BacaJogja – Ketika banyak daerah berlomba meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pariwisata, Kabupaten Bantul justru mengambil langkah berbeda. Di bawah kepemimpinan Bupati Abdul Halim Muslih, Bantul memilih menata ulang sistem retribusi wisata bukan untuk mengejar angka pendapatan, melainkan untuk membangun ekonomi rakyat yang berkelanjutan.
Langkah itu diwujudkan lewat rencana penataan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) di kawasan wisata pantai selatan Bantul. Nantinya, semua TPR akan diintegrasikan dalam satu sistem terpadu dengan konsep “one gate for all”, sehingga wisatawan yang masuk dari satu pintu bisa menikmati seluruh pantai di Bantul tanpa harus membayar berulang kali.
“Nanti akan banyak TPR, jadi akan dibuat one gate for all. Jadi dari pintu manapun wisatawan masuk, itu bisa menikmati pantai sepanjang ini,” jelas Abdul Halim Muslih saat mendampingi peninjauan Jembatan Pandansimo bersama Menteri AHY dan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Baca Juga: Kuliner Ekstrem Gunungkidul: Puthul Goreng, Si Kumbang Musiman Kaya Protein yang Lagi Viral!
Bagi Halim, penataan TPR bukan semata urusan teknis, melainkan bagian dari strategi besar menjadikan pariwisata sebagai penggerak ekonomi masyarakat, bukan hanya mesin penghasil retribusi. Pemerintah, katanya, tidak boleh terjebak dalam paradigma lama yang menilai keberhasilan dari besarnya PAD semata.
“Yang disasar pemerintah itu bukan PAD, tapi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Yang penting masyarakat bisa berjualan karena banyaknya wisatawan,” ujarnya.
Dengan tarif masuk kawasan wisata yang tetap terjangkau, yakni Rp15.000, Pemkab Bantul berharap bisa menarik lebih banyak pengunjung dan memperluas dampak ekonomi ke lapisan masyarakat bawah — mulai dari pedagang kecil, penyedia homestay, hingga pengelola wisata berbasis komunitas.
Langkah ini sejalan dengan visi pembangunan “Yogyakarta Madep Ngidul” yang digagas Sri Sultan HB X. Pembangunan infrastruktur besar seperti Jembatan Pandansimo, Jembatan Kretek 2, dan Kelok 23 bukan hanya soal konektivitas, tetapi juga membuka jalan bagi transformasi ekonomi kawasan pesisir.
Baca Juga: Sinergi NU dan Muhammadiyah di Yogyakarta Gaungkan Dukungan untuk Palestina Lewat Festival Anak
Dengan konektivitas yang lebih baik, delapan pantai di wilayah Bantul kini semakin mudah dijangkau. Namun, bagi Halim, kemudahan akses saja tidak cukup. Diperlukan tata kelola wisata yang efisien, transparan, dan ramah wisatawan. Melalui penataan TPR terpadu, pemerintah ingin memastikan pengalaman wisata yang lebih nyaman dan adil bagi pengunjung sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan retribusi daerah.
Lebih jauh, kebijakan ini juga diharapkan menjadi contoh pembangunan inklusif — di mana manfaat ekonomi tidak hanya berhenti di kas daerah, tetapi benar-benar dirasakan masyarakat pesisir yang selama ini menjadi tulang punggung pariwisata Bantul.
Dalam pandangan Halim, pariwisata bukan sekadar angka, melainkan ruang hidup yang menyatukan ekonomi, budaya, dan sosial masyarakat. Dengan sistem TPR yang efisien dan konsep ekonomi rakyat yang mengemuka, Bantul perlahan menata arah baru: pembangunan yang berfokus pada kesejahteraan, bukan sekadar pendapatan. []