Guyub Rukun Nyawiji Nggayuh Mukti, Upaya Merawat Budaya Lereng Merapi

  • Whatsapp
budaya lereng merapi
Salah satu seni budaya di lereng Merapi. (Foto: Istimewa)

BacaJogja – Warga Lereng Gunung Merapi, tepatnya di Kalurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar festival untuk melestarikan budaya. “Guyup Rukun Nyawiji Nggayuh Mukti” menjadi tema festival yang sekaligus merayakan ulang tahun ke 77 kalurahan itu.

Festival Budaya Lereng Merapi Tahun 2023 adalah sebuah perayaan yang sangat dinantikan masyarakat dan tidak luput para wisatawan.

Read More

Umroh akhir tahun

Pergelaran acara budaya yang sangat diminati ini antara lain sendratari sejarah Lereng Merapi, 1000 tumpeng, pasar kangen, tari kreasi oleh para warga.

Baca Juga: 15 Tahun Pendidikan Antikorupsi Universitas Paramadina: Tembok Harapan Melawan Budaya Korupsi

1000 tumpeng untuk rasa syukur, partisipasi dari warga. Acara Festival Budaya Lereng Merapi yang di gelar mulai dari 22 hingga 28 Oktober 2023 di Kampoeng Mahoni di Tanen, Kalurahan Hargobinangun, menjadi pusat perhatian dengan menjadi tuan rumah bagi festival budaya yang dilaksanakan bersama Karang Taruna Kalurahan Hargobinangunan.

“Perayaan ini luar biasa, mencerminkan kekayaan budaya dan keberagaman wilayah kalurahan Hargobinangun,” kata Lurah Hargobinangun, Amin Sarjito,S.H.

Ia menegaskan pentingnya festival sebagai sarana untuk mempromosikan dan melestarikan potensi wilayah. Festival Budaya Lereng Merapi Tahun 2023 adalah sebuah perayaan yang sangat dinantikan dan tidak hanya merayakan warisan budaya dan alam yang indah di sekitar Gunung Merapi.

Baca Juga: Pemkab Sleman Serahkan Hibah Gamelan dan Alat Musik kepada 50 Kelompok Kebudayaan

Agenda budaya ini menyatukan berbagai unsur seperti seni pertunjukan tradisional, berbagai lomba yang melibatkan partisipasi masyarakat serta kuliner khas daerah yang tidak kalah menarik.

Pasar kangen merupakan salah satu  elemen yang paling memukau dalam festival, sebuah destinasi yang menghadirkan pesona sejarah dan tradisional lokal kepada pengunjung.

Pasar kangen di Festival Budaya Lereng Merapi ini adalah sebuah upaya luar biasa untuk menghidupkan kembali tradisi dan kebiasaan yang mungkin telah terlupakan oleh sebagian masyarakat. Pasar kangen bukan hanya sekedar tempat untuk mencicipi kuliner khas, tetapi ini adalah sebuah panggilan untuk menjelajahi dan menghargai kekayaan budaya yang ada di sekitar kita.

Baca Juga: Lomba Pacuan Kuda Kepang di Sleman, Upaya Pelestarian Budaya dan Kreasi Olahraga

“Dengan berbelanja di pasar kangen, kita berkontribusi pada pelestarian keberlanjutan tradisi dan kerajinan lokal,” kata dia.

Para pengunjung  merasakan  masa lalu, sejarah, dan tradisi. Karena tradisi adalah harta berharga yang harus dilestarikan dan dibagikan kepada generasi berikutnya. Dalam pasar kangen, ditemukan lebih dari sekedar produk, namun juga  ditemukan warisan, nostalgia dan rasa kangen yang tak ternilai harganya.

Selain itu, penampilan sendratari juga sangat meriah. Sendratari dipertunjukkan dan ditarikan oleh kelompok Sanggar Wahyu Manunggal yang terdiri dari 15 SD 20 yang berada di kalurahan tersebut. Sendratari ini menggambarkan sejarah bergabungnya 3 Kalurahan pada Tahun 1946 menjadi 1 kelurahan yaitu kelurahan Hargobinangun atas maklumat dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca Juga: Milad ke-2 Seduluran Warga Bantul Kian Memberi Kemaslahatan Seni Budaya, Agama, dan Ekonomi

Selain itu dengan adanya sendratari ini menjadi sarana mengembangkan literasi mengenai sejarah kelurahan Hargobinangun bagi masyarakat Kelurahan Hargobinangun.

“Tarian ini menceritakan tentang dinamika kehidupan masyarakat pada 3 kelurahan lama yaitu Kelurahan Lama Kaliurang, Kelurahan Lama Purworejo, dan Kelurahan Lama Pandanpuro,” kata Amin.

Dulu, sebelum bergabung dengan Kalurahan Hargobinangun, masyarakat di Kalurahan Lama Kaliurang menggantungkan hidupnya dengan mengelola wilayahnya yang utamanya merupakan hutan lindung sebagai penambang dan petani kebun dengan pengetahuan dan teknologi yang belum memadai.

Sedangkan masyarakat di Kalurahan Lama Purworejo dan Kelurahan Lama Pandanpuro menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam.

Walaupun kala itu perkebunan dan persawahan di 2 Kalurahan itu masih terolah dengan baik karena kondisi tanah yang masih gersang akibat adanya erupsi gunung Merapi kala itu dan tidak adanya aliran air.

Baca Juga: AB-Ningrat, Komunitas Seniman hingga Aktivis Kebudayaan Yogyakarta Dukung AMIN

Selama belum bergabungnya 3 kelurahan ini terjadi kesejahteraan masyarakat yang kurang merata, tata pemerintahan yang kurang baik, kurangnya keakraban dan persaudaraan, serta kesulitan mengorganisir masyarakat jika terjadi bencana alam. Sehingga karena kondisi tersebut hadirlah maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menggabungkan ketiga kelurahan lama tersebut menjadi satu kelurahan yaitu Kelurahan Hargobinangun.

Tujuannya agar memudahkan masyarakat dalam hal administratif, tata pemerintahan, memperjuangkan kesejahteraan masyarakat dan semakin terjalinnya persaudaraan dan sinergi membangun desa. Dinamika kehidupan masyarakat mulai berubah setelah bergabung menjadi satu kelurahan.

“Salah satu peserta yang turut tampil dalam acara Festival Budaya Lereng Merapi Sanggar Wahyu Manunggal, dengan menampilkan Tari Hargo Nyawiji koreografi Bimo Wiwohatmo,” Agustinus Antok, pengasuh Sanggar.

Menjaga dan mengajarkan tari tradisi serta tari kreasi merupakan salah satu upaya untuk melestarikan budaya yang ada di masyarakat Lereng Merapi. Selain itu, atraksi dan penampilan budaya juga menjadi sasaran para wisatawan untuk menyaksikan betapa beragamnya kebudayaan di Indonesia. []

Related posts