BacaJogja – Suasana pagi di Kotagede, Jumat itu, terasa berbeda. Riuh kayuhan sepeda dan tawa warga menyatu dalam semangat kebersamaan. Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, kembali menggelar agenda rutin sambang kampung—kali ini dengan cara istimewa: bersepeda menelusuri denyut kehidupan di Kelurahan Purbayan, Kemantren Kotagede.
Dengan apel pagi di pelataran Kemantren Kotagede sekitar pukul 06.30 WIB sebagai titik mula, rombongan gowes menuju beberapa titik yang menyimpan denyut warisan budaya. Rumah Keris Yogyakarta di Kampung Kembang Basen menjadi pemberhentian pertama. Di sini, Wawan tak hanya menatap tajamnya bilah pusaka, tapi juga tajam menyelami sejarah dan kearifan lokal yang melekat pada tiap warangka keris.
Baca Juga: Fenomena Aphelion 2025 Bukan Penyebab Cuaca Dingin Ekstrem, Ini Penjelasan BMKG
Perjalanan berlanjut ke produsen kuliner legendaris: Roti Kembang Waru Pak Bas. Aroma manis dan cerita hangat menyambut rombongan. Wawan memborong puluhan roti dan membagikannya kepada peserta. Tak sekadar membeli, ia menyanyi bersama Pak Bas—yang juga dikenal sebagai seniman kampung—menyemarakkan suasana dengan nuansa gayeng khas Kotagede.
Tak berhenti di sana, Wawan dan rombongan mengunjungi sentra kerajinan logam di Kampung Bumen, mulai dari tembaga hingga aluminium. Lalu ke museum yang didedikasikan bagi almarhum As’ad Humam, penggagas metode Iqra untuk belajar membaca Al-Qur’an. Sambang kampung juga menyentuh sejarah kebangsaan dengan menyambangi bekas rumah tokoh BPUPKI, Prof. KH Abdul Kahar Mudzakkir.
Rombongan lantas menyusuri gang rukunan, jalur klasik yang memisahkan dua gerbang dengan barisan rumah tradisional Kotagede berdiri kokoh di kanan kirinya. Perjalanan ditutup di Peken Klangenan, Kampung Ndalem, dengan diskusi bersama warga seputar masa depan Kotagede.
“Kita melihat banyak heritage yang bisa dikembangkan menjadi destinasi unggulan, baik untuk wisatawan lokal maupun mancanegara,” ujar Wawan. Ia menekankan, pengembangan kawasan ini harus dilakukan dari bawah—bottom-up—dengan mendorong kesadaran warga bahwa Kotagede menyimpan kekuatan budaya yang luar biasa.
Baca Juga: Waspada Surat Izin Palsu, Keraton Yogyakarta Perkuat Aturan Pemanfaatan Tanah Kasultanan
Menurutnya, goal besar dari sambang kampung ini adalah menjadikan Kotagede sebagai kota lama-nya Yogyakarta, namun tetap berjiwa Yogya: religius, lokal, dan penuh kearifan tradisi. Bukan kota lama yang hanya menampilkan wajah kolonial, tapi yang menghidupkan budaya rakyat.
Pandangan serupa disampaikan oleh Miftachul Alfin dari Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya Kotagede. Ia menyebut Kotagede memiliki modal kuat sebagai kota lawas: dari tata ruang catur gatra, rumah-rumah tradisional, hingga suasana kampung yang tetap sederhana. Namun, penataan kawasan seperti Jalan Kemasan dan Mondorakan butuh sentuhan agar kesan kota lamanya lebih terasa.
Baca Juga: Polisi Gelar Operasi Patuh 2025 Serentak Mulai 14 Juli: Fokus Kendaraan ODOL
“Yogyakarta itu ada karena Kotagede. Cikal bakalnya di sini. Aktivitas budaya dan kampung wisata dari Purbayan, Prenggan, Rejowinangun sampai Jagalan dan Singosaren di wilayah Bantul luar biasa. Tapi perlu diintegrasikan, baik jalur maupun tata ruangnya,” kata Alfin.
Sambang kampung kali ini bukan sekadar bersepeda atau bernostalgia. Ini adalah langkah kecil untuk rencana besar: menghidupkan kembali Kotagede sebagai poros sejarah, budaya, dan wisata Kota Yogyakarta. []