Oleh: Riska Wirawan *)
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia menunjukkan tren yang signifikan. Fenomena ini tidak hanya menciptakan peluang baru dalam sektor kreatif, tetapi juga menghadirkan tantangan bagi sistem perpajakan nasional. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak telah mulai menerapkan kebijakan pemajakan terhadap pelaku ekonomi digital, termasuk influencer dan UMKM daring. Namun, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan fiskal, kesetaraan beban pajak, dan kesiapan regulasi menghadapi era digital.
Pajak untuk influencer dan UMKM digital pada prinsipnya bertujuan untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara. Pelaku usaha digital, termasuk selebgram, YouTuber, TikToker, hingga reseller daring, kini masuk dalam radar pengawasan pajak. Mereka diwajibkan memiliki NPWP dan melaporkan penghasilan dari aktivitas digital, baik dalam bentuk endorsement, komisi, maupun penjualan produk.
BacaJuga: Cek Nama Penerima Dana PIP 2025 SD Lewat HP, Mudah dan Cepat!
Namun, dalam pelaksanaannya, masih terdapat berbagai kendala. Banyak pelaku UMKM digital yang belum memahami kewajiban perpajakannya. Di sisi lain, sebagian merasa sistem yang berlaku belum cukup adil karena platform besar seperti marketplace dan penyedia layanan digital sering kali lebih sulit dikenai pajak dibanding individu kecil yang menjual produk lewat media sosial. Hal ini menimbulkan kesan bahwa beban pajak justru lebih berat bagi pemain kecil.
Selain itu, aspek pengawasan dan penegakan hukum juga menjadi sorotan. Dalam banyak kasus, pendataan dan pelacakan penghasilan digital masih bergantung pada pelaporan sukarela, sehingga potensi kebocoran pajak cukup tinggi. Oleh karena itu, regulasi perpajakan digital perlu diperkuat dengan sistem yang adil, transparan, dan mampu menjawab tantangan teknologi.
BacaJuga: Kombes Pol Eva Guna Pandia Resmi Jabat Kapolresta Yogyakarta, Ini Profil dan Harapannya
Pemajakan terhadap influencer dan UMKM digital merupakan langkah penting dalam membangun ekosistem fiskal yang adil. Namun, regulasi harus dirancang dengan prinsip proporsionalitas dan edukatif, bukan sekadar represif. Negara perlu membangun sinergi antara perlindungan pelaku usaha digital kecil dengan kewajiban kontribusi terhadap pembangunan nasional. Transparansi, sosialisasi, dan keadilan pajak adalah kunci keberhasilan sistem perpajakan di era digital. []
*) Dosen Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Slamet Riyadi Surakarta






