BacaJogja – Polresta Yoyakarta berhasil membongkar sindikat pembuat surat izin mengemudi (SIM) palsu yang beroperasi di wilayah Yogyakarta. Komplotan ini menawarkan jasa pembuatan SIM palsu secara online dengan harga bervariasi, mulai Rp650 ribu hingga Rp1,5 juta per keping.
Kasat Reskrim Polresta Yoyakarta, Kompol Riski Adrian Lubis, mengungkapkan bahwa komplotan tersebut menyasar warga luar Jawa, khususnya mereka yang membutuhkan SIM untuk persyaratan kerja, seperti di sektor tambang maupun perkebunan. “Sasarannya di luar Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Papua. Rata-rata untuk driver sebagai syarat perusahaan,” jelasnya dalam rilis resmi di Mapolresta Jogja, Senin (22/9/2025).
Baca Juga: Dituduh Selingkuhi Istri Orang di Bantul, Pria Asal Sleman Diperas Jutaan Rupiah
Jenis SIM palsu yang paling banyak dipesan adalah SIM B1 umum dan B2 umum. Dari bisnis ilegal ini, sindikat tersebut mampu meraup omzet hampir Rp50 juta setiap bulan. “Mereka bisa memproduksi 10 hingga 15 SIM palsu per hari,” imbuh Riski.
Modus operandi komplotan ini terbilang rapi. Mereka memasarkan jasa melalui media sosial Facebook. Pemesan cukup mengirim foto, formulir data diri, dan tanda tangan. Produk kemudian dikirim melalui sistem COD. Polisi berhasil mengungkap praktik ini setelah melakukan patroli siber dan berpura-pura menjadi pembeli.
Pada 28 Agustus 2025, petugas membuntuti salah satu pelaku yang hendak mengirim SIM palsu di kawasan Danurejan. Dari penangkapan tersebut, polisi kemudian mengembangkan kasus hingga mengamankan tujuh orang pelaku. Satu orang lainnya berstatus daftar pencarian orang (DPO).
Baca Juga: Perpanjang SIM di Sleman City Hall, Malam Minggu Jadi Lebih Bermanfaat
Adapun peran mereka, di antaranya KT (39) dan AB (36) sebagai penyedia modal dan material, FJ (25), IA (41), dan RY (41) sebagai produksi sekaligus admin, DN (49) sebagai admin, RI (33) dan HD (30) sebagai customer service, serta CY yang masih buron bertugas sebagai editor.
Untuk mengelabui aparat, sindikat ini kerap berpindah lokasi produksi setiap dua minggu sekali, terutama di sejumlah hotel kawasan Jogja. Mayoritas pelaku merupakan warga Jawa Tengah dan DIY.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 45a ayat 1 Jo pasal 28 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, atau Pasal 263 ayat 1 KUHP, atau pasal 264 KUHP, atau pasal 266 KUHP jo pasal 55 ayat 1 KUHP jo pasal 64 KUHP. “Ancaman pidana kurungan hingga enam tahun penjara,” tegas Riski. []