Cara Agar Peringkat Pendidikan Indonesia Tak Jeblok

  • Whatsapp
Seminar SEWIMA
Ilustrasi Foto: Penyerahan Hadiah Laptop oleh Wikan Sakarinto saat Seminar, kepada Pemenang Kompetisi SEVIMA. (Foto: Istimewa)

BacaJogja – Indonesia sudah 77 Tahun merdeka dan memperingati hari guru, sejak Kongres Guru Indonesia diadakan pada 24-25 November 1945. Namun dunia pendidikan Indonesia masih konsisten menempati peringkat terbawah dalam berbagai survei pendidikan tingkat internasional.

Direktur Jenderal Vokasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Periode 2019-2022 Wikan Sakarinto PhD mengutip Survei PISA misalnya, menyebutkan hampir 90 persen siswa Indonesia memiliki tingkat kemampuan berpikir yang rendah bahkan sangat rendah. Survei Martin Prosperity Institute juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara paling tidak kreatif di dunia.

Read More

Umroh akhir tahun

Baca Juga: Daebak Fest, Suasana UPN Veteran Yogyakarta Serasa di Korea

“Jangankan dibandingkan dengan Singapura atau Malaysia, peringkat pendidikan kita bahkan jauh di bawah negara-negara Afrika seperti Maroko. Hasilnya, hoaks mudah menyebar, dan perusahaan mengeluh karena tidak cocok apa yang dibutuhkan industri dengan yang diluluskan sekolah dan kampus,” ungkapnya dalam Seminar dan Peluncuran Modul MBKM di SEVIMA Platform di Auditorium LPP Yogyakarta pada Jumat, 25 November 2022.

Seminar dihadiri Dr Hatma Suryaatmojo Wakil Ketua Panitia Pusat Kampus Merdeka Kemdikbudristek, serta 100 Pimpinan Lembaga Pendidikan yang tergabung dalam Komunitas SEVIMA.

Wikan mengungkapkan, akar masalah dari jebloknya pencapaian dunia pendidikan Indonesia, terletak pada ketiadaan passion atau semangat dalam diri pelajar, saat bersekolah maupun berkuliah. Tak sedikit pelajar yang akhirnya mengikuti pelajaran karena terpaksa, bukan karena keinginan sendiri.

Baca Juga: Penelitian Siswi SMAN 1 Dlingo Bantul, CARA NGAPAK Efektif Pelajari Aksara Jawa

Dia mengisahkan pengalamannya pribadi saat berkuliah. Awalnya ia bercita-cita menjadi Insinyur dan berkuliah sarjana (S1) di Universitas Gadjah Mada. Namun sayang nasib mengantarkannya menjadi Mahasiswa Diploma 3 (D3) Teknik Mesin. Karena paksaan dan diterima di jurusan yang tidak diminatinya, Wikan akhirnya belajar tanpa semangat.

“Belajar karena terpaksa atas tuntutan, tidak semangat, hari demi hari saat kuliah rasanya berat sekali. Beda kalau pelajaran itu memang passion dia, saya punya murid yang bahkan nggak mau pulang sampai malam hari. Masih kerja di bengkel yang dikelola kampus. Saya sampai suruh pulang supaya bisa bersosialisasi dan pacaran!,” ungkap Wikan.

Kurikulum yang terlalu kaku juga menurut Wikan menghambat pelajar menumbuhkan passion. Semasa Wikan kuliah, ada pelajaran mengikir besi selama 100 jam. Artinya dua minggu penuh pada jam kuliah, Wikan dan ratusan teman-temannya di jurusan D3 Teknik Mesin harus berdiri dengan gaya kuda-kuda, mengikir besi, tanpa mengetahui apa tujuan dari aktivitas itu.

Baca Juga: Semarak Bulan Bahasa, MAN 3 Bantul Launching 11 Buku

“Saya tidak bilang mengikir besi itu tidak penting untuk jurusan Teknik Mesin, maupun contoh pelajaran tertentu lainnya di sekolah dan kampus. Tapi apa iya belajar mengikir besi harus 100 jam? Belajar Matematika harus puluhan jam setiap minggu? Cukup sebentar saja, sambil ditumbuhkan passion plus soft skillnya (karakter). Kalau senang pasti akan dilanjutkan sendiri,” ajak Wikan.

Tiga Tips Menumbuhkan Passion bagi Pelajar

Dalam seminar tersebut, Wikan Sakarinto bersama Dr Hatma Suryaatmojo selaku Wakil Ketua Panitia Pusat Kampus Merdeka Kemdikbudristek, serta 100 Pimpinan Lembaga Pendidikan yang tergabung dalam Komunitas SEVIMA, membagikan tips bagaimana menumbuhkan passion bagi pelajar. Dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan sekaligus karakter pelajar.

1. Padatkan Kurikulum Hardskill

Berkaca dari pengalaman mengikir besi yang dialami Wikan selama kuliah, Wikan memandang bahwa pelajaran seperti itu bisa dipersingkat dan dipadatkan. Wikan menyarankan pelajaran hardskill (teknis) seperti itu diletakkan di semester paling awal. Sehingga di semester selanjutnya, pelajar berkesempatan untuk mengembangkan diri sesuai passion, sekaligus memperkuat karakternya.

Baca Juga: Seribuan Siswa dan Guru SMPN 1 Bantul Pamer Pantun di Bulan Bahasa

“Materi dasar umum, teknis, kalau kuliah sebisa mungkin dimampatkan dua, tiga, atau lima semester. Sehingga di semester selanjutnya pelajar bisa mengeksplorasi diri tapi tetap sudah memiliki bekal yang cukup,” ungkap Wikan.

2. Kembangkan Pembelajaran Berbasis Proyek dan “Teaching Factory”

Belajar tidak harus dari dalam kelas. Wikan sendiri sebagai dosen, kini juga mengembangkan perusahaan yang terintegrasi dengan kampus. Mahasiswa diajak untuk mengerjakan proyek manufaktur sekaligus memasarkan proyek itu sendiri. Omzetnya ungkap Wikan sangat besar, mencapai dua miliar per bulan.

Integrasi inilah yang disebut Wikan sebagai konsep Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dan Teaching Factory. Konsep ini ungkap Wikan baru pertama kali dilakukan di Indonesia olehnya. Selama ini sudah banyak mahasiswa mengerjakan proyek, namun proyeknya merupakan penugasan dari dosen. Bukan atas inisiatif sendiri.

Baca Juga: Seru, Kuliah Senja ASMI Santa Maria Yogyakarta di Angkringan Paman Doblang

“Jadi di kampus kami, mahasiswa malah untung. Kuliah sambil kerja dan digaji, dan selama mereka kuliah, proses pekerjaan itu juga dihitung sebagai proses pembelajaran. Daripada mengikir besi tanpa tujuan seperti saya dulu, lebih baik mengikir besi yang hasilnya bisa dijual. Pelajar jadi punya tujuan, bahkan seperti yang saya ceritakan tadi, bahkan tidak mau pulang dari kampus!,” ungkap Wikakn.

3. Manfaatkan Program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka

Program Merdeka Belajar di sekolah, dan Kampus Merdeka di kampus, menurut Wikan kini sudah cukup berkembang pesat dalam memberikan kesempatan pelajar untuk eksplorasi diri di luar lembaga pendidikannya. Wikan mengajak semua pihak di dunia pendidikan untuk terus memanfaatkan program ini, karena bisa memberikan pelajar pengalaman nyata di dunia kerja.

“Kampus itu bukan dunia nyata! Jadi, mari program yang sudah dibentuk untuk kegiatan MBKM ini dikawal agar bisa mengembangkan passion mahasiswa dengan pengalaman dunia nyata. Adanya Modul MBKM di SEVIMA Platform, yang bisa mewadahi pengelolaan dan administrasi program MBKM, juga sangat saya apresiasi sebagai sebuah terobosan yang bisa membantu pelaksanaan MBKM,” ujar Wikan.

Baca Juga: Rute dan Jadwal Uji Coba Bus Sekolah Gratis di Kulon Progo

Senada, Dr Hatma Suryaatmojo selaku Wakil Ketua Panitia Pusat Kampus Merdeka Kemdikbudristek mengatakan bahwa pemanfaatan kampus merdeka ini perlu strategi tersendiri. Kampus perlu konsisten berkomunikasi dan membangun kerjasama kemitraan, melakukan sosialisasi kepada dosen dan mahasiswa, hingga menyusun panduan implementasi kampus merdeka yang cukup mendalam.

Sedangkan Bagus Jati Santoso PhD selaku Kepala Sub Direktorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dan Tenaga Ahli SEVIMA, juga menyampaikan bahwa perlu perjuangan ekstra dalam meyakinkan ribuan profesor, dosen, dan mahasiswa untuk melaksanakan kampus merdeka dan perubahan kurikulum ini.

“Tak jarang kami menerima pertanyaan, apa jaminannya pelajar nanti sukses setelah mengembangkan passion? Karena selama ini tanpa Kampus Merdeka, alumni ITS juga sudah terbukti kemampuannya dan sukses di dunia kerja. Namun dengan musyawarah, sekaligus pembuktian manajemen akademik dan pelaporan data yang baik di ITS dengan SEVIMA Platform, saat ini ITS sudah mengimplementasikan MBKM dan diakui di tingkat nasional sebagai salah satu kampus terbaik dengan menyabet IKU Award (Indikator Kinerja Utama) dari Kemdikbudristek,” pungkas Bagus Jati. []

Related posts