Aktivis Dalam dan Luar Negeri Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Mahkamah Konstitusi

  • Whatsapp
aktivis FTA
Sarasehan Forum Tanah Air bertajuk Menyongsong Tantangan Perjuangan Rakyat ke Depan yang digelar di Sleman, Yogyakarta, Kamis, 18 April 2024. (Foto: BacaJogja)

BacaJogja – Aktivis demokrasi dari dalam dan luar negeri yang tergabung dalam Forum Tanah Air (FTA) mengajukan diri menjadi Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan Mahkamah Konstitusi (MK). Surat Amicus Curiae dikirim ke MK pada Jumat, 19 April 2024.

Chairman FTA Tata Kesantra mengatakan, hal yang melatarbelakangi ingin menjadi Sahabat Pengadilan MK sebagai bagian untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia yang akhir-akhir ini mengalami kemerosotan sejak era Reformasi.

Read More

Menurut dia, hal yang paling mencolok adalah proses di MK dalam putusan nomor 90/2023 yang akhirnya meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. “Kami melihat itu adalah satu proses dalam demokrasi yang janggal dan keanehan,” katanya dalam acara Sarasehan FTA bertajuk Menyongsong Tantangan Perjuangan Rakyat ke Depan yang digelar di Sleman, Yogyakarta, Kamis, 18 April 2024.

Baca Juga: Influencer hingga MC Kondang Antre Menyalami Sri Sultan X saat Open House Idulfitri 2024 di Kepatihan

Pria yang berdomisili di New York ini mengatakan, setiap warga punya hak untuk menjadi presiden dan wakil presiden. Jika Gibran dicalonkan melalui peraturan yang benar, tentu tidak menjadi persoalan. “Tapi yang terjadi ada satu proses yang dipaksakan,” ungkapnya.

Dalam pelaksanaan Pemilu sebagai pesta demokrasi juga menjadi sorotan. “Nah, kita FTA yang di luar negeri yang banyak berinteraksi di luar negeri melihat kondisi demokrasi Indonesia memprihatinkan,” ungkapnya.

Pria yang berdomisili di New York ini bahkan Komite HAM PBB juga menyoroti kejadian putusan MK 90 dan pelaksanaan Pemilu. “Itu juga banyak diberitakan di media internasional. Kami saat di luar negeri sering ditanya ada apa dengan negara kamu,” ungkapnya.

Baca Juga: Jadwal Layanan SIM Bantul April 2024

Tata mengatakan, pertanyaan membuat FTA di luar negeri merasa tidak nyaman. “Kita tidak mau menjadi bahan pembicraan yang negatif, apalagi Indonesia dikenal sebagai negera demokrasi terbesar ketiga di dunia. Ini kan anomali,” ungkapnya.

“Makanya kita kirim Amicus Curiae sebagai konsen kita, jangan sampai ada dekadensi demokrasi seperti itu,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengapresiasi langkah FTA ini. “Saya pribadi mendorong sebanyak-banyaknya elemen masyarakat menirimkan Amicus curiae ke MK,” kepada.

Baca Juga: Respons MUI soal Jemaah Masjid Aolia Gunungkidul Rayakan Idulfitri Jumat 5 April 2024

Refly mengatakan, sebelum membacakan MK putusan, masih ada kesempatan untuk menjadi Sahabat Pengadilan MK. Amicus Curiae ini cukup bermakna dalam mengimbangi hal-hal yang berusaha mengintervensi para hakim MK. “Saya berharap Amicus Curiae, selain aksi unjuk rasa, itu mampu mengimbangi invisible power yang berusaha mempengaruhi hakim MK.

“Jadi kalau ada hakim diintervensi oleh kekuatan yang tidak terlihat, maka aksi unjuk rasa dan Amicus Curiae ini bisa menjadi penyeimbang, sehingga hakim MK tidak takut dan tidak ragu, kalau benar menyatakan kebenarannya dalam putusan,” jelasnya.

Baca Juga: 2.570 Lansia di Sleman Terima Bansos dari Pemda DIY

Alumni UGM Yogyakarta ini tidak meragukan kapasitas FTA yang mengajukan Amicus Curiae ini. FTA sangat konsen terhadap dinamika yang terjadi di Indonesia, salah satunya tentang demokrasi.

Dia mengaku surprise dengan FTA ini, terutama teman-teman yang berada di luar negeri. “Saya pernah mewakili FTA mengajukan judicial review terhadap presidential threshold. Kalau tidak salah disposrora dari 11 negara waktu itu,” ungkapnya. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *