BacaJogja – Raut bahagia terpancar jelas di wajah Syarifah Nazwa saat pengumuman Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) diumumkan. Perjuangannya selama ini terbayar lunas: diterima di Program Studi Sarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), tanpa tes.
Lebih membahagiakan lagi, ia juga menerima beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen. Itu artinya, seluruh biaya kuliahnya di kampus impian akan ditanggung penuh.
Bagi Nazwa, sapaan akrabnya, menjadi bagian dari UGM bukan sekadar mengejar gengsi almamater ternama. Ada sesuatu yang lebih besar: keyakinan bahwa UGM adalah tempat di mana mimpi-mimpi bisa tumbuh, berkembang, dan diwujudkan.
Baca Juga: Pantai Ngungap Gunungkidul: Surga Tersembunyi Bernuansa Mistis di Balik Tebing Samudera
“Saya sudah kepengin kuliah di UGM sejak SMP. Saya percaya UGM itu tempat yang tepat untuk menanam cita-cita besar,” ucap alumnus SMA Negeri 1 Balikpapan ini.
Keputusan memilih Ilmu Ekonomi pun tak lepas dari kepribadiannya yang menyukai logika dan angka. “Saya lebih suka menghitung daripada menghafal. Jadi saya pikir ekonomi akan cocok buat saya,” jelas Nazwa.
Namun, perjalanan menuju kampus Bulaksumur tidak semulus kelihatannya. Nazwa adalah anak sulung dari empat bersaudara yang tumbuh dalam keluarga sederhana di Balikpapan Selatan. Saat ia duduk di bangku SMP, kedua orang tuanya memutuskan berpisah.
Sejak saat itu, Nazwa tinggal bersama kakek dan bibinya di Kota Balikpapan, sementara ibu dan ketiga adiknya pindah ke Pati, Jawa Tengah. Ayahnya menghilang entah ke mana.
“Waktu itu berat sekali. Tapi saya coba kuat. Saya pikir, kalau saya berhenti berjuang, semuanya jadi sia-sia,” ujar Nazwa pelan.
Baca Juga: Naik Kereta ke Bandara YIA 16 Juni 2025? Cek Jadwal dari Stasiun Tugu di Sini
Ia memilih fokus menjaga nilai akademiknya. Setiap malam, Nazwa menyisihkan waktu 2–3 jam untuk belajar ulang materi sekolah. Ia juga rutin mengikuti bimbingan belajar demi memantapkan pemahaman. Usahanya tak sia-sia: ia langganan masuk 10 besar di kelas dan akhirnya lolos SNBP.
Meski gagal mendapatkan beasiswa KIP Kuliah, semangat Nazwa tak surut. Ia percaya, “pintu-pintu kebaikan selalu terbuka,” dan tetap mencari beasiswa lain. Optimismenya pun berbuah manis dengan beasiswa UKT penuh dari UGM.
Kini, ia tengah bersiap menghadapi babak baru di Yogyakarta, jauh dari rumah dan keluarga. Tantangan hidup mandiri tak membuatnya gentar. Ia malah antusias. “Saya belajar soal budaya Jogja, cari tahu soal kehidupan kampus. Saya ingin cepat beradaptasi, ikut organisasi, belajar mandiri,” katanya.
Baca Juga: Dusun Strategis di Sleman Jadi Titik Pertemuan 3 Tol Besar: Jogja-Solo, Jogja-Bawen, dan Jogja-YIA
Cita-citanya pun jelas: bekerja di BUMN setelah lulus.
Di balik keberhasilannya, ada sosok Faradia Irzayana Yahya, sang bibi, yang tak kalah bahagia. Faradia menjadi saksi perjuangan keponakannya dari dekat. “Saya bangga sekali. Meski khawatir karena jauh, tapi saya yakin Nazwa bisa jaga diri. Semoga kuliahnya lancar dan lulus tepat waktu,” harapnya.
Perjalanan Syarifah Nazwa masih panjang. Tapi satu hal sudah pasti: ia tak lagi sekadar memupuk mimpi. Ia sedang menjalaninya—selangkah demi selangkah—di kampus impiannya, Universitas Gadjah Mada. []