Jembatan Pandansimo: Simbol Konektivitas dan Gerbang Wisata Baru di Selatan Yogyakarta

  • Whatsapp
jembatan pandansimo jogja
Jembatan Pandansimo diharapkan mendongkrak ekonomi selatan Yogyakarta. (Pemda DIY)

BacaJogja – Di ufuk selatan Yogyakarta, bentangan Jembatan Pandansimo menjulang megah, menghubungkan dua sisi daratan yang dulu terpisah oleh aliran Sungai Progo. Di bawah sinar matahari yang lembut, struktur baja dan beton sepanjang 2,3 kilometer itu bukan hanya tampak kokoh, tetapi juga membawa harapan baru bagi masyarakat pesisir Bantul dan sekitarnya.

Pembangunan jembatan yang menelan anggaran sekitar Rp863 miliar ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional. Pemerintah pusat menaruh harapan besar pada jembatan ini sebagai penguat konektivitas wilayah selatan Yogyakarta, sebuah kawasan yang selama ini kerap terpinggirkan dalam peta pembangunan infrastruktur.

Read More

Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas di Bantul, Jalan Weden–Bakulan Tutup 8-9 Oktober 2025

“Jembatan ini bisa meningkatkan mobilitas masyarakat, barang, dan jasa dengan lebih efisien. Biaya produksi berkurang, waktu tempuh lebih singkat, dan tentu saja ekonomi daerah akan tumbuh positif,” ujar Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), saat meninjau lokasi bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Namun, makna kehadiran Jembatan Pandansimo tak berhenti di soal mobilitas. Ia menjadi simbol dari arah baru pembangunan Yogyakarta yang kini “madep ngidul” — berpaling ke selatan — sesuai gagasan Sri Sultan HB X. Gagasan ini mendorong keseimbangan pembangunan antara wilayah utara yang sudah padat dengan selatan yang memiliki potensi besar, baik dari sisi alam maupun ekonomi.

Sri Sultan melihat peluang besar di kawasan pesisir ini. Salah satunya adalah potensi wisata parasailing yang bisa menjadi daya tarik wisata baru di Bantul. “Kalau di Bali itu Januari sampai Juni. Harapannya, ketika arah angin berubah dan wisata parasailing di Bali tak memungkinkan, wisatawan bisa pindah ke sini dari Juni sampai akhir tahun,” tutur Ngarso Dalem dengan optimisme.

Di sepanjang garis pantai Bantul, dari Parangtritis hingga Pandansimo, geliat baru mulai terasa. Infrastruktur yang semakin baik membuka akses menuju delapan pantai berkarakter unik, sebagian besar dikelola oleh komunitas lokal. Pemerintah daerah pun bergerak cepat, menata kawasan agar lebih ramah wisatawan.

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengungkapkan langkah awal penataan dilakukan melalui sistem Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) terpadu. Konsep “one gate for all” akan memudahkan wisatawan menikmati seluruh pantai Bantul hanya dengan satu tiket masuk. “Jadi dari pintu mana pun wisatawan masuk, mereka bisa menikmati seluruh garis pantai ini,” katanya.

Baca Juga: Jembatan Pandansimo Dibuka 24 Jam Mulai 10 Oktober 2025, Akses Bantul–Kulon Progo Kian Lancar

Meski pariwisata berpotensi besar menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), Halim menegaskan bahwa orientasi pemerintah bukan semata soal pemasukan. Pariwisata harus menjadi motor penggerak ekonomi rakyat. Karena itu, tarif masuk kawasan wisata ditetapkan terjangkau — hanya Rp15.000 — agar lebih banyak pengunjung datang dan membuka peluang usaha bagi warga sekitar.

“Yang disasar pemerintah itu bukan PAD, tapi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Yang penting masyarakat bisa berjualan, bisa hidup dari banyaknya wisatawan,” ujar Halim.

Kini, di tengah angin laut selatan yang berembus kencang, Jembatan Pandansimo berdiri sebagai penanda perubahan arah pembangunan Yogyakarta. Ia bukan sekadar struktur beton dan baja, melainkan jembatan harapan — penghubung antara masa lalu yang sunyi dan masa depan yang penuh kemungkinan. []

Related posts