Kritik Dugaan Pemilu Curang dengan Ritual Budaya Larung Sengkala di Sungai Code Yogyakarta

  • Whatsapp
larung sengkala jogja
Komunitas Patembayan Nusantara melakukan ritual budaya Larung Sengkala dari Tugu Pal Putih ke Sungai Code Yogyakarta. (Foto; Istimewa)

BacaJogja – Pelaku kebudayaaan yang tergabung dalam Komunitas Patembayan Nusantara melakukan ritual budaya Larung Sengkala, Sabtu, 9 Maret 2024. Aksi budaya ini sebagai respons atas keberadaan pemerintah dan pelaksanaan Pemilu 2024 yang diduga sarat kecurangan.

Mereka mulai ritual dari Tugu Pal Putih Yogyakarta. Setelah melakukan doa-doa, mereka berjalan menuju ke Jembatan Gondolayu Sungai Code Yogyakarta. Hujan yang mengguyur tidak menyurutkan ritual dan laku budaya. Sekitar 30-an pelaku budaya tampak khusuk menjalani ritual. Sebagian dari mereka berpenampilan hidung panjang bak pinokio sebagai simbol orang yang suka bohong dan culas.

Read More

Baca Juga: Batik Ratmotirto, Cinderamata Kampung Wisata Ratmakan Yogyakarta

Koordinator aksi Larung Sengkala, Agus Sunandar mengatakan, Larung artinya membuang dan Sengkala berarti sial. “Aksi ini merupakan laku budaya yang bermakna membuang sial agar Indonesia ke depan dijauhkan dari orang yang suka bohong dan culas,” katanya.

Dia mengatakan, aksi Larung Sengkala ini merupakan kritik atas pemerintah yang praktek-praktek dugaan kecurangan selama pelaksanaan Pilpres 2024. “Jadi ini cara kita sebagai orang Jawa melakukan protes atau gugatan yang dibingkai dalam laku budaya,” ungkapnya.

Baca Juga: Sumber-sumber Otoritarianisme dalam Budaya Politik Indonesia

Agus mengungkapkan, mengungkapkan protes berupa demonstrasi tidak harus dengan teriak-teriak, membakar ban atau sesuatu lainnya. “Kita justru mendoakan dengan melarung hal-hal buruk yang intinya memang menggugat pemerintah dan pelaksanaan Pemilu yang diduga curang,” katanya.

“Hampir semua orang menyatakan bahwa Pilpres dipenuhi dengan dugaan kecurangan, kebohongan dan keculasan. Kami menggugat itu,” imbuhnya.

Menurut dia, aksi Larung Sengkala ini bukan persoalan siapa yang menang dan siapa yang kalah. “Tapi bagaimana kita menjaga etika moral bangsa. Alangkah tidak elok pemimpin memberi teladan yang tidak baik kepada rakyatnya,” papar Agus.

Baca Juga: 15 Tahun Pendidikan Antikorupsi Universitas Paramadina: Tembok Harapan Melawan Budaya Korupsi

Agus mengatakan, aksi budaya dalam mengkritik pemerintah dan pelaksanaan Pemilu bukan kali saja. Komunitas Patembayan Nusantara sebelumnya juga melakukan hal serupa. “Sebelumnya kita sudah melakukannya seperti larung di Parangtritis. Teman-teman juga mendatangi KPU, Bawaslu, DPRD DIY, hingga DPD RI Perwakilan DIY,” ungkapnya.

“Inti dari yang kami lakukan, pada dasarnya rakyat Yogyakarta mendukung dan menghendaki Pemilu yang bersih. Tidak curang itu intinya,” tegasnya. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *