Belanja Online Picu Inflasi di Kota Yogyakarta, Ini Faktanya

  • Whatsapp
Sosialisasi MPR Cholid Mahmud
Anggota DPD RI Cholid Mahmud (kiri) dan Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat menjadi pembicara di Kantor DPD RI Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Sabtu, 16 April 2022. (Foto: BacaJogja)

BacaJogja – Belanja online yang dilakukan anak-anak di Kota Yogyakarta ternyata memicu inflasi. Cukup belanja menggunakan perangkat smartphone untuk berbelanja online yang simpel adalah faktor infasi tersebut. Si anak tidak menghiraukan lagi selisih harga lebih murah saat membeli dengan tatap muka dengan penjual.

Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, meski selisig harga mencapai 30 persen lebih mahal, hal itu tidak menjadi persoalan bagi anak-anak untuk membeli. Barang yang harganya Rp5.000 namun karena dibeli lewat online naik menjadi Rp8.000.

Read More

Baca Juga: Empat Kedudukan Penting Pancasila Menurut Anggota MPR Cholid Mahmud

“Bagi anak-anak, kenaikan harga tidak jadi pertimbangan,” katanya saat menjadi narasumber Sosialisasi Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, yang gelar oleh Anggota DPR RI cholid Mahmud di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Sabtu 16 April 2022.

Heroe mengungkapkan, dengan model seperti itu beberapa aplikasi penjualan atau lapak online meraup keuntungan. “Dua aplikasi pembelian online yang paling populer bisa meraup omzet Rp15 miliar sampai Rp30 miliar per bulan,” ungkapnya.

Baca Juga: Pendapat Pakar UGM Yogyakarta soal Kenaikan Harga Pertamax

Dia mengatakan, mayoritas barang yang dijual di dua aplikasi itu merupakan produk luar negeri. Jika anak-anak membeli produk di lapak online dampaknya produk dalam negeri menjadi tidak terbeli sehinggga otomatis perekomian semakin lemah. “Ini salah satu kelemahan ketahanan ekonomi kita,” katanya.

Pada kesempatan itu, Cholid Mahmud mengatakan, kekuatan bangsa terletak di tangan pemuda. Mereka yang akan menunjukkan wajah kehormatan suatu bangsa dalam segala kontes kehidupan. Pemuda adalah kader bangsa yang harus terbina dengan segala bentuk pendidikan.

Baca Juga: Kenaikan UMK 2022 Gunungkidul Tertinggi, tapi Tetap Terendah di Yogyakarta

Cholid mengatakan, pendidikan sebagai kunci sehingga jangan sampai pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan tidak memerhatikan masa depan pemuda. “Apalagi hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan saja. Diperlukan pendidikan yang rentangnya dari pendidikan kejiwaan atau psikologi sampai pendidikan politik,” jelasnya.

Menurut dia, tanpa adanya peranan generasi muda, maka Indonesia sulit mengalami perubahan dan akan mudah pula kehilangan identitas. Peran pemuda semakin penting dan strategis mengingat Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2030-an,” kata Cholid.

Baca Juga: Respons DPR RI dari Yogyakarta soal Sembako dan Jasa Sekolah Bakal Kena Pajak

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, penduduk usia produktif masih mendominasi. Persentase laki-laki dan perempuan di usia produktif (15-64 tahun) sekitar 67,6 persen. Sedangkan penduduk usia belum produktif hanya sekitar 26-27 persen. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *