Kasongan, Jejak Kiai Song dan Seni Gerabah yang Abadi

  • Whatsapp
gerabah kasongan
Produk gerabah Kasongan Bantul. (Istimewa)

BacaJogja – Nama sebuah daerah atau dusun sering kali memiliki riwayat yang unik dan menarik. Nah, kamu pasti perlu tahu sejarah nama di daerah tempat tinggalmu, agar memahami dan belajar dari peristiwa atau sejarah masa lalu.

Bagi yang tinggal atau pernah ke Jogja, setidaknya pernah mendengar nama daerah yang populer dengan kerajinan gerabahnya, yaitu Kasongan di Bantul.

Read More

Umroh liburan

Baca Juga: Pabrik Kerajinan Gerabah Palem Craft Bantul dan Mobil Terbakar

Menurut sejarah asal-usul nama Kasongan, sebagaimana tertulis di Museumku Gerabah Kasongan yang didirikan oleh mantan Rektor ISI Yogyakarta, Prof. Dr. Timbul Raharjo, nama ini bermula dari kisah Kiai Ngabdul Raupi, seorang guru spiritual Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro.

Kiai Ngabdul Raupi ikut membantu Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda (1825-1830). Pasukan Belanda marah dan mengejar Kiai Ngabdul Raupi bersama murid-muridnya. Singkat cerita, Kiai Ngabdul Raupi bersembunyi di pinggir Sungai Bedok.

Baca Juga: Lokasi Artefak Era Majapahit di Situs Keputren Bantul Dulu Hutan Bambu dan Makam Sinden

Dalam penyamarannya, Kiai Ngabdul Raupi, yang diyakini berasal dari Tiongkok dan bernama asli Song (ditransliterasi dari Pinyin), menyamar sebagai pengrajin dan seniman gerabah, sehingga penyamarannya tidak diketahui oleh pasukan Belanda. Jika menyamar sebagai petani, kemungkinan besar akan lebih mudah diketahui, terutama karena pada saat itu para petani dikenakan pajak tinggi oleh Pemerintahan Penjajah Belanda.

Kiai Song ternyata seorang seniman ahli pembuat gerabah yang mengajarkan kepada pengikutnya cara membuat berbagai bentuk alat masak dan kebutuhan dapur dari tanah liat. Seiring waktu, masyarakat dan pengikut Kiai Song dikenal sebagai pembuat gerabah, dan semakin terkenal di mana-mana. Akhirnya, daerah di sebelah barat Sungai Bedok ini dikenal dengan nama Kasongan, sebuah penyebutan yang umum di Jogja dengan penambahan awalan “ka” dan akhiran “an.”

Baca Juga: Wadah Air Diduga Era Majapahit Ditemukan di Situs Keputren Pleret Bantul Yogyakarta

Saat ini, di Kasongan, kita masih dapat menemukan banyak pengrajin dan seniman pembuat gerabah. Terlebih, pada awal 1980-an, ada seniman Sapto Hudoyo yang mengajarkan masyarakat membuat banyak ragam barang seni dari bahan dasar tanah liat, seperti bentuk celengan kuda, angsa, atau pasangan pengantin yang dikenal dengan nama loroblonyo, dan masih banyak lagi.

Seorang pecinta seni, Remo Karsono, menyampaikan bahwa peran Sapto Hudoyo dan Timbul Raharjo menjadikan Kasongan sebagai pusat seni gerabah yang unik menjadi kenyataan.

Masyarakat yang memang memiliki kebiasaan dan keterampilan membuat barang-barang gerabah dari tanah liat semakin mahir berkarya dan menciptakan bentuk-bentuk yang unik. Gerabah bukan lagi hanya sebagai alat masak atau pelengkap dapur, tetapi juga menjadi penghias rumah dan perkantoran.

Baca Juga: UNESCO Bersama Citi Indonesia Merayakan Hari Batik Nasional

Bahkan, beberapa waktu lalu sebelum Prof. Dr. Timbul Raharjo meninggal, beliau sempat mendirikan museum gerabah sebagai tetenger (penanda) dan untuk mengabadikan bahwa Kasongan sangat terkenal dengan kerajinan dan seni gerabah. Museum tersebut kini dapat dinikmati oleh siapa saja di tengah Kampung Kasongan.

Di Museumku Gerabah Kasongan, kita bisa belajar membuat gerabah dengan berbagai bentuk, tinggal pilih paket dan membuat apa pun dari bahan tanah liat. Sembari membayangkan bahwa kalian adalah sosok murid Kiai Ngabdul Raupi alias Kiai Song. []

Related posts