Yogyakarta – Politik Luar Negeri Indonesia sangat kuat mengakar dalam konstitusi negara. Hal tersebut bisa dilihat dalam UU RI 1945, baik dalam pembukaannya maupun dalam pasal-pasalnya.
Anggota DPD RI Cholid Mahmud menyatakan tantangan Indonesia saat ini dan ke depan bagaimana pemerintah mampu mengelola politik luar negeri yang dituntut tetap harus berpijak pada prinsip konstitusional. Namun sisi lain tetap harus responsif terhadap dinamika globalisasi.
Baca Juga:
Senator dari Dapil DIY ini mengatakan, dalam hal ini bagaimana menjalankan politik luar negeri tetap berpijak pada prisnsip kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. “Tetapi tetap adaptif dan responsif terhadap kosmopolitanisme yang memang tidak mungkin dihindari,” katanya dalam acara diskusi bertema Politik Luar Negeri menurut Konstitusi dan Implementasinya di Kantor DPD RI Perwakilan DIY Jalan Kusumanegera Kota Yogyakarta, Sabtu, 29 Mei 2021.
Cholid mengatakan, kebijakan politik luar negeri yang dijalankan tidak boleh membahayakan kepentingan nasional Indonesia, terutama menyangkut kedaulatan dan keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Juga tidak boleh menghalangi pembangunan dan menyejahterakan Indonesia,” ungkapnya.
Atas dasar itu, kata dia, para pemimpin di tingkat strategis nasional harus benar memahami prinsip-prinsip secara benar yang terkandung dalam konsitusi. Selain juga pada saat yang sama tetap memahami konsep kepentingan nasional agar dalam membuat kebijakan atau keputusan politik dipastikan mendukung terwujudnya kepentingan nasional Indonesia. “Seperti yang terjabarkan dalam kebijakan-kebijakan nasional, yaitu UUD RI Tahun 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Cholid.
“Termasuk dalam hal ini Palestina yang saat ini masih terjajah, maka Indoenesia berkewajiban, atas nama konstitusi, untuk mendukung negara ini terbebas dari penjajahan Israel”
Pada kesempatan tersebut, Dosen Hubungan Internasional UGM Yogyakarta Dr. Riza Noer Arfani mengatakan, landasan dan pijakan politik luar negeri Indonesia sangat kuat mengakar dalam konstitusi negara. Dalam Pembukaan UUD RI 1945 bisa dilihat dalam paragraf satu yang menyatakan Kemerdekaan adalah Hak Segala Bangsa.
Kemudian dalam paragraf empat dinyatakan ikut melaksanakan Ketertiban Dunia berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial. Sedangkan di dalam pasal-pasalnya sebagaimana bisa dilihat dalam pasal 11 ayat 1 dan 2, pasal 13 ayat 1,2 dan 3, Pasal 27 ayat 3, pasal 28D ayat 4, dan pasal 30 ayat 1.
Menurut dia, isi paragraf 1 dalam kutipan tersebut bermakna Indonesia adalah negara yang anti penjajahan. Kemudian dalam paragraf 4 ditegaskan lagi Indonesia adalah negara yang cinta damai dan akan ikut secara proaktif melaksanakan ketertiban dunia. Makna dari paragraf tersebut yakni, semua negara bangsa harus merdeka dan hidup berkeadilan sosial.
Baca Juga:
Artinya, kontistusi sudah mengamanatkan bahwa Indonesia aktif ikut terlibat dalam upaya-upaya menjaga perdamaian internasional, baik secara militer maupun ekonomi dan sosial. “Termasuk dalam hal ini Palestina yang saat ini masih terjajah, maka Indoenesia berkewajiban, atas nama konstitusi, untuk mendukung negara ini terbebas dari penjajahan Israel,” kata Riza.
Menurut dia, berdasarkan konstitusi, maka ada tiga prisip dasar yang menjadi pijakan politik luar negeri Indonesia. Ketiga prinsip itu yakni kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Ketiga dasar prinsip ini menjadi substansi dari politik bebas aktif yang dianut Indonesia selama ini. “Prinsip-prinsip ini pula, melalui konsep politik bebas aktif, Indonesia menjaga dan membangun kedaulatan, geopolitik dan geoekonominya,” ungkapnya. []