BacaJogja – Minggu, 22 Desember 2024, acara refleksi akhir tahun digelar dengan tema “Kepemimpinan Sekuler Menyengsarakan, Kepemimpinan Islam Harapan Masa Depan.” Acara yang diadakan di Hotel Grand Rosela Yogyakarta ini berlangsung dari pagi hingga menjelang Dzuhur, dihadiri oleh puluhan tokoh Muslimah dari berbagai wilayah Kabupaten dan Kota Yogyakarta.
Seperti diketahui, tahun 2024 menjadi momen penting dalam perjalanan bangsa, terutama terkait peralihan kepemimpinan baik di tingkat nasional maupun daerah. Banyak pihak menyebut 2024 sebagai tahun politik karena pemilihan kepala negara dan kepala daerah yang diselenggarakan serentak.
Baca Juga: Kinerja APBN DIY Tumbuh Positif hingga November 2024, Belanja Negara Capai Rp21,38 Triliun
Harapan masyarakat akan perubahan besar terlihat dari antusiasme dalam proses pemilihan tersebut. Para kontestan berlomba menawarkan berbagai program, mulai dari personal branding, kedekatan dengan rakyat, hingga janji-janji penyelesaian masalah masyarakat.
Namun, di penghujung tahun, masyarakat kembali dihadapkan pada kenyataan pahit. Kenaikan PPN menjadi 12% menuai penolakan luas karena semakin memberatkan ekonomi masyarakat. Kenaikan ini diprediksi memicu lonjakan harga barang, di tengah daya beli yang menurun dan meningkatnya angka PHK.
Di sisi lain, kebijakan yang dianggap memanjakan oligarki terus menuai kritik. Protes warga terhadap pembangunan proyek yang merugikan masyarakat menjadi pemandangan yang kian lazim di berbagai daerah.
Baca Juga: Bocah Dilaporkan Hanyut saat Mandi di Sungai Kedung Cimuris Brebes
Potret tersebut dipaparkan dalam video pengantar sebelum acara dimulai. Video itu menyoroti fenomena pemimpin populis otoriter, yaitu pemimpin yang mengklaim mewakili rakyat tetapi menggunakan kontrol kekuasaan untuk mempertahankan jabatannya.
Kepemimpinan Islam: Solusi yang Dirindukan
Ustadzah Dewi Rahmawati, S.Pd., pengasuh Pondok Pesantren Terapi Langit, menyoroti musibah besar yang menimpa umat Islam pasca-hilangnya kepemimpinan Islam pada tahun 1924. Ia menyebutkan, kehilangan penerapan hukum Islam, tercerai-berainya kaum Muslim, serta hilangnya kesadaran pemimpin sebagai raa’in (pengurus rakyat) adalah dampak yang dirasakan hingga kini.
Baca Juga: Mahasiswi Universitas Terbuka Yogyakarta Dilaporkan Hilang Usai Ujian di SMKN 3
“Pemimpin yang berkarakter raa’in adalah pemimpin yang sadar akan amanah dari Allah SWT untuk mengurusi rakyat dengan aturan-Nya dan kelak bertanggung jawab di akhirat. Karakter ini melahirkan kebijakan yang taat kepada Allah SWT dan mencintai rakyatnya,” ujar Ustadzah Dewi.
Sementara itu, Ustadzah Mayangsari, S.Si., pembicara kedua, mengulas relasi pemimpin dan rakyat dalam Islam. Ia mengutip sabda Rasulullah SAW tentang kepemimpinan yang ideal, yaitu pemimpin yang mencintai rakyatnya, mendoakan kebaikan, dan tidak melaknat mereka.
“Begitu pula rakyat mencintai pemimpin yang adil, mendoakan, dan tidak mencelanya. Kepemimpinan seperti ini hanya mungkin terwujud dengan meneladani apa yang Rasulullah SAW lakukan,” ungkap Ustadzah Mayang.
Baca Juga: KAI Wisata Hadirkan Promo Spesial Diskon 12.12 Kereta Istimewa dan Lawang Sewu
Diskusi yang Menginspirasi
Sesi diskusi berlangsung penuh semangat. Para peserta, yang meliputi mubalighah, penggerak majelis taklim, kader PKK, guru, pengusaha, tenaga kesehatan, lurah, dukuh, hingga RT dari wilayah Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, Sleman, dan Yogyakarta, menyampaikan kerinduan mereka akan hadirnya kepemimpinan Islam.
Ustadzah Dewi menegaskan bahwa keteladanan Rasulullah SAW relevan sepanjang masa, termasuk dalam mewujudkan kepemimpinan Islam. “Apa yang Beliau contohkan benar-benar bisa kita lakukan, bahkan di tengah tantangan zaman seperti saat ini,” tutupnya.
Semua peserta disatukan oleh satu ikatan akidah: harapan untuk menghapus kemaksiatan yang dilarang Allah SWT dan membangun generasi serta masyarakat yang lebih baik. []