Petilasan Bubakan di SMPN 38 Kota Semarang, Diyakini Bekas Makam Ki Ageng Pandanaran

  • Whatsapp
petilasan bubakan di SMPN 38 Semarang
Sekda Kota Semarang Iswar Aminuddin dan Kepala SMPN 38 Slamet melihat dari dekat petilasan Bubakan yang diyakini warga sebagai bekas makam Ki Ageng Pandanaran. (Foto: Gus Mul)

BacaJogja – Sebuah petilasan berbentuk makam ditemukan di dalam kompleks SMPN 38 Kota Semarang, kawasan Bubakan, Kecamatan Semarang Tengah. Petilasan tersebut diyakini warga sekitar sebagai bekas makam pendiri Semarang, Ki Ageng Pandanaran I, sekaligus tonggak atau cikal bakal pembangunan di Kota Semarang.

Petilasan makam Bubakan, demikan sebutannya, berada di lantai satu sisi timur laut gedung SMPN 38 Semarang yang saat ini dalam proses pembangunan.  SMPN 38 sendiri berlokasi di Jalan Bubakan No 29, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah, tak jauh dari Masjid Pekojan maupun kawasan pecinan.

Read More

Baca juga: Kirab Bedhol Projo, Sejarah Penggabungan Tiga Kalurahan di Sidokarto Godean

Keberadaan sekolah yang dikelilingi kawasan bisnis Pecinan dan Bubakan menjadikan publik banyak tidak mengetahui keberadaan petilasan makam yang diyakini warga sekitar juga menjadi tempat Ki Agung Pandanaran kerap menancapkan tongkatnya. Terlebih petilasan makam berada di salah satu sudut ruang sekolah. Biasanya, situs berupa petilasan maupun makam tokoh penting akan berada di tempat ketinggian seperti bukit.

“Awalnya, saat pertama menjabat kepala sekolah saya juga tidak tahu jika di dalam sekolah ada petilasan makam. Kemudian diberitahui oleh kepala sekolah yang lama jika di dalam sekolah ada petilasan makam dan diminta untuk merawat. Kabar adanya petilasan mulai tersiar luas ke luar setelah proses pembangunan sekolah dimulai, sekitar Agustus lalu,” beber Kepala SMPN 38 kepada BacaJogja, Jumat, 30 September 2022.

Pembantu Pimpinan Bidang Sarana Prasarana SMPN 38, Ali Imron menambahkan berdasar informasi yang dikumpulkan sekolah dari masyarakat sekitar, petilasan tersebut disebut sebagai bekas makam Bupati Semarang, Ki Ageng Pandanaran I. Versi para sesepuh di Bubakan menyebutkan di sela kesibukannya menyiarkan agama Islam, Ki Ageng Pandanaran kerap menjadikan titik tersebut sebagai tempat istirahat. Hingga akhir hayatnya dan kemudian dimakamkan di tempat itu.

“Para orang tua di sini (Bubakan) mendapat cerita itu turun temurun dari buyut-buyutnya. Bahwa di tempat itu, Ki Ageng Pandanaran menancapkan tongkatnya saat beristirahat,” beber dia.

Ali Imron kemudian membeber keyakinan masyarakat sekitar tentang ditancapkannya tongkat Ki Pandanaran. Bahwa hal itu menjadi tetenger atau pertanda bahwa kelak geliat pembangunan Kota Semarang berawal dari tempat itu atau Bubakan.

Dan memang kawasan Bubakan kemudian makin berkembang dengan munculnya Kota Lama dan dibukanya jaringan trem di zaman kolonial, dibangunnya terminal bus AKAP maupun AKDP, adanya kawasan tempat hiburan THD hingga saat ini menjadi salah satu pusat bisnis di Kota Semarang.

Sementara, keyakinan petilasan merupakan bekas makam Ki Pandanaran sejalan dengan penggalan cerita di catatan Amen Budiman dalam buku Semarang Riwayatmu Dulu jilid pertama. Di buku yang diterbitkan Tanjung Sari pada tahun 1978 disebutkan setelah Ki Ageng Pandan Arang atau Pandanaran meninggal, jenazahnya dimakamkan di kompleks kabupatennya di Bubakan.

Hanya saja, karena kawasan itu di era penjajahan Belanda digunakan untuk pembangunan gedung pengadilan, maka makam dan jenazah Ki Ageng Pandan Arang dipindah ke Tinjomoyo alias Pakisaji, di kompleks bekas padepokannya, ketika ia mulai pertama tiba di Pulau Tirang.

Baca lainnya: Semarang Music Fashion Festival, Ajang Kreasi Seni Budaya Pelajar SMP

Slamet menimpali pihaknya saat ini tengah berupaya mencari literatur yang bisa menjadi petunjuk sejarah dari petilasan Bubakan. Sekolah juga membuka diri dengan kehadiran para ahli sejarah yang hendak menelusuri cerita peradaban lampau petilasan.

“Kami akan mencoba mencari literasi sejarah Semarang yang terkait dengan petilasan ini di perpustakaan Kauman,” ujar dia.

Sementara Sekda Kota Semarang, Iswar Aminuddin di sela tinjauannya di petilasan Bubakan, Jumat, 30 September 2022, mengapresiasi langkah SMPN 38 yang tetap merawat petilasan yang diyakini masyarakat sebagai bekas makam Ki Ageng Pandanaran.

“Saya rasa keberadaan petilasan tidak akan mengganggu aktivitas belajar mengajar di tempat ini. Bahkan bisa disinergikan dengan pelajaran sejarah, khususnya sejarah perkembangan Islam di Semarang. Sekaligus dapat menguatkan visi misi sekolah sebagai Sekolah Duta Wisata. Perlu dukungan dari Dinas Pendidikan untuk membantu di penelusuran cerita petilasan lewat para ahli sejarah maupun literasi sejarah yang lain,” katanya. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *