BacaJogja – Masjid Pathok Negara meruapakan status lima masjid selain Masjid Agung Karaton yang dikelola Keraton Yogyakarta. Lima masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Masjid ini selain sebagai pembina keimanan warga Yogyakarta, juga membantu pelaksanaan upacara-upacara keagamaan keraton.
Empat masjid pathok negara bertempat di empat penjuru mata angin, sekaligus menjadi penanda batas wilayah kuthanegara. Posisi empat masjid pathok negara berada di empat penjuru mata angin yang mengelilingi wilayah pinggiran kuthanegara dan tepat berada di perbatasan wilayah negaragung Keraton Yogyakarta.
Baca Juga: Bripka Winarko, Sosok Polisi yang Mengajari Mengaji Jelang Buka Puasa di Bantul
Keempat masjid pathok negara penjuru mata angin tersebut adalah Masjid AnNuur di Mlangi (barat), Masjid Sulthoni Plosokuning di Ngaglik (utara), Masjid AdDarojat di Banguntapan (timur), dan Masjid NurulHuda di Dongkelan (selatan).
Empat masjid penjuru mata angin ini bertugas membantuk aktivitas pihak karaton dalam kaitan dengan ibadah dan upacara adat keagamaan. Satu masjid pathok negara berada agak jauh di selatan, yaitu Masjid Taqwa di Wonokromo, Pleret, Bantul. Tugasnya membantu aktivitas yang terkait kegiatan di bekas keraton Kerto dan Pleret yang merupakan keraton dari masa Kerajaan Mataram Islam.
Baca Juga: Masjid Saka Tunggal Tamansari Keraton Yogyakarta, Unik dan Sarat Filosofi
Berikut lima Masjid Pathok Negara:
1. Masjid Patho Negara An-Nur Mlangi
Masjid ini berada di sisi barat Keraton Yogyakarta, yakni di wilayah Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman. Masjid didirikan pada 1758 seiring setelah Kyai Nur Iman mendapat tanah perdikan dari Sultan Hamengku Buwono I. Pengelolaan masjid saat ini dilakukan warga setempat, namun Keraton Yogyakarta tetap menempatkan abdi dalem pathok negara di masjid ini. Hal ini sebagai penanda masjid merupakan Kagungan Dalem.
2. Masjid Sulthani Plosokuning
Masjid Plosokuning berada di sisi utara Keraton Yogyakarta Dibangun sebelum Keraton Yogyakarta berdiri. Lokasinya berada di Kalurahan Minomartani, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman. Masjid ini didirikan Kyai Mursodo, yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman Mlangi. Ciri khas masjid ini adanya kolam yang mengelilingi masjid untuk membasuh kaki yang menyesuaikan kebiasaan warga setempat waktu dulu beraktivitas sehari-hari tanpa alas kaki.
Baca Juga: Sejarah Takjil Gulai Kambing di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
3. Masjid Nurul-Huda Dongkelan
Masjid ini berada di sisi selatan Keraton Yogyakarta. Berada di wilayah Kauman, Dongkelan, Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan Bantul. Masjid ini merupakan saksi bisu peran Masjid Pathok Negara sebagai sistem pertahanan. Di masa perlawanan Pangeran Diponegoro, masjid ini ludes dibakar Belanda karena dianggap sebagai tempat berkumpulknya para pejuang pengikut Pangeran Diponegoro. Masjid Nurul Huda didirikan pada 1775 dengan Kiay Syihabudin sebagai penghulunya.
4. Masjid Jami’Ad-Dorojat Banguntapan
Masjdi Jami’Ad-Darojat berada di sisi timur Keraton Yogyakarta. BErada di Babadan, Kapanewon Banguntapan, Bantul. Dirikan pada 1774 di atas tanah seluas 120 meter petrsegi. Masjid ini mengikuti arsitektur bangunan Masjid Pathok Negara yang lain, Bangunan ruang utamanya mengggunakan konstruksi tajug dengan empat saka guru. Di sampingnya ada pawestren, ruang yang digunakan bagi jamaah wanita. Serambi masjid berbentuk limasan serta dilengkapi dengan kolam sebagai tempat membasuh kaki.
Baca Juga: Daftar Lima Kuliner Takjil Ramadan Legendaris dan Khas di Yogyakarta
5. Masjid Taqwa Wonokromo Pleret
Awalnya masjid ini tidak berstatus Pathok Negara. Masjid ini bagian dari perluasan Masjid Babadan yang maksudnya menambah jumlah Masjid Pathok Negara. Masjid ini didrikan di Kalurahan Wonokromo, Kapanewon Pleret, Bantul yang merupakan daerah perdikan yang diberikan Sri Sultan Hamengku Buwono I kepada Kiai Haji Muhammad Fakih atau Kiai Welit. Kiai Muhammad Fakih merupakan guru sekaligus kakak ipar Sultan HB I. Masjid Wonokromo tidak didirikan pada masa pemerintahan HB I. Pembangunananya berlangsung pada masa pemerintahan Sri Sultan IV. []