Membaca ala Budaya Tachiyomi Jepang Sebagai “Life Style”

  • Whatsapp
ilustrasi budaya membaca
Ilustrasi budaya membaca (Istimewa)

Oleh : Farida Makruf, S.Ag, S.Pd *)

Walter Elias Disney seorang produser film dan sutradara berkebangsaan Amerika Serikat menuturkan, “Ada jauh lebih banyak harta di dalam buku-buku dari pada simpanan para perompak di pulau harta karun.”

Read More

Umroh akhir tahun

Benarkah demikian?
Sejak kita kecil kita selalu dialirkan pengetahuan agar rajin membaca baik oleh orang tua hingga guru-guru di sekolah. Buku adalah jendela dunia yang dapat memberikan berbagai informasi lewat lembaran-lembaran kertas dipenuhi tulisan yang sarat akan makna. Melalui sebuah buku kita bisa mengetahui sejarah-sejarah tokoh masa lalu, hingga memprediksi teknologi masa depan.

Baca Juga: Link Panduan Pendaftaran Beasiswa Baznas dan Muhammadiyah Rp7 Miliar

Namun apa yang terjadi, saat tiba usia dewasa?
Antara mimpi dan nyata, tak banyak diantara kita yang bertahan dan menjadikan membaca sebagai salah satu habit sekaligus life style. Membaca tak ubahnya sebagai sebuah kegiatan yang sesekali bisa dilakukan dan mudah tergantikan oleh hal lain. Bahkan mungkin, membaca tidak seperti diet mayo, bersepeda pada akhir pekan, hiking dua minggu sekali, clubbing, traveling tiap bulan atau pun menjadi seorang vegetarian. Sebuah anggapan keliru hingga ujung-ujungnya menjadikan bangsa ini jauh tertinggal dalam hal membaca.

Mengapa Budaya Literasi Rendah Harus Diubah?
Hasil survey OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) yang dilakukan PISA (Program for International Student Assement) pada tahun 2019 silam. Kita seakan dikejutkan oleh data yang cukup fantastis, jumlah penduduk lebih dari 272 juta jiwa, tetapi negeri ini mencatat fakta yang cukup menyedihkan soal literasi. Indonesia berada pada peringkat ke-62 dari 70 negara. Staf Ahli Mendagri, Suhajar Diantoro dalam Rakornas bidang perpustakaan tahun 2021 juga membenarkan informasi tersebut. Dipaparkan pula bahwa tingkat literasi Indonesia makin terjun bebas. Hal ini ditengarai dengan jumlah total bahan bacaan dibandingkan dengan jumlah total penduduk Indonesia hanya 0,09. Hal ini mengindikasikan bahwa 90 orang menunggu satu buku setiap tahunnya.

Baca Juga: UPN Veteran Yogyakarta Berbagi Tips Promosi Media Digital bagi UMKM Banguntapan Bantul

M. Syarif Bando, Kepala Perpusnas, UNESCO menetapkan standar minimal agar rasio literasi Indonesia tidak berada di bawah garis rata-rata paling tidak harus ada 20 buku baru untuk setiap orang per tahun. Sebagaimana halnya diterapkan bagi penduduk di negara-negara kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan, Jepang, dan China yang mempunyai kebiasaan gemar membaca secara membumi dan menjadi budaya dari generasi ke generasi.

Diantara negara-negara Asia Timur yang masyarakatnya memiliki minat baca tinggi, adalah Jepang. Salah satu negara yang dikenal dengan manga atau komik, disebut juga novel grafik seakan sebagai devisa negara, karena masyarakat Jepang sangat mengapresiasi berbagai karya tulis dan gambar dengan gemar membaca dan menjadikan gaya hidup sebagai bagian yang tak terpisahkan.

Baca Juga: Identitas Dua Jemaah Haji Kota Yogyakarta yang Meninggal di Tanah Suci

Mengapa Jepang bisa mempunyai good habit sedemikian hebat?
Dilansir oleh harian nasional Jepang Yoshiko Shimbun kebiasaan membaca masyarakat Jepang mulai ditanamkan sejak usia sekolah. Para guru mulai jenjang pendidikan dasar, mewajibkan siswanya untuk membaca minimal 10 menit sebelum kegiatan belajar dimulai. Pembiasaan yang dipupuk sejak dini, kegemaran membaca semakin berkembang dan terus menguat saat usia remaja, dewasa hingga usia lanjut dalam sebuah perilaku tachiyomi.

Tachiyomi berasal dari dua kata yaitu tachimasu (berdiri) dan yomimasu (membaca), tachiyomi bisa diartikan membaca sambil berdiri. Realita ini dapat dilihat di toko-toko buku Jepang yang selalu ramai dikunjungi anak-anak, remaja, orang-orang dewasa hingga orang tua. Mereka asyik membaca majalah, komik, buku pelajaran atau buku apapun sambil berdiri.

Baca Juga: Data Nasional Hancur, Cukupkah Hanya Menkominfo yang Mundur?

Para pemilik tokopun tidak merasa dirugikan ataupun marah dengan fakta sporadis yang dilakukan oleh warga Negeri Matahari Terbit. Dengan senang hati para pemilik toko buku menyediakan buku khusus bahkan ada buku yang masih tersegel untuk para pelaku tachiyomi ini. Sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan di era serba canggih, kebiasaan membaca tetap menjamur

Ada pendapat bahwa minat baca di Indonesia mengalami kemerosotan karena hadirnya teknologi informasi yang semakin canggih utamanya internet, hingga enggan untuk membaca buku. Hal ini berbanding terbalik dengan negara Jepang pemilik teknologi yang jauh lebih canggih dari pada Indonesia, tetapi masih ditemukan budaya tachiyomi.

Baca Juga:

Apakah Tachiyomi dapat diterapkan untuk warga Indonesia?
“Sangat bisa.” Caranya? Tak perlu menjadi sesuatu yang lain, tetapi menjadi sesuatu yang lebih unik disesuaikan dengan kultur di Indonesia yang identik dengan multi etnis. Kebiasaan tachiyomi di Indonesia dapat diterapkan melalui pilar-pilar berikut :
1. Membangun kebiasaan membaca sejak dini. Diawali dengan bahasa ibu yang memiliki peranan sebagai sumber pengetahuan bagi anak. Saat usia dini, ibu bisa memperkenalkan pengetahuan melalui gambar dan buku-buku sederhana.
2. Pembiasaan membaca selama 15 menit untuk siswa di sekolah sebelum Kegiatan Belajar Mengajar. Selain itu mereviu buku yang sudah dibaca dan diberikan reward untuk siswa yang mampu mengulas isi buku dengan sempurna.
3. Bekerja sama dengan Perpustakaan Daerah untuk berkunjung ke sekolah dan menyediakan berbagai macam buku untuk dipinjamkan kepada siswa, serta diberikan portofolio untuk membuat resume dari isi buku.
4. Membuat perpustakaan yang didesain sedemikian rupa di lingkungan masyarakat di tingkat RT/RW dengan buku-buku sumbangan warga dan subsidi dari pemerintah desa untuk biaya perawatan dan pengadaan buku.
5. Mengoptimalkan fasilitas internet, membuat website atau blog untuk membuat konten-konten menarik hingga menumbuhkan minat baca yang tinggi. []

*) Guru SD Negeri Mejing 1, Sleman

Related posts