Mengenang Pangeran Mangkubumi, Pendiri Keraton Yogyakarta

  • Whatsapp
Pengeran Mangkubumi
Pengeran Mangkubumi. (Foto: Wikipedia)

Yogyakarta – Sosok Pengeran Mangkubumi atau yang bernama asli Raden Mas Sujana, tidak bisa dilepaskan dengan perjuangannya dalam menentang kekuasaaan VOC Belanda. Putra dari raja Kasunanan Kartasura, Amangkurat IV yang lahir dari selir Mas Ayu Tejawati ini merupakan seorang panglima perang yang sangat tangguh dan sulit ditaklukkan.

Pria yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I atau Raja pertama Keraton Yogyakarta ini ersama Raden Mas Said berhasil mengalahkan Belanda di wilayah pesisir utara. Sosoknya yang pemberani terungkap dalam penayangan video dokumenter yang menceritakan tentang kiprah Pangeran Mangkubumi memulai perang besar karena keresahannya terhadap VOC.

Read More

Pemutaran video ini digelar Paniradya Kaistimewan dalam rangka peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadininingrat dengan acara talkshow bertemakan Mengupas Perjuangan Pangeran Mangkubumi.

Pangeran Mangkubumi dinobatkan rakyat pendukungnya sebagai Raja Mataram dan disebut juga dengan Sunan Kabanaran. Beliau adalah sosok yang sangat mengayomi dan tidak segan turun ke pelosok-pelosok untuk menyapa masyarakat secara langsung.

Peperangan masih terus berlangsung hingga ditandatangi perjanjian Giyanti. Setelah perjanjian Giyanti dibentuklah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Di sebuah pesanggrahan bernama Garjitowati di dusun pacethokan alas Beringan.

Pangeran Mangkubumi kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pada 13 Maret 1755 (29 Jumadil Awal, Jimawal 1680), atau sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755), Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Pesanggrahan Ambarketawang ke Keraton Yogyakarta yang baru saja dibangun dan meresmikan Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadininingrat.

“Salah satu karakter istimewa Pangeran Mangkubumi adalah konsistensi mempertahankan satu hak yang dimiliki”

Menurut Dosen Fakultas Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Galih Adi Utama dalam paparannya yang berjudul Atas Nama Kekuasaan Jawa, Kontestasi Politik Sultan Hamengku Buwono I tahun 1749-1790″, menyebutkan Pangeran Mangkubumi tidak hanya berkontestasi dalam konflik fisik saja. “Tapi juga masalah gelar dan nama,” katanya di sela peluncuran video dokumenter Pangeran Mangkubumi, Senin, 15 Maret 2021 malam.

Galih mengatakan, beliau beberapa kali mengenakan gelar dan nama yang berbeda setelah memutuskan keluar dari Istana Surakarta. Pasca Giyanti Pangeran Mangkubumi masih mengenakan nama Paku Buwono dalam kontestasi penetapan luasan wilayah kerajaan. Selain mengenakan Mangku Buwono. “Salah satu karakter istimewa Pangeran Mangkubumi adalah konsistensi mempertahankan satu hak yang dimiliki,” ungkapnya.

Pangeran Mangkubumi
Pangeran Mangkubumi. (Foto: Istimewa)

Pengamat dan peneliti budaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoneisia Lilik Subiyanto Dwijasusanta mengatakan, kepemimpinan diri pribadi Pangeran Mangkubumi sejak dini sudah tampak. Salah satunya sikap baik untuk ditularkan kepada anak muda. Nilai-nilai sikap perjuangan, keberanian, kegigihan dan setia bela negara sangat patut diteladani.

Lilik mengatakan, dia dilantik menjadi Pengeran Mangkubumi usia 13 tahun dan mati-matian mempertahankan Keraton Kartosuro pada usia 25 tahun. “Sikap lembah manah andhap ashor, meski punya perbedaan pendapat dengan Sunan dan punya pengalaman yang sama dengan para pemberontak. Tapi tidak memberontak terhadap raja dan tidak makar pada negara. Sebenarnya yang perlu dilawan adalah VOC,” katanya.

Pria yang pernah meneliti kepemimpinan Pangeran Mangkubumi ini mengungkapkan, sosok Pangeran Mangkubumi sebagai pejuang muda cetho jernih melihat persoalan, tahu siapa yang harus dilawan. Tata, rapi dalam melawan. Bisa membawa ribuan prajurit untuk bertempur. Menata pemerintahan dan kehidupan masyarakat agar bisa hidup sejahtera. Susilo, bagaimana menghormati raja meski tidak sependapat dengan kebijakan. “Sikap ini yang dibutuhkan oleh negarawan saat ini,” ujarnya.

Teguh percaya diri yang bersumber dari kekuatan iman dan kesadaran Ilahi, menyatu dengan alam dan masyarakat. Memberikan pencerahan cara pandang terhadap dunia dan alam sekitar. Kita sekarang sedang mengalami pandemi, kita bisa meneladani Pangeran Mangkubumi. Dalam hal memandang, menyikap, dan melakukan tindakan konkret terhadap situasi yang dihadapi. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *