BacaJogja – Di balik derasnya arus Sungai Progo, kini terbentang sebuah jembatan apung sederhana. Jembatan ini bukan proyek pemerintah, bukan pula hasil dana perusahaan besar. Ia lahir dari inisiatif tiga pengusaha lokal—dua di antaranya pengusaha tahu—yang ingin memotong waktu perjalanan agar usaha kecil mereka tetap bertahan.
Sudiman (34), pengusaha tahu asal Temben, Lendah, Kulon Progo, masih ingat betul bagaimana setiap hari ia harus mengirimkan dagangan ke Yogyakarta. Jalur yang ditempuh selama ini melewati Jembatan Bantar, memakan waktu lebih lama dan tentu biaya lebih besar.
“Kalau lewat sana, bisa selisih sampai setengah jam. Padahal untuk jualan tahu, kecepatan distribusi itu penting,” ujarnya.
Dari keresahan itulah ide membangun jembatan apung muncul. Ia tidak sendiri, ada dua rekan lain yang ikut berpatungan. Mereka bertiga kemudian nekat menggelontorkan Rp150 juta untuk merealisasikan impian itu.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Landa Yogyakarta: Pohon Tumbang dan Banjir Genangi Sejumlah Ruas Jalan
Jembatan dari Drum dan Kayu
Hasilnya kini bisa dilihat. Di selatan Kantor Kapanewon Pajangan, Bantul, jembatan apung sepanjang 70 meter dan lebar 2,5 meter terbentang gagah meski sederhana.
Konstruksinya unik. Ratusan drum dipasang sebagai pelampung, di atasnya dipasangi rangka besi, lalu ditutup kayu sebagai jalur kendaraan. Sling baja mengikat kedua ujungnya, memastikan jembatan tetap kokoh meski dilewati sepeda motor hingga mobil berbobot lebih dari satu ton.
Setiap kendaraan yang melintas menimbulkan bunyi “grudug-grudug”, seolah mengingatkan bahwa jembatan ini bukan beton permanen, melainkan hasil gotong royong warga yang penuh tekad.
Baca Juga: Banjir Rendam Sejumlah Ruas Jalan di Yogyakarta: Banyak Motor Mogok, Lalu Lintas Tersendat
Keberadaan jembatan apung ini disambut antusias warga sekitar. Bahkan Lurah setempat disebut bangga karena mobilitas masyarakat jadi lebih lancar.
“Pak Lurah malah senang, karena kalau mau ke Jogja jadi lebih cepat,” kata Sudiman tersenyum.
Namun ia sadar, proyek ini tidak bebas dari risiko. Saat musim hujan, Sungai Progo kerap meluap. Jika jembatan jebol, mereka pasrah. “Itu risiko yang kami pahami sejak awal. Kalau rusak, ya sudah. Yang penting sekarang warga bisa terbantu,” ujarnya.
Respons Pemerintah
Dinas Perhubungan (Dishub) Bantul kini tengah meninjau jembatan apung tersebut. Kepala Dishub Bantul, Singgih Riyadi, menyebut pihaknya akan melihat kebutuhan rekayasa arus lalu lintas, sekaligus memastikan izin teknis dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).
Baca Juga: Bus Sinar Jaya Malioboro – Parangtritis: Rute, Jadwal, dan Harga Tiket Terbaru 2025
Meski begitu, Singgih memberi apresiasi terhadap semangat warga. “Kalau tujuannya memperlancar mobilitas masyarakat, tentu kami sambut positif. Kalau perlu kami bantu pasang rambu,” katanya.
Bagi sebagian orang, jembatan hanyalah soal infrastruktur. Namun bagi Sudiman dan dua rekannya, jembatan apung di Sungai Progo adalah simbol perjuangan kecil yang berdampak besar.
Ia bukan hanya mempersingkat waktu tempuh 30 menit, melainkan juga menjadi bukti bahwa keberanian warga bisa menghadirkan solusi konkret, bahkan di luar bayang-bayang proyek besar pemerintah. []