Puthul dianggap sebagai sumber protein hewani alternatif yang melimpah dan lezat.

Rasa dan Cara Mengolah

Rasa Puthul Goreng digambarkan gurih dan renyah, bahkan ada yang menyebut rasanya lebih nikmat dibandingkan belalang goreng. Beberapa warga juga mencatat adanya sedikit rasa pahit yang justru menjadi ciri khas kuliner ekstrem ini.

Cara mengolahnya cukup sederhana:

  1. Pembersihan: Puthul dibersihkan, dan bagian sayapnya yang keras biasanya dilepaskan. Beberapa warga juga membersihkan bulu-bulu halus pada tubuhnya.
  2. Pembumbuan: Serangga ini kemudian direbus, umumnya dengan bumbu bacem (manis gurih) atau hanya bumbu asin.
  3. Penggorengan: Setelah dibumbui dan ditiriskan, Puthul digoreng hingga kering dan renyah.

Puthul goreng lantas disajikan sebagai lauk pendamping nasi hangat atau sebagai camilan gurih. Bahkan, saking populernya, Puthul kini dijual dalam kemasan botol sebagai oleh-oleh khas musiman.

Baca Juga: Nahas Saat Menyeberang, Pejalan Kaki Tertabrak Kawasaki KLX di Jalan Bantul

Manfaat dan Nilai Ekonomi

Selain rasanya yang gurih, Puthul juga mengandung protein yang cukup tinggi, menjadikannya pilihan makanan bergizi bagi masyarakat setempat di tengah keterbatasan sumber protein lain.

Bagi warga Gunungkidul, berburu dan menjual Puthul juga menjadi sumber penghasilan tambahan musiman yang cukup menjanjikan, di mana harganya bisa mencapai puluhan ribu rupiah per kilogram atau per botol sedang.

Kuliner Puthul Goreng Gunungkidul bukan sekadar makanan ekstrem yang unik, tetapi juga cerminan kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan siklus alam. Dari hama yang merugikan di dalam tanah, ia berubah menjadi berkah protein di awal musim hujan.

Tertarik mencoba sensasi gurih renyah dari kumbang musiman ini saat Anda berkunjung ke Gunungkidul? []

Related posts