BacaJogja – Jumlah penerima bantuan sosial (bansos) kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat ada 374.761 kepala keluarga. Nilai total Rp177,896 miliar. Namun, dari jumlah itu masih ada 7.125 alokasi yang belum tersalurkan dengan beragam penyebab.
Anggota Komite III DPD RI, Cholid Mahmud mengatakan, secara umum penyaluran BLT BBM di Yogyakarta sudah cukup bagus. Dari 7.125 alokasi yang belum tersalurkan ini sebagian penerima bantuan diketahui sudah meninggal dunia.
Baca Juga: Penyebab Pembagian BLT BBM di Pandak Bantul Tertunda
“Ada juga penyebabnya karena penerima yang bersangkutan tidak ada di tempat. Ada juga tidak disalurkan karena calon penerima dobel bantuan setelah diverifikasi,” katanya saat Rapat Kerja (Raker) Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-undang No 11 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, berkenaan dengan Program Bantuan Sosial Pengalihan Subsidi BBM di Kantor Sekretariat DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Kamis, 27 Oktober 2022.
Di sisi lain, dari raker tersebut, Cholid menyoroti beberapa masalah yang terjadi di Yogyakarta. Pertama, sistem administrasi kependudukan yang mulai tahun 2022 melalui aplikasi SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan).
“Sistem kependidikan sudah bagus, namun juga ditemukan persoalan. Misalnya, ada orang meninggal hari itu juga akta kematian bisa keluar beserta kartu keluarga (KK) yang baru,” jelasnya.
Cholid mengatakan, hal itu itu berefek pada bansos. Jika kepala keluarga terdata sebagai penerima bansos meninggal, dengan terbitnya KK yang diperbarui tersebut maka namanya tidak lagi tercantum. “Secara administratif keluarga miskin itu tidak lagi tercatat sebagai penerima bansos,” ungkapnya.
Baca Juga: Anda Merasa Berhak, tapi Tak Dapat Bansos? Ini Cara Mengadu!
Dia menyontohkan di Kabupaten Sleman, per tahun terdapat sekitar 800 KPM yang meninggal dunia. KPM tersebut tidak lagi menerima bansos karena kepala keluarga meninggal, meski kelaurga tersebut tergolong kurang mampu.
Kebijakan sebelumnya, pengambilan bansos bisa diwakili oleh anggota keluarga, misalnya diwakili oleh istri, sepanjang membawa KTP milik penerima bansos. “Yang boleh mengambil (bansos) orang yang namanya ada di KK, begitu terbit KK baru, nama yang berhak sudah nggak ada,” jelasnya.
Cholid mengakui, sistem administrasi yang cepat memang bagus, akan tetapi terkait dengan bansos perlu ada kebijakan administratif dari Kementerian Sosial. “Secara administratif pada masa bansos tahun berlangsung, kalau dia masih menjadi bagian dari keluarga, tetap harus diakomodasi,” ungkapnya. []