Sapi GAMA dari UGM: Perkawinan Belgian Blue dan Lokal, Solusi Daging Berkualitas di Iklim Tropis

  • Whatsapp
Sapi Gama UGM
Sapi Gama, jenis sapi hasil persilangan yang dikembangkan peneliti UGM (UGM)

BacaJogja – Sapi GAMA kini menjadi harapan baru bagi peternakan nasional. Inovasi hasil persilangan antara sapi Belgian Blue asal Belgia dan sapi lokal Indonesia ini dikembangkan oleh tim peneliti dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak tahun 2024. Proyek ambisius ini melibatkan kolaborasi dengan PT Widodo Makmur Perkasa dan University of Liège, Belgia.

Keunggulan Belgian Blue sebagai sapi pedaging memang sudah diakui secara global. Postur kekar dengan otot ganda (double muscle) yang dimiliki sapi ini berasal dari mutasi gen Myostatin (MSTN). Namun, tantangan muncul ketika sapi ini dibudidayakan di iklim tropis seperti Indonesia.

Read More

“Iklim dingin asal Belgian Blue sangat berbeda dengan kondisi tropis kita. Ditambah organ vitalnya yang kecil, sapi ini rentan mengalami stres panas,” jelas Ir. Tristianto Nugroho, S.Pt., M.Sc., IPP., peneliti utama dari Fapet UGM, dalam pemaparan hasil penelitian yang berlangsung di kampus UGM, Kamis (19/6).

Baca Juga: Senandung Ombak Selatan: Saat Musik Keroncong, Cinta Pantai, dan Isu Lingkungan Menyatu di Goa Cemara

Untuk menguji daya adaptasi sapi hasil persilangan ini, Tristianto menempatkan sapi-sapi tersebut di kandang tipe open loose house saat musim kemarau. Dalam kondisi tanpa atap pelindung, sapi dibiarkan bergerak bebas selama 2×24 jam, dan pengamatan diulang dua minggu kemudian untuk memperoleh gambaran utuh tingkah lakunya.

Hasil penelitian yang dipublikasikan di Journal of Animal Behaviour and Biometeorology (jurnal Q2 dengan impact factor 1,8) mencatat 73 jenis tingkah laku sapi GAMA, mulai dari postural, lokomosi, hingga perilaku sosial. Salah satu temuan menarik adalah pembagian waktu berdiri dan berbaring yang cukup seimbang. “Sebanyak 42 persen dari waktu berdiri dihabiskan untuk makan. Uniknya, sapi jantan makan lebih sering tapi dalam durasi lebih pendek dibanding betina,” ungkap Tristianto.

Ritme harian sapi GAMA pun menarik untuk disimak. Mereka cenderung berdiri mulai pukul 05.00 hingga 17.00 dan mulai berbaring sejak pukul 22.00. Namun, saat suhu mencapai puncaknya antara pukul 10.00–11.00, sapi seringkali berubah posisi dari berbaring ke berdiri. “Ini menunjukkan bahwa suhu lantai kandang yang panas membuat sapi merasa tidak nyaman, sehingga perlu tempat lebih sejuk untuk beristirahat,” imbuhnya.

Baca Juga: Festival Jodangan Goa Cerme 2025: Perpaduan Tradisi, Budaya, dan Spiritualitas di Bantul

Temuan ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam merancang kandang yang sesuai untuk sapi hasil persilangan di lingkungan tropis. Penelitian lanjutan kini sedang dilakukan untuk menggali lebih dalam tiap jenis perilaku dan perbandingan dengan sapi lokal.

Prof. Panjono, anggota tim peneliti, menekankan pentingnya aspek adaptasi dalam pengembangan sapi GAMA. Menurutnya, sapi lokal memang lebih rendah dalam produktivitas daging, tetapi unggul dalam kemampuan bertahan di iklim Indonesia. “Persilangan ini kami harapkan menghasilkan efek komplementer—menggabungkan keunggulan daging Belgian Blue dengan ketahanan sapi lokal. Kami ingin sapi GAMA segera stabil performanya dan bisa dikembangkan oleh masyarakat luas,” pungkasnya. []

Related posts