Yogyakarta – Masjid yang berada di objek wisata Tamansari, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta ini, konstruksi da arsitekturnya unik. Masjid milik Keraton Yogyakarta ini hanya memiliki satu tiang utama, tak heran masjid ini dinamai Saka Tunggal.
Masjid Saka Tunggal ini memang membedakan dengan masjid tradisional lainnya di Pulau Jawa. Pada umumnya masjid memiliki empat tiang penyangga. Ternyata tiang penyangga di Masjid Saka Tunggal Tamansari ini punya sejarah dan filosofinya yang tinggi.
Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Ramadan dan Salat 5 Waktu di Daerah Istimewa Yogyakarta 2022
Ketua Takmir Masjid Saka Tunggal Suprapto mengatakan, mengatakan masjid ini dirancang oleh almarhum Raden Ngabehi Mintobudoyo yang juga arsitek Kraton Yogyakarta. Masjid yang berada di Kawasan Njeron Beteng ini memiliki empat batang saka benteng dan satu batang saka guru yang jika dijumlah menjadi lima.
“Lima bermaknakan 5 sila dalam Pancasila. Saka guru sebagai penyangga utama dimaknai sebagai sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya di sela-sela kegiatan jelang Salat Magrib di Serambi Masjid Soko Tunggal, pada Kamis, 7 April 20202.
Baca Juga: Pemkab Sleman Gelar Ramadan Great Sale, Cashback hingga 50 Persen
Dia mengatakan, adanya usuk sorot yang memusat seperti jari-jari payung disebut Peniung. “Itu yang melambangkan kewibawaan negara dalam melindungi rakyatnya,” imbuhnya.
Suprapto menceritakan, Masjid Saka Tunggal dihiasi dengan aneka ukiran yang sarat makna. Ukiran prab artinya bumi atau wibawa, Saton yang berarti sawiji, Sorot yang berarti sinar cahaya matahari, ukiran Tlancap yang berarti tabah.
Selain itu ada ukiran Ceplok-ceplok yang berarti pemberantas angkara murka, Mirong yang berarti nisan dan dimaknai semua orang kelak akan meninggal dunia. Sedangkan Tetesan embun di antara daun dan bunga yang terdapat di balok ileng punya makna siapa yang salat di masjid akan mendapat anugerah sang Pencipta.
Sedangkan aspek konstruksi Masjid Saka Tunggal memiliki makna filosofi. Bahu dayung dimaknai orang yang salat di masjid ini akan menjadi orang yang kuat menghadapi godaan setan dari empat penjuru dan lima pancer. Sunduk berarti menjalar dalam mencapai tujuan, Santen berarti kejujuran, Uleng berarti wibawa, Singup artimya keramat, Bandoga tempat harta karun, Tawonan berarti gana, manis.
Baca Juga: Empat Lokasi Padusan Asyik Sambut Ramadan di Yogyakarta
Begitu juga rangka-rangkanya juga memiliki makna. Saka Brunjung dilambangkan sebagai upaya mencapai keluhuran wibawa melalui lambang tawonan, Dudur merupakan lambang cita-cita kesempurnaan hidup melalui unsir Bandoga dan Balok atau Soko bindi lambang cita-cita kesempurnaan hidup melalui lambang gonjo.
Ketua kampung wisata Tamansari Ibnu Titiyanto menambahkan, Masjid Saka Tunggal digunakan untuk ibadah salat lima waktu, pengajian, TPA, perpustakaan dan kegiatan keagamaan lainnya.”Lokasi Masjid Saka Tunggal ini nyaman dan asri, bikin betah duduk sambil mengaji,” katanya.
Baca Juga: Sejarah Takjil Gulai Kambing di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
Masjid Saka Tunggal ini dibangun atas inisiatif warga sekitar di atas tanah wakaf Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Pembangunannya dibantu Presiden Suharto. Pembangunan selesai pada Jumat Pon, 1 September 1972 atau kalender Jawa pada 21 Rajab tahun Be/1392 H yang ditandai dengan candra sengkala “Hanembah Trus Gunaning Janma” dan suryo sengkolo “Nayana Resi Anggatra Gusti”.
Pada Rabu Pon, 28 Februari 1973 Sri Sultan Hamengku Buwana IX meresmikan Masjid Saka Tunggal sebagaimana tertulis dalam tulisan di prasasti yang ada di dinding depan masjid. Sampai sekarang masjid ini masih kokoh berdiri dan menjadi tempat kegiatan keagamaan warga Taman Sari dan sekitarnya.
Baca Juga: Daftar Lima Kuliner Takjil Ramadan Legendaris dan Khas di Yogyakarta
Masjid Saka Tunggal ini merupakan salah satu daya tarik destinasi wisata Tamansari dan Kampung Wisata Tamansari. Di lokasi ini dilengkapi dengan WiFi publik dan tempat untuk wisatawan istirahat.
Pengelola kampung mengemas paket wisata religi dan budaya, Memadukan masjid yang kental dengan filosofi dengan kompleks pemandian Tamansari dan masyarakat pendukungnya. Masyarakat juga sudah menyiapkan seni tradisi seperti tari dan keroncong, aneka kuliner, cinderamata berupa batik lukis, dan kursus membatik. []