BacaJogja — Kabar duka menyelimuti Keraton Yogyakarta dan masyarakat Yogyakarta. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jayaningrat, atau RM Sumyandarto bin GBPH H. Joyokusumo, wafat dalam usia 38 tahun pada Senin, 16 Juni 2025. Almarhum merupakan Penghageng II Kawedanan Sri Wandawa, serta sosok penting dalam struktur adat dan kehidupan spiritual Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Jenazah almarhum disemayamkan di Ndalem Joyokusuman, Jalan Rotowijayan No. 5, Kraton, Yogyakarta. Direncanakan, jenazah akan dishalatkan di Masjid KD Suronoto/Rotowijayan setelah Salat Zuhur, Selasa, 17 Juni 2025 pukul 12.30 WIB, sebelum dimakamkan di Makam Hastorenggo, Kotagede.
Garda Depan Keraton dalam Urusan Keagamaan
Dikutip dari laman KratonJogja, dalam struktur Keraton, KRT Jayaningrat memegang peran strategis sebagai Penghageng Kawedanan Ageng Pengulon—layaknya “kementerian agama” Keraton. Ia bertanggung jawab atas lebih dari 100 masjid, 150 makam, dan berbagai petilasan yang tersebar tak hanya di Yogyakarta, tetapi juga menjangkau Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Baca Juga: Evakuasi Dramatis Jenazah Kepala SMP Muhammadiyah dari Tebing Pantai Ngungap Gunungkidul
KRT Jayaningrat pada 27 Desember kemarin diangkat sebagai Penghageng Pengulon. Ia menekankan bahwa tugas Pengulon bukan sekadar merawat peninggalan fisik, tetapi juga menyelenggarakan kegiatan keagamaan yang bersifat rutin maupun insidental.
Menjaga Warisan Leluhur dan Syiar Islam
Dalam struktur Kawedanan Pengulon, tugas terbagi menjadi empat bagian: kemesjidan (masjid), pasarean (makam), pengkajian, dan tata laksana. Masing-masing memiliki tantangan besar, mulai dari keterbatasan sumber daya hingga upaya pelestarian fungsi asli masjid-masjid Kagungan Dalem yang kini banyak yang telah beralih kepemilikan.
Setiap bulan dan tahun, ratusan kegiatan keagamaan digelar seperti Pengajian Ahad Ponan, Jumat Legi, hingga manaqiban dan sema’an Al-Qur’an di Masjid Gedhe. Kegiatan ini diikuti ribuan jemaah dari berbagai kalangan. Kawedanan Pengulon juga menjadi penanggung jawab acara besar keraton seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Labuhan, hingga peringatan Hadeging Nagari (berdirinya Keraton).
Baca Juga: Update Penganiayaan Maut di Sleman: Dua DPO Serahkan Diri, Total Tujuh Tersangka Ditahan
Warisan Keluarga: Islam Jawa yang Toleran
Kanjeng Jaya adalah putra dari mendiang GBPH Jayakusuma, adik dari Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang dikenal sebagai tokoh penggerak syiar Islam Jawa yang inklusif dan modern. Atas dorongan sang ayah, ia bergabung sebagai Abdi Dalem sejak 2007.
Ia memulai pengabdian dari Panitrapura, lalu menjadi carik di Rantamharto, hingga akhirnya bergabung di Pengulon. Sejak 2014, seiring pengembalian fungsi keagamaan ke Kawedanan Pengulon, peran Kanjeng Jaya makin vital.
Ia pernah meninggalkan bangku kuliah di UII demi menemani ayahandanya yang sakit. “Dulu menggerutu, tapi pengalaman itu kini saya sadari membekali saya dengan wawasan sejarah dan spiritual yang sangat dalam,” ujarnya suatu ketika.
Baca Juga: Produksi Jagung Tembus 9 Ton per Hektare, Bantul Jadi Percontohan Nasional
Hidup untuk Keraton
Setelah menjadi Penghageng, ia menyerahkan seluruh urusan rumah tangga kepada istri dan mencurahkan waktu penuh untuk Keraton. Dia dari subuh sampai malam tidak ada capeknya kalau mengurusi keraton. Rasanya fresh terus.
Ia bahkan melepaskan usaha pribadi dan jabatan di organisasi untuk berbakti penuh. Prinsip hidupnya sederhana: menjaga budaya dan marwah Keraton sebaik mungkin. Pesan sang ayah terus ia genggam erat, “Siap menjadi bumper Ngarso Dalem.”
Kanjeng Jaya juga menaruh harapan besar kepada generasi muda. “Jangan lupa akar budaya kita. Budayalah yang membentuk moral kita. Kearifan lokal harus kita jaga. Jogja jangan sampai kehilangan ruh Jawanya.”
Kini, KRT Jayaningrat telah berpulang, namun dedikasi dan pengabdiannya akan terus hidup sebagai bagian dari napas budaya dan spiritual Keraton Yogyakarta. []