BacaJogja – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Komisi Ekonomi dan Bina Kesejahteraan Umat menggelar Seminar dan Lokakarya (Semiloka) bertajuk *“Membangun Ekosistem Halal Menuju Yogyakarta Sebagai Pusat Halal Indonesia”*. Acara ini berlangsung pada Selasa, 26 November 2024, di Hotel Burza Jogokariyan Yogyakarta.
Semiloka ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai bidang untuk membahas strategi memperkuat ekosistem halal di DIY, mulai dari sektor UMKM hingga peran keuangan syariah. Para pembicara meliputi Drs. Tazbir Abdullah, M.Si (Penasehat KADIN DIY), Drs. H. Syafarudin Alwi, M.S. (Dosen UII), Habib, S.E. (Direktur BPRS UII), Ustadz Jazir ASP (DKM Takmir Masjid Jogokariyan), Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. (Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah DIY), dan Dr. Riduwan (Dosen Keuangan UAD).
Prof. Edy Suandi Hamid dalam presentasinya menekankan pentingnya peran UMKM dalam pembangunan ekosistem halal. “UMKM memberikan kontribusi sebesar 61 persen terhadap PDB Indonesia pada 2023 dan menyerap 97 persen tenaga kerja,” ungkapnya.
Di Yogyakarta, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bahkan lebih signifikan, mencapai 79,6 persen pada 2020. Menurut Prof. Edy, tren permintaan produk halal yang terus meningkat membuka peluang besar bagi UMKM di DIY untuk berkembang.
Baca Juga: Polemik PP No. 28/2024: Pakta Konsumen Nasional Soroti Dampak Sosial-Ekonomi bagi Konsumen Tembakau
“Keuangan syariah menawarkan solusi yang adil, bebas riba, dan bermanfaat bagi UMKM. Dengan meningkatnya aset keuangan syariah, UMKM memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan modal usaha yang halal,” tambah mantan Ketua Forum Rektor Indonesia itu.
Masjid dan Paradigma Kemandirian Ekonomi
Ustadz Jazir ASP menyoroti peran masjid dalam mendukung perekonomian masyarakat. “Masjid harus mandiri, bukan menjadi beban bagi masyarakat, terutama orang miskin. Selama ini, masjid terlalu bergantung pada sumbangan masyarakat tanpa memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan ekonomi umat,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya memanfaatkan masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat, dengan mendukung usaha syariah dan mengelola dana zakat untuk pemberdayaan, bukan hanya untuk konsumsi.
Baca Juga: Bus Listrik Yogyakarta: Inovasi Transportasi Masa Depan dengan Dana Rp8 Miliar
Dr. Riduwan, dalam sesi pemaparannya, menyoroti fenomena kenaikan pengumpulan zakat oleh BAZNAS yang belum diiringi dengan penurunan angka kemiskinan secara signifikan. “Kita perlu mengubah paradigma tentang kemiskinan agar penerima zakat tidak bergantung sepenuhnya pada zakat. Zakat harus diarahkan untuk pemberdayaan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dengan meningkatnya tren produk halal dan kekayaan budaya DIY, potensi Yogyakarta menjadi pusat halal di Indonesia semakin terbuka lebar. Melalui penguatan UMKM, optimalisasi dana zakat, dan kemandirian ekonomi berbasis masjid, ekosistem halal di DIY dapat menjadi contoh bagi wilayah lain.
Semiloka ini menjadi langkah awal bagi berbagai pihak untuk bekerja sama mewujudkan Yogyakarta sebagai pusat halal Indonesia, sekaligus mengangkat peran UMKM dan keuangan syariah dalam perekonomian umat. []