BacaJogja – Yogyakarta kehilangan salah satu tokoh ikoniknya. Hamzah Sulaiman, sosok di balik brand House of Raminten dan Hamzah Batik (dulu Mirota Batik), tutup usia pada Rabu malam, 23 April 2025 di umur 75 tahun. Pria yang dikenal luas dengan nama panggung “Raminten” ini bukan hanya seorang pengusaha sukses, tapi juga seniman dan komedian yang telah memberikan warna unik dalam dunia kuliner dan budaya di Yogyakarta.
Kabar duka disampaikan secara resmi melalui akun Instagram @houseoframinten. Dalam unggahannya, pihak manajemen menyebut Hamzah bukan sekadar pemimpin, tapi juga guru dan panutan yang telah meninggalkan warisan berharga, baik secara nilai maupun karya.
Baca Juga: Sosok Rejo Arianto, Seniman di Balik Patung Biawak di Wonosobo yang Viral
“Selamat jalan Kanjeng… Engkau tidak hanya pemimpin bagi kami, tapi juga guru dan panutan. Semoga di sana bahagia ya, Kanjeng,” tulis akun tersebut.
Hamzah Sulaiman semasa hidupnya juga dikenal dengan gelar kehormatan Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamijinindyo, sebuah pengakuan atas kontribusinya terhadap kebudayaan dan masyarakat.
Perjalanan Hidup dan Kiprah Sang Raminten
Hamzah lahir pada 7 Januari 1950, sebagai anak bungsu dari pasangan Hendro Sutikno dan Tini Yuniarti—pendiri Grup Mirota. Ia tumbuh di lingkungan keluarga pengusaha, namun sejak muda memiliki ketertarikan pada seni dan budaya. Ia sempat menempuh pendidikan Biologi di Universitas Gadjah Mada, lalu pindah ke Universitas Sanata Dharma mengambil jurusan Bahasa Inggris.
Baca Juga: Jogja Volkswagen Festival 2025: Hadirkan Perpaduan VW Klasik dan Mobil Listrik di GIK UGM
Petualangan hidup Hamzah sempat membawanya bekerja di kapal pesiar dan tinggal di Amerika Serikat selama tiga tahun. Namun, ia akhirnya kembali ke Indonesia untuk merawat sang ayah yang sakit. Sejak itu, ia mulai aktif mengembangkan bisnis keluarga bersama saudara-saudaranya.
Pada tahun 1979, Hamzah mendirikan Mirota Batik (kini Hamzah Batik) di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Toko oleh-oleh ini tumbuh menjadi salah satu destinasi wisata belanja utama di Jogja, dengan mengusung nilai-nilai budaya Jawa dalam setiap aspek pelayanannya.
Dari Panggung Komedi ke Dunia Kuliner
Nama “Raminten” pertama kali dikenal publik lewat program komedi lokal “Pengkolan” di Jogja TV. Hamzah memerankan sosok perempuan Jawa dengan kebaya, sanggul, dan jarik—karakter yang kemudian melekat erat dengannya. Dari peran itulah lahir inspirasi untuk membangun The House of Raminten, sebuah rumah makan tematik yang memadukan konsep budaya Jawa, kuliner tradisional, dan sentuhan seni pertunjukan.
Baca Juga: Perempuan Asal Bantul Dilaporkan Hilang, Ini Identitas dan Ciri-cirinya
Didirikan pada 26 Desember 2008 di Kotabaru, House of Raminten awalnya hanya menjual jamu tradisional seperti kunir asem dan beras kencur. Namun lambat laun, tempat ini berkembang menjadi restoran 24 jam yang menyajikan berbagai menu khas Jawa, termasuk Sego Kucing seharga Rp1.000, yang menjadi simbol keramahan dan kesederhanaan.
House of Raminten bukan sekadar tempat makan, tetapi juga menjadi simbol keberanian untuk tampil beda, memadukan seni, budaya, dan bisnis dalam satu ruang yang hidup.
Warisan Pemikiran dan Nilai Kehidupan
Lebih dari sekadar pengusaha dan seniman, Hamzah Sulaiman dikenal sebagai pribadi yang bijak. Kalimat-kalimat inspiratif yang ia bagikan di media sosial mencerminkan pandangannya yang mendalam tentang makna hidup dan kekayaan sejati:
“Sugih tanpa bandha, kaya tanpa harta. Kekayaan sejati tidak terletak pada harta benda, melainkan pada kawan dan saudara.”
“Digdaya tanpa aji. Kekuasaan sejati bukan dari kekuatan fisik, tapi dari wibawa dan keteladanan.”
Hamzah telah berpulang, namun warisan pemikiran dan karyanya akan terus hidup dalam setiap jamu yang diseruput, setiap batik yang dibeli, dan setiap tawa yang lahir dari kenangan akan sosok Raminten. []