BacaJogja – Angin sore berembus lembut di Padukuhan Ngebel, Tamantirto, Kasihan, Bantul. Namun, suasana di lapangan jalan Wijoseno RT 06 jauh dari sunyi. Warga berduyun-duyun memadati lokasi, mengenakan pakaian adat penuh warna.
Riuh suara gamelan karawitan, nyanyian salawat yang khidmat, dan hentakan kaki para penari membentuk harmoni semangat dalam perayaan Ngebel Gumregah, sebuah gelaran budaya yang baru pertama kali digelar, namun sudah terasa begitu hidup dan menyatu dengan denyut nadi warganya.
Dengan mengusung semangat Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh, acara ini bukan sekadar pentas budaya biasa. Ia adalah perayaan identitas, kebersamaan, dan semangat gotong royong warga Ngebel yang membuncah dalam bentuk ekspresi budaya.
Baca Juga: Persahabatan Lama Bersemi Lagi: Anies Baswedan Kunjungi Galeri Djoko Timun di Yogyakarta
Dibuka secara resmi pada Sabtu, 10 Mei 2025, oleh Wakil Bupati Bantul Aris Suharyanta, acara ini langsung memuncak dalam kirab budaya yang meriah.
Aris, yang hadir di tengah masyarakat, tampak antusias melepas iring-iringan kirab. Sebanyak sembilan rombongan dari tiap RT memamerkan kebolehan mereka dalam parade yang tak hanya sarat estetika, tapi juga sarat makna. Setiap rombongan tampil dengan kostum dan atribut bertema budaya yang dibuat secara mandiri, lengkap dengan maskot-maskot unik yang mencerminkan kreativitas dan identitas lokal masing-masing wilayah.
“Saya bangga dan mengapresiasi seluruh warga masyarakat Dusun Ngebel. Gelar potensi budaya ini luar biasa, mencerminkan kekompakan, kebersamaan, dan gotong royong yang tinggi,” ujar Aris dalam sambutannya.
Baca Juga: Pelajar Meninggal Akibat Duel Celurit di Bantul: Polisi Buru Pelaku Penusukan Sadis
Satu per satu, rombongan berjalan menyusuri rute kirab dengan iringan musik tradisional. Wajah-wajah warga, tua dan muda, tampak berseri-seri. Anak-anak melambaikan bendera kecil, sementara para lansia menonton penuh haru. Ini bukan hanya tentang acara, tetapi tentang rasa memiliki yang tumbuh dari akar kebudayaan itu sendiri.
Selepas kirab, semangat belum padam. Hari pertama dilanjutkan dengan pentas seni dan pagelaran wayang kulit, menambah kekayaan nuansa budaya yang ditampilkan. Sementara itu, di hari kedua, Jathilan yang enerjik dan bazar UMKM menjadi magnet yang menghidupkan kembali denyut ekonomi lokal.
Baca Juga: Heboh! Ular Besar Masuk Rumah Warga Jogja, Damkar Sudah Mencari tapi Masih Nihil
Lapangan Wijoseno berubah menjadi ruang pertemuan budaya, ruang bermain anak-anak, ruang berdiskusi warga, hingga ruang promosi produk lokal. Di setiap sudutnya, terdengar tawa, sapaan akrab, dan celoteh penuh semangat.
Ngebel Gumregah bukan hanya panggung hiburan. Ia adalah wajah sejati masyarakat yang ingin bergerak bersama, menyuarakan tradisi, dan menjadikannya bagian utuh dari kehidupan masa kini. Dengan segala kesederhanaannya, perayaan ini justru mengajarkan bahwa kekuatan budaya bukan terletak pada gemerlap, tetapi pada kebersamaan dan semangat untuk tidak pernah mingkuh dari akar identitas sendiri. []