Dompet Dhuafa Yogyakarta Hadirkan Gubug Sinau, Tempat Mengaji dan Belajar Agama bagi Lansia di Gunungkidul

  • Whatsapp
mengaji
Para lansia sedang mengaji di Gubug Sinau yang berada di Dusun Wunut, Desa Sumberwungu, Kecamatan Tepus, Gunungkidul. (Foto: Istimewa)

BacaJogja – Dompet Dhuafa Yogyakarta menghadirkan Gubug Sinau sebagai tempat untuk mengaji dan mendalami agama bagi Lansia. Gubug Sinau ini berada di Dusun Wunut, Desa Sumberwungu, Kecamatan Tepus, Gunungkidul.

Gubug Sinau itu dibangun secara gotong royong oleh warga dengan hanya beralaskan tikar anyam, beratap asbes, dan berdinding GRC dengan lafaz Allah SWT di sisi depan. Di tempat ini para lansia belajar tiap Senin dan Kamis.

Read More

Ustaz Ngadiran mengatakan, keinginannya menghadirkan fasilitas ruang belajar bagi lansia berpadu dengan program dakwah Dompet Dhuafa Yogyakarta. Pada tahun 2007, ruangan kecil berukuran 4×9 meter itu terbangun dengan nama Gubug Sinau. Artinya rumah kecil sebagai tempat untuk belajar.

Baca Juga: Semarak Ramadan, Dompet Dhuafa Yogyakarta dan Jogja City Mall Gelar Lomba Tartil Alquran

Jemaahnya adalah ibu-ibu lansia sebanyak 31 orang yang merupakan bagian dari 224 KK yang ada di Dusun Wunut. “Awalnya ingin buat warungan. Tapi karena dananya kurang, ya sudah saya warungan sama Allah saja. Ibu-ibu sangat mendukung dan ikut membantu juga. Akhirnya jadilah Gubug Sinau ini,” cerita Ustaz Ngadiran.

Sebagian besar kalangan anak mudanya merantau di luar. Namun, hampir semua warga dewasa setempat adalah petani. Menyempatkan belajar dan mengaji Al-Qur’an justru menjadi kesenangan mereka di tengah rutinitas kesibukan.

Ustaz Bilal Imam Syah Majaiz selaku Spv. Dakwah Sosial Dompet Dhuafa Yogyakarta menjadi salah satu pengajar di Gubug Sinau. Ia tak pernah enggan datang mengajar ibu-ibu lansia di Gubug Sinau meski jarak menuju lokasi tidaklah dekat. Selama 3 jam, setidaknya, yang dibutuhkan Ustaz Bilal setiap kali bertolak dari kantor Dompet Dhuafa Yogyakarta.

Baca Juga: Takmir Masjid An-Nashir Nitikan Yogyakarta Bangun Rumah Tahfidz Alquran

“Selain kegiatan dakwah, Dompet Dhuafa Yogyakarta juga menggulirkan kegiatan-kegiatan sosial lain. Seperti distribusi air bersih dan kebutuhan-kebutuhan dasar lain,” terangnya usai mengajar huruf hijaiyah pada Kamis, 30 November 2023.

Tepat di samping gubug, nampak penampungan air bersih. Penampungan yang dibangun pada tahun 2015 oleh Dompet Dhuafa dan PT PP itu biasa digunakan untuk menampung kiriman air bersih dari donatur. Tidak hanya Dompet Dhuafa Yogyakarta, lembaga-lembaga lain pun ikut memanfaatkan penampungan ini sebagai sarana pendistribusian air bersih.

Dari ke-31 jemaah ibu-ibu, Mbok Minem yang paling tua. Di usianya yang sudah lebih dari 90 tahun, ia masih semangat untuk terus berusaha belajar membaca Al-Qur’an.

Baca Juga: MWCNU Pundong Bantul Safari Ramadan Tiga Lokasi, Serahkan Mushaf Alquran Terbaru

Ia mengaku memang sangat sulit untuk mengingat cara baca huruf hijaiyah yang biasa diajarkan oleh Ustaz Ngadiran maupun Ustaz Bilal. Meski begitu, ia berharap dengan usahanya ini justru dapat menumpuk pahala belajar.

Septiah mengaku, dirinya mulai ngaji sejak awal Gubug Sinau berdiri, yaitu tahun 2007. “Meskipun seperti menulis di atas air tapi kami tidak putus asa untuk terus belajar,” ucap Septiah, 56 tahun.

“Di rumah dibaca juga meskipun masih gratul-gratul. Kadang juga lupa panjang pendeknya, tapi tetap dibaca berusaha sebaik mungkin,” sahut kawan yang duduk di sebelahnya, Marsiyem, 58 tahun.

Baca Juga: FUI DIY Kutuk Pembakaran dan Pelecehan Alquran di Swedia dan Belanda

“Dulunya kan kita ndak bisa sama sekali yang namanya alif ba ta. Sama sekali ndak bisa. Terus masuk Gubug Sinau. Kita belajar bersama. Alhamdulillah sekarang bisa,” imbuh Septiah.

Ia merupakan jemaah generasi awal. Sekarang, ia sudah lancar membaca Al-Qur’an, dan turut membantu guru untuk mengajarkan kepada teman-temannya saat di luar jam belajar.

Bahkan setibanya mereka di rumah, sebagian ada yang melanjutkan baca, baik secara individual maupun berpasangan. Mereka pun berharap kegiatan Gubug Sinau tidak hanya terselenggarakan dua kali sepekan. “Saya malah kepenginnya ada belajar setiap hari,” tutur Septiah. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *