FKY 2025: Menjaga Harmoni Alam dari Tiga Tradisi Gunungkidul, Wujud Syukur dan Cinta Lingkungan

  • Whatsapp
tradisi gunungkidul
Beberapa tradisi Gunungkidul yang masih lestari. (Ist)

BacaJogja — Di balik keindahan alam perbukitan kapur Gunungkidul, tersimpan kearifan lokal yang mengajarkan harmoni antara manusia dan alam. Melalui tradisi seperti Bersih Belik, Kirim Parem untuk Dewi Sri, dan Nglangse Pohon, masyarakat setempat mengekspresikan rasa syukur dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Bersih Belik, misalnya, menjadi wujud syukur atas limpahan air. Warga bersama-sama membersihkan sendang atau sumber air, lalu menggelar kenduri sebagai bentuk terima kasih pada alam. Tradisi ini tidak hanya mempererat tali sosial, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga air tetap bersih dan lestari.

Read More

Baca Juga: Kuliner Ekstrem Gunungkidul: Puthul Goreng, Si Kumbang Musiman Kaya Protein yang Lagi Viral!

Sementara itu, petani di Gunungkidul memiliki tradisi Kirim Parem untuk Dewi Sri. Mereka meracik rempah-rempah seperti wedhak, kunyit, dan kayu manis, lalu membungkusnya dengan daun pisang. Ritual ini menjadi simbol penghormatan kepada Dewi Sri sebagai penjaga padi dan lambang rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah.

Tradisi lainnya adalah Nglangse Pohon, di mana warga menyelimuti pohon besar dengan kain putih sebagai tanda sakral. Tindakan sederhana ini menumbuhkan rasa hormat terhadap alam dan membuat masyarakat enggan menebang pohon sembarangan. Secara tidak langsung, tradisi ini menjaga keseimbangan ekosistem di sekitar mereka.

Baca Juga: Kronologi Warga Sanden Bantul Meninggal Disengat Tawon Gung

Seluruh tradisi tersebut kini kembali diangkat dalam Festival Kebudayaan Yogyakarta 2025, yang digelar pada 11–18 Oktober 2025 di Lapangan Desa Logandeng, Plembon Kidul, Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen, Gunungkidul. Pengunjung dapat menikmati suasana budaya, seni, dan kearifan lokal yang menggugah kesadaran untuk mencintai bumi.

Festival ini menjadi ruang refleksi bahwa menjaga alam tidak harus dengan cara besar—cukup dengan melestarikan tradisi yang mengajarkan rasa syukur dan kasih terhadap lingkungan. []

Related posts