Sejarah dan Filosofi Tugu Jogja, Karya Pendiri Keraton Yogyakarta yang Diacungi Jari Tengah Suporter Bola

  • Whatsapp
Tugu Jogja
Ilustrasi Tugu Pal Putih Jogja. (Foto: Facebook/Istimewa)

BacaJogja – Bentrok kelompok yang diduga suporter Persis Solo dengan warga Yogyakarta terjadi di sejumlah lokasi. Salah satunya di Jalan Gejayan Sleman Yogyakarta. Di tempat ini, tiga orang dilaporkan mengalami luka-luka dan satu motor rusak parah menjadi amukan warga.

Selain itu, rombongan yang diduga suporter ini juga menyambangi ikon Yogyakarta, Tugu Pal Putih. Jumlah mereka ratusan. Mereka sambil berteriak-teriak dan mengucap kata-kata yang kurang pantas.

Read More

Umroh akhir tahun

Baca Juga: Tugu Golong-Gilig, Karya Mangkubumi Pendiri Keraton Yogyakarta yang Tak Lagi Sama

Salah satu di antara mereka terekam video amatir mengacungkan jari tengah yang ditujukan kepada Tugu Pal Putih Jogja. Kejadian ini viral. Belum diketahui siapa sosok orang yang mengacungkan jari tengah itu. Warga Yogyakarta marah karena merasa simbol Yogyakarta diremehkan.

Terlepas dari gesekan yang terjadi dan luapan amarah yang terjadi, bagaimana sejarah berdirinya Tugu Jogja dan makna dari bangunan yang juga disebut Tugu Golong Gilig itu?

Sejarah dan Filosofi Tugu Jogja

Tugu dibangun oleh pendiri Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamangku Buwono I pada tahun 1755. Sultan HB I bertakhta di Kasultanan Yogyakarta menjadi ciri lahirnya sebuah era kasultanan penerus Dinasti Mataram. Sebelum menjadi raja, Pangeran Mangubumi mempunyai nama kecil BRM Sujono, putera Sunan Amangkurat IV (Jawi) dengan BMA Tejawati.

Tugu Jogja
Penampakan Tugu Golong-Gilig dan De Witt Paal. (Foto: Pemda DIY)

Mangkubumi Sang Arsitek Kota Yogyakarta sangat rajin beribadah, salat lima waktu berjamaah, puasa Senin-Kamis, mengaji kitab suci Alquran, dan suka beramal saleh atau kebajikan.

Baca Juga: Mengenang Pangeran Mangkubumi, Pendiri Keraton Yogyakarta

Selain itu, Pangeran Mangkubumi juga senang mengembara untuk menuntut ilmu dan mengadakan pendekatan pada masyarakat, dan memberikan pertolongan pada yang tidak mampu dan lemah.

Salah satu bangunan yang digagasnya adalah Tugu. Pada mulanya Tugu berbentuk silinder atau gilig pada tiangnya dan puncaknya berbentuk bulat atau golong, sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Baca Juga: Keraton Yogyakarta Memperingati 33 Tahun Wafat Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Tugu Golong Gilig ini mengambarkan semangat persatuan antara rakyat dan penguasa dalam hal ini raja Keraton Yogyakarta dalam melawan penjajahan Belanda. Dalam bahasa jawa disebut Manunggaling Kawulo Gusti, yang berarti bersatunya rakyat dan penguasa.

Fungsi lain dari Tugu sebagai patokan arah saat Sri Sultan Hamangku Buwono I melakukan meditasi yang menghadap puncak Gunung Merapi pada saat itu. Bangunan ini memiliki nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis karena menghubungkan Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi.

Baca Juga: Sejarah Alun-alun Utara Yogyakarta dan Makna 64 Pohon Beringin

Dengan kata lain, Tugu ini merupakan satu dari sumbu filosofi Yogyakarta. Di mana berdirinya tugu segaris lurus dengan Gunung Merapi di bagian utara serta Keraton Yogyakarta, Panggung Krapkyak dan Pantai Laut Selatan atau Parangkusumo.

Pada saat awal dibangun, ketinggian tugu golong gilig mencapai 25 meter. Pada 10 Juni 1867, kondisi tugu berubah total, yang mana saat itu terjadi bencana gempa bumi besar yang mengguncang Yogyakarta.

Kondisi tersebut membuat bangunan Tugu runtuh. Bentuk Tugu seperti sekarang ini adalah hasil renovasi pada masa HB VII pada tahun Sapar 1819 J (3 Oktober 1889) dengan nama De Witt Paal. (dinaspariwisatajogja/ayodya/Pemda DIY)

Related posts