BacaJogja – Ketua BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Aditya Bima menyayangkan segala bentuk fitnah kepada Ketua Umum BPP Hipmi Mardani H. Maming. Tuduan sejumlah pihak kepada Mardani yang juga mantan Bupati Tanah Bumbu Banjarmasin ini tidak beralasan.
Tuduhan berawal dari pemanggilan Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H. Maming untuk diperiksa sebagai saksi kasus gratifikasi izin tambang. “Kami menegaskan Ketua Umum Hipmi, Mardani H Maming adalah sosok teladan. Seorang pengusaha muda nasional yang selalu mencontohkan praktik-praktik berbisnis yang legal dan sesuai aturan yang berlaku,” jelas Aditya Bima.
Baca Juga: Perusahaan Tak Boleh Cicil dan Tunda THR Meski Masih Pandemi
Melalui kuasa hukumnya, Irfan Idham menyatakan Mardani ketidakhadiran dalam persidangan di Pengadilan Tipikor karena ada kegiatan yang memang tidak bisa ditinggalkan. Mardani yang juga Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) ini sebelumnya telah melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada majelis hakim saat tidak menghadiri persidangan dugaan gratifikasi peralihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara dari PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara tersebut.
Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo ditetapkan tersangka. “Pak Mardani tidak mangkir dalam persidangan, karena setiap persidangan Pak Mardani melakukan pemberitahuan secara resmi bahwa berhalangan hadir dikarenakan ada kegiatan yang waktunya bersamaan dan tidak bisa ditinggalkan,” ujar Irfan dalam siaran pers Rabu, 20 April 2022.
Baca Juga: Kabupaten Bantul Menuju Jejaring Kota Kreatif Dunia
Menurutnya, kliennya tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sidang pada 11 April 2022 lantaran menghadiri audiensi Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta.
Bahkan selanjutnya pada tanggal 4 April 2022, kliennya masih dalam proses pemulihan pasca operasi ginjal. “Jadi bukan beliau tidak mau, tapi karena lagi tidak bisa karena kondisi kesehatan,” tutur Irfan.
Irfan mengatakan, dugaan korupsi itu tidak memiliki keterkaitan dengan Mardani karena pokok perkaranya merupakan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Jadi kami tidak setuju juga kalau misalnya atas kasus tersebut ada pemberitaan-pemberitaan yang beredar bahwa ini ada kaitannya dengan klien kami,” sambungnya.
Baca Juga: Belanja Online Picu Inflasi di Kota Yogyakarta, Ini Faktanya
Kasus berawal dari saat Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu kala itu memproses setiap permohonan maupun surat dengan catatan sudah sesuai dengan ketentuan. Dalam aturan setiap perizinan tidak langsung ditandatangani Bupati jika tidak berdasarkan pemeriksaan jajarannya.
“Jadi, permohonan itu masuk pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar seritifikat cmc kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah,” tuturnya.
Baca Juga: 56 BUMN Buka 2.700 Lowongan Kerja, Ini Tata Cara Melamar dan Syarat Daftar
Irfan juga menyoroti langkah tim kuasa hukum Raden Dwidjono yang melaporkan kasus itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, kasus tersebut masih dalam proses hukum di pengadilan. “Kenapa tiba-tiba pihak terdakwa dalam hal ini pengacara terdakwa langsung bergerak seakan-akan sudah ada putusan, sementara hal itu belum ada putusan yang berkaitan dengan itu,” tegas Irfan.
Kasus ini mencuat karena korporasi batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 2010. Pemanggilan Mardani sebagai saksi kali ini dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Tanah Bumbu. []