BacaJogja – Penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada September 2024 menggemparkan publik. Kasus ini kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Lumajang dengan lima terdakwa yang mengaku menanam ganja atas perintah seorang pria bernama Edi—sosok yang hingga kini masih buron.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Lumajang pada Selasa, 18 Maret 2025, tiga terdakwa, yakni Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam, dan Bambang bin Narto, mengakui bahwa mereka menerima bibit, pupuk, serta pengarahan dari Edi. Ketiganya merupakan warga Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Mereka mengaku menerima Rp 150 ribu setiap kali mengunjungi lahan dan dijanjikan upah Rp 4 juta per kilogram ganja yang berhasil dipanen. Penanaman dilakukan di area tersembunyi dengan semak belukar lebat dan medan curam. Mereka juga diajari cara menanam, memupuk, serta merawat tanaman hingga siap panen dalam empat hingga lima bulan.
Baca Juga: Geger Pengakuan Palsu! Pria di Sleman Ngaku Jadi Korban Kejahatan, Ternyata Lukai Diri Sendiri
Selain ketiga terdakwa tersebut, dua terdakwa lain, Suwari bin Untung dan Jumaat bin Seneram, juga menjalani sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan. Sementara itu, seorang terdakwa bernama Ngatoyo telah meninggal dunia, sehingga dakwaannya gugur.
Misteri Edi, Dalang di Balik Ladang Ganja TNBTS
Sosok Edi masih menjadi teka-teki. Dikenal sebagai pengepul sayur di desa, Edi terakhir terlihat lima hari sebelum penggerebekan ladang ganja. Polisi telah mengantongi foto dirinya dan terus melakukan pengejaran.
“Kami punya foto DPO ini. Upaya pengejaran secara maksimal masih terus kami lakukan,” ujar Kepala Sub Humas Polres Lumajang, Inspektur Dua Untoro, Rabu, 19 Maret 2025.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa penemuan ladang ganja merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Kehutanan dan Kepolisian RI.
“Ladang ganja itu bukan milik petugas taman nasional. Justru berkat mereka dan kepolisian, lokasi tersebut berhasil diungkap,” jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Baca Juga: Ini Ciri-ciri Pakaian Dekat Lokasi Penemuan Kerangka Manusia di Kebun Tebu Bantul
Teknologi drone digunakan dalam investigasi untuk memetakan area tanaman ganja yang tersembunyi. Klaim bahwa taman nasional ditutup untuk menutupi keberadaan ladang ganja juga dibantah.
“Isunya ‘oh ditutup supaya ganjanya tidak ketahuan’. Justru dengan drone dan kerja sama dengan Polisi Hutan, kita bisa mengungkapnya,” tegas Raja Antoni.
Fakta Lokasi Ladang Ganja: Jauh dari Jalur Wisata
Balai Besar TNBTS memastikan bahwa ladang ganja tidak berada di jalur wisata Gunung Bromo maupun pendakian Gunung Semeru. Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, menjelaskan bahwa ladang tersebut ditemukan di Blok Pusung Duwur, yang merupakan area tersembunyi dengan vegetasi lebat dan medan terjal.
Jarak antara ladang ganja dengan jalur wisata Gunung Bromo sekitar 11 kilometer, sementara dengan jalur pendakian Gunung Semeru sekitar 13 kilometer.
“Area ini sangat tersembunyi dan jauh dari aktivitas wisata,” jelas Rudijanta.
Baca Juga: Kuliner Legendaris Kotagede Yogyakarta: 5 Jajanan Tradisional yang Wajib Dicoba
Pembatasan Drone: Bukan Karena Ladang Ganja
Terkait isu pembatasan penggunaan drone di TNBTS, Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa aturan tersebut bukan dampak dari penemuan ladang ganja. Peraturan penggunaan drone di kawasan konservasi sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 dan telah diterapkan sejak 2019 dalam SOP pendakian Gunung Semeru.
Kasus ladang ganja di TNBTS masih terus bergulir. Publik menantikan perkembangan terbaru, terutama terkait penangkapan Edi yang hingga kini masih buron. Polisi dan pihak terkait terus berupaya mengungkap lebih dalam jaringan narkotika yang memanfaatkan kawasan konservasi untuk aktivitas ilegal. []