Pergi dalam Diam: Sepenggal Perjalanan Sunyi Mahasiswi UNS di Ujung Jembatan Jurug Solo

  • Whatsapp
korban jembatan jurug
Evakuasi korban yang lompat dari Jembatan Jurug Solo. (Basarnas)

BacaJogja – Selasa siang itu, angin di tepian Sungai Bengawan Solo seakan berembus lebih lirih dari biasanya. Jembatan Jurug berdiri bisu menjadi saksi detik-detik seorang perempuan muda memilih pamit dengan cara yang hanya ia pahami sendiri.

Devita Sari Anugraheni, mahasiswi semester akhir Universitas Sebelas Maret (UNS), berjalan perlahan hingga ke tepian jembatan. Di sana, ia tinggalkan sepeda motor, sebuah buku harian, dan beban yang terlalu berat untuk terus dibawanya.

Read More

Tak banyak yang tahu pergulatan sunyi yang mengiris di balik senyum gadis asal Temanggung ini. Di mata orang-orang, Devita tampak seperti mahasiswa berprestasi kebanggaan keluarga—penerima beasiswa KIP-K, IPK 3,8, skripsi rampung, wisuda tinggal menunggu waktu. Tetapi di dalam dirinya, ada luka yang tak pernah sepenuhnya sembuh. Ada perasaan tak lagi menjadi diri sendiri.

Baca Juga: Diva Aulia Lestari: Senyum yang Kini Hanya Tinggal Kenangan

Humas Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) Pos SAR Solo, Yohan Tri Anggoro, mengisahkan proses pencarian yang dimulai sejak hari Devita melompat. Pencarian itu akhirnya berakhir pada Rabu siang (2/7/2025), ketika jasadnya ditemukan sekitar tiga kilometer dari lokasi ia mengakhiri hidup.

“Tadi pukul 12.00 WIB sudah ditemukan dengan jarak 3,3 km dari lokasi kejadian. Tepatnya di utara Jembatan Ringroad,” ujar Yohan.

Proses evakuasi berjalan sekitar 30 menit. Setelah dibersihkan, jenazah Devita diantar pulang ke Temanggung—kembali ke rumah yang dulu menjadi tempatnya tumbuh, kali ini dalam keheningan.

Surat terakhir yang ia tinggalkan bertuliskan kalimat yang menyesakkan dada siapa pun yang membacanya. “Aku pergi ya… Jangan salahkan keluarga atau tempat instansi atau kuliah. Aku hanya bermasalah dengan diriku sendiri… Aku capek…” Baris-baris itu seolah menjadi pintu kecil mengintip ke dalam ruang gelap yang lama ia sembunyikan.

Baca Juga: Dini Hari Nahas: Dua Pelajar Kecelakaan di Parangtritis Bantul, Satu Luka Berat

Universitas Sebelas Maret tak tinggal diam. Dalam klarifikasi resmi, Sekretaris Universitas, Prof. Agus Riwanto, menyebut bahwa Devita sudah sejak lama menjalani konseling kejiwaan. Sejak Januari 2025, ia berkali-kali mendatangi Subdirektorat Layanan Konseling Mahasiswa UNS. Bahkan sebelum itu, sejak 2023, ia pernah beberapa kali mencoba mengakhiri hidup dengan cara berbeda.

“Yang bersangkutan mempunyai masalah kejiwaan dan riwayat percobaan bunuh diri sejak tahun 2023 sampai 2025. Pernah dirawat di rumah sakit jiwa,” ungkap Prof. Agus.

Nama salah seorang dosen pembimbingnya pun tertulis di surat wasiat. Namun pihak kampus menegaskan, dosen itu justru telah berupaya penuh mendampingi dan memberi keringanan akademik. “Dr. Sumardiyono sudah memberi banyak kemudahan. Bahkan menyarankan cuti akademik untuk pemulihan, tapi yang bersangkutan menolak,” jelas Prof. Agus.

Pihak kampus menekankan peristiwa ini tidak berkaitan dengan tekanan akademik. Semua pihak sudah mencoba membantu. Tetapi terkadang, perang yang paling sunyi memang terjadi di dalam kepala seseorang.

Baca Juga: Detik-detik Penyelamatan Mahasiswi yang Hendak Mengakhiri Hidup di Pantai Widodaren Gunungkidul

Sore itu, Jembatan Jurug menjadi tempat Devita meletakkan semua letih yang tak tertampung kata. Sungai Bengawan Solo pelan mengalir, membawa kepergian yang takkan pernah sepenuhnya dimengerti orang lain.

Kini, Devita pulang. Pulang dengan cara yang tak seorang pun berharap. Pulang setelah menuntaskan pergulatan panjang dengan dirinya sendiri.

Dan kita semua, yang masih di sini, diingatkan lagi: tak setiap luka tampak di permukaan. Tak semua duka terdengar dari bibir. Jika kau sedang menanggung gelap yang sama, percayalah—kau tak sendiri. Mintalah bantuan. Bicaralah. Bertahanlah.

Karena meski tak semua tanya punya jawaban, hidupmu selalu punya arti. []

Related posts